Pengaruh Virus Terhadap Budidaya Ikan Dan Udang (Limnologi Atau Limnology)



BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Indonesia memiliki potensi perairan budidaya yang cukup besar. Potensi ini meliputi budidaya ikan di perairan tawar, payau dan laut. Selain itu, kebutuhan konsumsi ikan global pun terus meningkat dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk dan semakin sadarnya konsumen untuk mengkonsumsi ikan.

Pemenuhan kebutuhan konsumsi ikan global dapat dilakukan dengan berbagai car, salah satunya adalah usaha intensifikasi usaha perikanan. Akan tetapi, intensifikasi akuakultur di banyak Negara ini telah mendorong kejadian penyebaran berbagai penyakit dengan relative cepat, dan penyakit adalah salah satu factor penghalang untuk dapat mendukung produksi komoditas perikanan, terutama selama tahap pemeliharaan larva dan benih dari organisme budidaya.

Salah satu penyakit yang berbahaya dengan tingkat kematian tinggi dan penyebaran yang luas adalah penyakit yang disebabkan virus. Virus mampu menyerang ikan, crustacea seperti udang, maupun organisme perairan lainnya. Teknologi pengobatan infeksi virus sejauh ini masih sebatas pencegahan, yaitu dengan menjaga lingkungan agar tetap dalam kondisi yang baik serta penggunaan benih yang berkualitas.

Pengobatan terhadap meluasnya wabah penyakit akibat virus harus dilakukan oleh tenaga yang benar-benar ahli dalam bidangnya, sehingga dibutuhkan SDM yang paham serta terampil. Untuk mengetahui jenis virus yang menyerang ikan budidaya, kita dapat melakukan pengamatan dari gejala yang ditimbulkan secara visual, juga dapat dengan melakukan identifikasi secara laboratoris.

RUMUSAN MASALAH
Apa definisi dari virus?
Apa saja faktor yang mempengaruhi virus terhadap budidaya ikan atau udang?
Bagaimana dampak yang ditimbulkan virus terhadap budidaya ikan atau udang?
Bagaimana proses infeksi virus terhadap budidaya ikan atau udang?
Bagaimana cara pencegahan virus terhadap budidaya ikan atau udang?

TUJUAN DAN MANFAAT

TUJUAN PENULISAN MAKALAH INI ADALAH
Mengetahui dan memahami tentang definisi virus
Mengetahui dan memahami tentang faktor yang mempengaruhi virus terhadap budidaya ikan atau udang
Mengetahui dan memahami tentang dampak yang ditimbulkan virus terhadap budidaya ikanatau udang
Mengetahui dan memahami tentang cara penanggulangan virus terhadap budidaya ikan atau udang

MANFAAT DARI PENULISAN MAKALAH INI ADALAH :
Menambah referensi pustaka yang berhubungan dengan Limnologi terutama materi Pengaruh Virus Terhadap Budidaya Ikan atau Udang
Pengalaman yang berharga bagi penulis dalam rangka menambah wawasan dan pengetahuan tentang Limnologi
BAB II
PEMBAHASAN

DEFINISI VIRUS
Infeksi Koi Herpes Virus merupakan penyakit sangat serius yang menyerang ikan mas dan ikan koi. Penyakit ini menyebabkan kematian missal sebesal 80-95% dari total populasi dan menimbulkan kerugian ekonomi yang sangat besar (Sulistiyowati et al., 2010).

Infeksi Koi Herpes Virus (KHV) adalah salah satu penyakit yang digolongkan sebagai penyakit utama di Indonesia oleh Komisi Nasional Kesehatan Ikan. Selain itu KHV merupakan Hama Penyakit Ikan Karantina Golongan I sesuai Surat Keputusan Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.17/MEN/2006 tentang penetapan “Jenis-jenis Hama dan Penyakit Ikan Karantina, Golongan, Media Pembawa dan Sebarannya” (Keputusan Menteri 2006 dalam Sulistiyowati et al., 2010).

Koi Herpes Virus menyerang ikan mas dan koi pertama kali di Blitar pada bulan 2002, terus menyebar ke Jawa Barat pada bulan April 2002, Jawa Tengah, dan Bali. Pada bulan Februari 2003, penyakit ini menyebar ke pulau Sumatera. Sejak terjadinya wabah ikan mas yang disebabkan oleh KHV pada tahun 2002, produksi ikan Mas di Indonesia mengalami kelesuan hingga sekarang (Sunarto et al., 2005 dalam Sulistiyowati et al., 2010).

Salah satu permasalahan dalam budidaya ikan kerapu adalah penyakit Viral Nervous Necrosis (VNN). Viral Nervous Necrosis (VNN), adalah jenis virus Nodaviridae yang menyerang ikan kerapu, terutama pada stadia larva dan benih. VNN dapat menyebabkan kematian massal hingga mencapai prevelensi 100% (Johnny et al., 2010).

Salah satu penyakit yang telah dilaporkan oleh para peneliti adalah viral nervous necrosis (VNN) yang dapat menyebabkan kematianmassal pada ikan kerapu, terutama pada stadia larva dan juvenil. Di Indonesia kejadian penyakit VNN ditemukan pertama kali di daerah Banyuwangi pada budidaya kakap putih dan ikan kakap tersebut tampak lesu, berenang berputar dengan perut dipermukaan dan sering muncul ke permukaan dengan  berenang secara vertikal (Koesharyani et al., 1999 dalam Sulistiyowati et al., 2010).

Dalam budidaya kerapu tikus, penyakit yang pada umumnya menyerang adalah Viral Nervous Necrosis (VNN). Penyakit ini merupakan jenis virus Nodaviridae yang dapat menyebabkan kematian massal hingga 100% dalam budidaya. VNN (Viral Nervous Necrosis) ini umumnya menyerang sistem organ syaraf mata dan otak yang dapat menyebabkan kelainan pada ikan yang diserang (Rizka et al., 2013).

Salah satu kendala dalam budidaya udang vaname adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Taura Syndrome Virus (TSV). Dengan dibudidayakannya udang vaname di Indonesia, memungkinkan terjadinya penyebaran infeksi TSV pada udang jenis lain. Hingga saat ini, infeksi TSV pada udang galah belum pernah dilaporkan (Fariha et al., 2013).

Virus bercak putih atau White Spot Syndrome Virus (WSSV) merupakan salah satu penyakit yang paling mengancam industri tambak udang dan krustasea lainnya di seluruh dunia. Sejak muncul di Taiwan pada tahun 1992, penyakit tersebut terus menyebar secara global dan telah menyebabkan kerugian ekonomi maupun sosial yang cukup besar (Lulu et al., 2016).

Serangan penyakit white spot di Indonesia pertama kali dilaporkan pada areal pertambakan udang windu di Tangerang, Serang, dan Karawang pertengahan tahun 1994.Penyakit WSSV tersebut juga menyerang tambak tradisional di Bangil, Pasuruan, Jawa Timur pada tahun 1999 dan sampai saat ini belum dapat diatasi. Saat ini, WSSV diperkirakan telah menyebar ke berbagai tambak udang di seluruh Indonesia (Mahardika et al., 2004 dalam Lulu et al., 2016).

Menurut Yi et al. (2004) dalam Lulu et al. (2016), WSSV merupakan patogen yang paling serius menyerang udang dan telah menghancurkan industri perudangan di berbagai negara. Virus tersebut sangat ganas dan sangat sulit dihentikan (Chang et al., 1996), serta dapat menyebabkan kematian 100% udang peliharaan dalam waktu 3-10 hari sejak gejala klinis muncul.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VIRUS TERHADAP BUDIDAYA IKAN ATAU UDANG
Menurut Amri dan Khairuman (2002) dalam Edi et al. (2010), mengatakan bahwa ikan koi (Cyprinus carpio) lebih mudah terserang virus penyakit yang disebabkan oleh faktor kondisi lingkungan hidup yang tidak stabil dan kondisi daya tahan tubuh ikan yang menurun.

Agen etiologi dari penyakit KHV yaitu virus herpes koi (KHV) yang termasuk dalam family herpesviridae. Penyakit ini sangat tergantung pada suhu dan dapat terjadi pada suhu 16°-25°C. Penyakit ini dapat mengakibatkan kematian yang tinggi yaitu pada suhu 28°C tetapi tidak pada suhu 29°C atau 30°C atau pada suhu 13°C. Saat ini ikan mas (Cyprinus carpio) dilaporkan sebagai salah satu host factor dari KHV, sehingga iakn koi dianggap paling rentan terhadap infeksi KHV (Sulistiyowati et al., 2010).

Menurut Aslianti (2001) dalam Nita dan Slamet (2012), ikan kerapu bebek yang mengalami luka pada bagian tubuhnya akan membuat ikan menjadi lemah sehingga mudah diserang penyakit dan akan berlanjut pada kematian dengan jumlah yang tinggi.

Larva dan juvenil kerapu peka terserang VNN pada suhu 24,5°C – 26°C yang merupakan suhu optimal dalam proses infeksi VNN dan dapat menyebabkan kematian pada umur 7-45 hari karena sistem saraf yang masih sederhana. Ikan yang dikohabitasi dapat terinfeksi VNN akibat masuknya virus yang ada di air melalui kontak dengan permukaan tubuh (lendir, sirip dan otot), termasuk via oral sehingga akan dapat menginfeksi sel-sel epitelia epithelia sistem saluran pencernaan. Kejadian ini yang disebut ”water borne disease” (Putu et al., 2012).

Lendir merupakan salah satu pertahanan tubuh ikan, sehingga memungkinkan sebagai tempat utama terjadinya penularan virus penyebab VNN. Pada penyakit water borne diseases infeksi terjadi pada lapisan permukan terluar ikan (lendir) dan saluran pencernaan. Selain itu, protein sisa pakan pada budidaya ikan dapat digunakan oleh virus sebagai tempat berreplikasi hidup pada suhu ekstrem dan pemberian desinfektan (Mori et al., 2005 dalam Putu et al., 2012).

Infeksi alami yang disebabkan oleh VNN termasuk dalam tingkat akut/parah, dan terjangkitnya penyakit ini sangat hebat ketika virus menyerang pada ikan yang stres akibat kepadatan yang tinggi dan temperatur air yang tinggi dalam sistem budidaya (Tanaka et al., 1998 dalam Rizka et al., 2013 ).

Data Office International des Epizooties (OIE) pada tahun 2009 menyebutkan bahwa udang vaname merupakan salah satu jenis udang yang dapat menjadi hospes dari virus tersebut. Selain itu udang Penaeus setiferus, P. schmitti, P. monodon, P. chinensis, P. japonicus, P. aztecus, P. duorarum, dan Metapenaeus ensis juga pernah dilaporkan terinfeksi oleh TSV. Dengan dibudidayakannya udang vaname di Indonesia, kemungkinan penyebaran infeksi TSV pada udang-udang local dapat terjadi.

Agen factor WSSV juga dapat menular dari satu tambak ke tambak lain melalui burung. Udang yang sakit berenang di permukaan lalu dimakan oleh burung, sisa yang tak termakan burung dapat jatuh ke tambak lain (Yanto, 2006 dalam Lulu et al., 2016).

Penggunaan kincir yang tidak optimal menyebabkan peluang udang untuk stres karena kekurangan oksigen cukup besar. Stres pada udang dapat menimbulkan efek lemahnya kondisi udang sehingga rentan terkena penyakit bahkan kematian (Clay dan Mc Navin, 2002 dalam Lulu et al., 2016).

DAMPAK YANG DITIMBULKAN VIRUS TERHADAP BUDIDAYA IKAN ATAU UDANG
Kegiatan budidaya ikan mas tak lepas dari serangan hama dan penyakit ikan, salah satunya adalah KHV (Koi Herpes Virus) yang merupakan penyakit paling ganas yang menyebabkan kematian missal serta kerugian ekonomi yang cukup besar (Sulistiyowati et al., 2010).

Menurut Gray (2002) dalam Sulistiyowati et al. (2010), mengatakan ikan yang terserang KHV biasanya berdampak seperti nafsu makan menurun, kondisi melemah, sulit bernapas sehingga mulut sering terlihat dipermukaan air untuk mendapatkan oksigen, pendarahan pada insang, bercak pucat pada insang, mata cekung dan ikan gelisah (terkadang aktif berubah menjadi sangat aktif atau sebaliknya). Ciri lainnya terjadi infeksi sekunder berupa memar atau melepuh ataupun borok pada permukaan kulit dan tubuh akan memproduksi lendir berlebih. Terkadang disertai sisik rontok dan ujung sisip geripis.

Ikan kerapu bebek yang berdampak terinfeksi VNN pada bagian otak untuk perlakuan kontrol, terjadi kerusakan hipertropy adalah sel mengalami pembesaran. Ikan perlakuan terjadi kerusakan dengan terbentuk vacuola. Ikan perlakuan terjadi kerusakan berupa inclusi body. Inclusi body adalah sel mengalami nekrosis dengan ditandai dengan titik-titik hitam dalam sitoplasma. Ikan perlakuan mengalami kerusakan berupa inclusi body dan hipertropy (Nita dan Slamet, 2012).

Menurut Azad et al. (2005) dalam Nita dan Slamet (2012), histopatologi adalah indikator yang paling penting dalam infeksi Nodaviridae. Organ mata dan otak yang mengalami kerusakan, karena adanya virus Nodaviridae yang merusak jaringan syaraf dengan ciri khas abnormalitas dengan tahapan adanya inclusi body dalam sitoplasma, lalu terjadinya hipertropy kemudaian akan membentuk vacuola. Jaringan dalam tahapan intracytoplasmic vacuolation akan dibarengi dengan degenerasi sel-sel. Vacuola yang telah terbentuk akan mengganggu sistem kerja otak.

Penyakit VNN dapat menyerang otak sehingga menyebabkan ikan berenang berputar, mengambang di permukaan dengan perut menghadap ke atas dan pigmentasi warna yang lebih gelap pada ikan. Pada histogram terlihat banyak ruang-ruang kosong pada otak, mata dan sumsum tulang belakang, hemoragis di hati dan limpa, infiltrasi heterofil dan sel-sel radang mononukleus (Putu et al., 2012).

Yoshikoshi dan Inoue (1990) dalam Putu et al. (2012), bahwa ikan yang terinfeksi virus penyebab VNN akan mengalami perubahan gerakan berenang danwarna tubuh yang menggelap dan berenang berputardi permukaan. Perubahan gerakan renang tampak sangat jelas dengan adanya luka di bagian bawah mulut, keadaan tersebut menandakan bahwa ikanmulai kehilangan keseimbangan dalam berenang sehingga seringkali menabrakkan diri ke dindingdan/atau dasar aquarium. Benih ikan yang terserang VNN dapat berbeda menurut umurnya. Pada ikan kerapu yang berumur 45 hari sampai 4 bulan, ikan kerapu akan terlihat berdiam di dasar bak, berenang terbalik, gerakan lemah dan nafsu makan menurundratis, serta warna kulit menjadi gelap.

Yuasa et al. (2001) dalam Rizka et al. (2013), menjelaskan bahwa VNN umumnya menginfeksi stadia larva sampai yuwana dan menyerang sistem organ syaraf mata dan otak dengan gejala yang cukup spesifik karena ikan menampakkan tingkah laku berenang yang tidak normal dan umumnya ikan berdiam di dasar. Abnormalitas pada kinerja dari bagian-bagian tubuh ikan yang terjadi karena serangan penyakit dapat berdampak pada struktur sel/ jaringan. Perubahan bentuk/ struktur pada bagian tubuh ikan ini secara makroskopik/ kasat mata biasanya sulit untuk dilihat. Perubahan struktur ini hanya dapat dilihat bila jaringan tubuh ikan tersebut diamati secara detail dengan menggunakan mikroskop atau diamati secara mikroskopik.

Hasil yang diperoleh dari pengamatan histopatologi mata Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) menunjukkan adanya jenis kerusakan yang disebabkan infeksi VNN (Viral Nervous Necrosis). Sel-sel yang mengalami hipertrofi, terjadi penambahan volume sel (pembesaran sel) karena infeksi VNN namun tidak diikuti penambahan jumlah sel di dalamnya. Pada sel yang mengalami atrofi, terjadi pengecilan sel atau berkurangnya volume sel akibat infeksi VNN. Virus VNN menginfeksi ikan kerapu dengan mengeluarkan toksin yang menyebabkan aliran darah yang bertugas mengedarkan nutrisi terganggu sehingga suplai nutrisi berkurang dan menyebabkan pengecilan volume sel (atrofi) (Rizka et al., 2013).

Hasil pengamatan histopatologi otak Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) menunjukkan bahwa infeksi VNN menyebabkan sel-sel telah mengalami perubahan warna, bentuk, serta ukuran. Sel yang mengalami hipertrofi menggambarkan sel bertambah volume (pembesaran sel) karena infeksi VNN tetapi tidak diikuti dengan penambahan jumlah sel, karena kondisi ini maka akan mengurangi pengambilan Oksigen dalam tubuh dan menurunkan nafsu makan ikan lalu menyebabkan kematian. Sel yang mengalami kerusakan (nekrosis) menyebabkan sel hancur sehingga tertinggal sebagai ruangan kosong pada jaringan otak, selanjutnya dapat disebut vakuolisasi yang terjadi akibat kerusakan sel. Hal ini diduga akibat infeksi VNN melalui aliran darah dan menuju otak sehingga menimbulkan kerusakan pada jaringan (Rizka et al., 2013).

Sedangkan untuk mengetahui kerusakan sel atau jaringan yang telah ditimbulkan oleh virus tersebut, dapat dilakukan dengan analisa histopatologis dengan mengamati kerusakan jaringan secara mikroskopis akibat infeksi (Sukenda et al., 2008 dalam Fariha et al., 2013).

Udang vaname (Litopenaeus vannamei) yang telah terinfeksi TSV dapat mengalami kematian 80-85% sehingga dapat menimbulkan kerugian dalam pembudidayaannya. Kerusakan (luka) yang disebabkan oleh virus tersebut dapat terlihat dari warna tubuh yang menjadi kemerahan, terutama pada ekor udang yang mati. Bercak hitam (melanisasi) yang tidak beraturan di bawah lapisan kutikula akan tampak pada udang yang masih bertahan hidup tetapi udang ini kemudian menjadi pembawa (carrier) virus tersebut (Rufiati, 2008 dalam Fariha et al., 2013).

Penyakit bercak putih yang disebabkan oleh WSSV merupakan penyakit utama udang yang telah menghancurkan usaha udang windu di berbagai negara termasuk Indonesia. Sejak pertama kali dideteksi di Taiwan pada tahun 1992, penyakit udang tersebut telah menyebar ke berbagai belahan dunia dan menjadi penyebab kegagalan industri tambak udang (Lulu et al., 2016).

Dampak udang vaname yang terserang WSSV sangat bervariasi dan tidak spesifik. Gejala umum berupa adanya bintik-bintik putih pada karapas bagian kepala tidak selalu ditemukan pada udang. Namun, pada udang terinfeksi WSSV muncul warna kemerahan di kepalamaupun ujung ekor. Gejala-gejala lain WSSV, di antaranya udang bergerombol di pinggir kolam, nafsu makan menurun drastis, tidak peka rangsangan, tubuhnya berwarna kuning susu (Corteel, 2013).

Serangan WSSV telah menimbulkan gagal panen, menurunkan minat petambak Indonesia untuk melakukan budidaya udang, serta mematikan tambak-tambak produktif. Akibat serangan WSSV pada udang windu di JawaTengah (Demak, Jepara, Pati, dan Rembang), luas total lahan tambak yang semula mencapai sekitar 7.500 ha, kini hanya sekitar 1.000 ha yang masih digunakan untuk budidaya udang (Lulu et al., 2016).

PROSES INFEKSI VIRUS TERHADAP BUDIDAYA IKAN ATAU UDANG
Menurut Amri dan Khairuman (2002) dalam Edi et al. (2010), serangan KHV dpat menyebar dengan beberapa cara seperti halnya herpes virus lainnya. Penyebarannya dapat terjadi karena kontak langsung dengan ikan yang terinfeksi, air dari dari ikan terinfeksi dan atau melalui air atau tanah tempat ikan terinfeksi dipelihara.

Ikan koi dengan hasil positif terinfeksi KHV diduga bahwa virus sudah mengalami replikasi pada saat perjalanan pengambilan sampel dan dalam masa pemeliharaan ikan koi tersebut sehingga diduga virus sudah terakumulasi didalam sel (Edi et al., 2010).

Infeksi virus penyebab VNN pada ikan yang dilakukan melalui injeksi intra muskular sangat cepat menyebar dan menginfeksi inang melalui saraf perifer yang ada di otot, masuk ke dalam sistem saraf pusat dan mata dan mengakibatkan ikan kehilangan orientasi berenang dan disfungsi visual. Larva dan juvenil kerapu peka terserang VNN pada suhu 24,5°C – 26°C yang merupakan suhu optimal dalam proses infeksi VNN dan dapat menyebabkan kematian pada umur 7-45 hari karena sistem saraf yang masih sederhana (Putu et al., 2012).

Menurut Putu et al. (2012), bahwa virus penyebab VNN dapat menginfeksi ikan melalui tiga cara yaitu:
Melalui sel-sel epithelia saluran pencernaan
Melalui axon yang ada di permukaan sel dan
Melalui peredaran darah

Menurut Murphy et al. (2008) dalam Yanuhar (2011), menjelaskan bahwa VNN menginfeksi organ mata ikan kerapu tikus terjadi secara seketika/secara langsung menyerang reseptor ikan karena VNN adalah virus yang tidak mempunyai envelope. VNN secara langsung menempel pada reseptor dimana penempelan pada inang, virus memasukkan materi genetik dalam sel inang atau infeksi intraseluler dengan meninggalkan mantel protein di luar sel. Mantel protein adalah protein konstituen struktur virion VNN, sehingga mantel protein adalah struktur penting. Mantel protein tidak hanya berperan dalam asam nukleat virus VNN tetapi pada waktu yang sama, protein memiliki status utama dalam proses infeksi pada sel sasaran (C. altivelis).

Deteksi infeksi Taura Syndrome Virus secara morfologi hanya dapat dikerjakan oleh orang-orangyang sudah berpengalaman dan dengan tingkat validitas yang tidak dapat diukur. Oleh karena itu diperlukan metode yang dapat mendeteksi ada tidaknya infeksi virus tersebut dengan tepat dan cepat. Penelitian yang pernah dilakukan pada Macrobracium rosenbergii yaitu dilaporkan ole Hameed et al. (2004), yang melakukan penelitian udang galah yang terkena penyakit White Tile Disease (WTD) dengan RT-PCR. Deteksi molekuler Taura Syndrome Virus pada Litopenamous vannamei dan Macrobrachium rosenbergii dengan RT-PCR belum pernah dilakukan dan dipublikasikan. Deteksi molekuler dengan teknik Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) akan digunakan dalam penelitian ini untuk mendeteksi keberadaan TSV dan juga untuk mengetahui tingkatkekebalan udang galah terhadap virus TSV (Fariha et al., 2013).

Jumlah kisaran WSSV yang terdeteksi pada sampel yang berasal dari Tambak Lendang Jae, terlihat berbeda-beda. Secara umum, jumlah WSSV pada udang yang mati jauh lebih rendah daripada jumlah virus pada sampel udang yang masih sakit. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah virus yang terdeteksi pada sampel udang mati (350 A) sebanyak 4,2x103, yang jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan jumlah salinan WSSV yang terdeteksi pada sampel udang sakit (351 A dan 351 B) yang kuantitasnya mencapai 3,5-6,8x107. Tingginya jumlah WSSV pada sampel udang yang masih sakit dibandingkan sampel udang yang sudah mati karena proliferasi virus yang lebih tinggi pada sel-sel udang yang masih hidup. Mengingat virus tidak memiliki kemampuan untuk berkembang biak sendiri sehingga membutuhkan sel-sel hidup organisme lain untuk melakukan metabolisme dan memperbanyak diri (Kaminsky dan Zhivotovsky, 2010).

CARA PENCEGAHAN VIRUS TERHADAP BUDIDAYA IKAN ATAU UDANG?
Sampai saat ini di negara kita belum ada obat yang sudah teruji untuk digunakan menangkal serangan penyakit akibat Koi Herpes Virus (KHV), oleh karena itu perlu adanya identifikasi virus herpes yang menyerang ikan koi sejak dini yaitu terhadap ikan yang bersifat carrier sehingga sejak dini pula tindakan pencegahan dilakukan. Tindakan pencegahan yang dilakukan antara lain dengan cara mengisolasi ikan yang terindentifikasi KHV dari ikan lainnya (Amri dan Khairuman 2002 dalam (Edi et al., 2010).

Hingga kini penyakit virus sulit untuk diberikan perlakuan pengobatan karena virus berada didalam sel. Untuk itu, upaya pencegahan untuk meningkatkan daya tahan tubuh ikan menjadi salah satu alternatif pengendalian (Sulistiyowati et al., 2010).

Pembudidaya ikan kerapu biasa menggunakan bahan kimia dan antibiotik untuk mencegah dan mengobati penyakit Viral Nervous Necrosis (VNN). Penggunaan bahan kimia atau antibiotik yang digunakan berupa OTC (Oxy Tetra Cyklin) memiliki dampak negatif yaitu dapat menyebabkan residu dan resistensi pada ikan sehingga tingkat mortalitas semakin tinggi dan biaya pengobatan semakin mahal untuk menggunakan antibiotik baru. Daun jambu biji merupakan salah satu tanaman herbal yang dapat menjadi alternatif untuk mengendalikan penyakit viral. Daun jambu biji mengandung ekstrak quersetin yang terdiri dari senyawa tanin dan flavonoid. Senyawa flavonoid merupakan senyawa bioaktif yang mengubah reaksi tubuh terhadap senyawa lain, sehingga flavonoid mempunyai aktivitas sebagai antivirus dan antioksidan. Quersetin dalam ekstrak daun jambu biji menghambat aktivitas enzim reverse transkriptase, yaitu enzim yang diperlukan virus untuk mereplikasi diri (Departemen Pertanian, 2008 dalam Nita dan Slamet, 2012).

Menurut Putu et al. (2012), bahwa uji SB (streptavidin biotin) yang cepat dan akurat adalah tepat dan cocok untuk diaplikasikan dalam rangka program rutin kontrol dan pencegahan VNN di Karantina Ikan Indonesia karena dapat dilakukan tanpa mematikan ikan, diterima secara ilmiah, hokum dan internasional, dan bahkan tidak mencemari lingkungan hidup.

Sejauh ini, penyakit udang yang disebabkan oleh virus hanya bisa diantisipasi dengan tindakan pencegahan meliputi benih yang unggul, manajemen budidaya yang baik, dan vaksin (Soetrisno, 2004 dalam Lulu et al., 2016).
BAB III
KESIMPULAN

KESIMPULAN
Salah satu penyakit yang berbahaya dengan tingkat kematian tinggi dan penyebaran yang luas adalah penyakit yang disebabkan virus. Teknologi pengobatan infeksi virus sejauh ini masih sebatas pencegahan, yaitu dengan menjaga lingkungan agar tetap dalam kondisi yang baik serta penggunaan benih yang berkualitas. Lendir merupakan salah satu pertahanan tubuh ikan, sehingga memungkinkan sebagai tempat utama terjadinya penularan virus. Pada penyakit water borne diseases infeksi terjadi pada lapisan permukan terluar ikan (lendir) dan saluran pencernaan. Selain itu, protein sisa pakan pada budidaya ikan dapat digunakan oleh virus sebagai tempat berreplikasi hidup pada suhu ekstrem. Penggunaan kincir yang tidak optimal menyebabkan peluang udang untuk stres karena kekurangan oksigen cukup besar. Hingga kini penyakit virus sulit untuk diberikan perlakuan pengobatan karena virus berada didalam sel. Untuk itu, upaya pencegahan untuk meningkatkan daya tahan tubuh ikan menjadi salah satu alternatif pengendaliannya.

SARAN
Supaya dapat menemukan cara pengobatan terhadap ikan atau udang budidaya yang terkena virus sehingga tidak berdampak pada hal yang lebih besar lagi. Penggunaan bahan herbal yang belum diketahui sebaiknya dicoba untuk menemukan cara alternative pengobatan terhadap infeksi virus yang terjadi pada budidaya ikan dan udang. 

EDITOR
Gery Purnomo Aji Sutrisno
FPIK Universitas Brawijaya Angkatan 2015

DAFTAR PUSTAKA
Amelia, Nita dan Slamet Budi Prayitno. 2012. Pengaruh Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium guajava) Untuk Menginaktifkan Viral Nervous Necrosis (VNN) Pada Ikan Kerapu Bebek (Epinephelus fuscoguttatus). Journal Of Aquaculture Management and Technology. Vol. 1, No. 1: 264-278. Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikana. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro: Semarang.
Arafani , Lulu; Mursal Ghazali; Muhamad Ali. 2016. Pelacakan Virus Bercak Putih pada Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) di Lombok dengan Real-Time Polymerase Chain Reaction. Jurnal Veteriner. Vol. 17 No. 1: 88-95. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Peternakan, Universitas Mataram: Mataram.
Corteel M. 2013. White spot syndrome virus infection in P. vannamei and M. rosenbergii: experimental studies on susceptibility to infection and disease. Thesis. Belgium. Ghent University.
Edi, S; O. Surfianti; N. Christy; R. Wilis; Laminem; E. R Ekoputri; M. Fathoni; A. D. Kosawara; Nurhaidin dan U. Yanuhar. 2010. Identifikasi Infeksi Koi Herpes Virus (KHV) pada Ikan Koi (Cyprinus carpio) dengan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR), Imunositokimia dan Imunohistokimia. Journal of Veterinary Science and Medicine. Vol. 1 No. 2: 17-21. Balai Karantina Ikan Kelas I Juanda, Kementrian Kelautan dan Perikanan, Universitas Brawijaya.
Gambar Ikan dan Udang:http://www.naqua.com.sa/feed.php
Johny, Fris. 2010. Aplikasi Imunostimulan Untuk Meningkatkan Imunitas non-Spesifik Ikan Kerapu Macan, Epinephelus fuscoguttatus Terhadap Penyakit Infeksi Di Hatcheri. Prosiding Forum Inovasi Teknologi. Balai riset Perikanan Budidaya Laut Gondol.
Kaminsky V, Zhivotovsky B. 2010. To kill or be killed: how viruses interact with the cell death machinery. Journal of Internal Medicine. 267: 473-482.
OIE. (2009). Taura syndrome. Manual of Diagnostic Test for Aquatic Animal pp. 106-107.
Putri , Rahmana Rizka; Uun Yanuha; Asus Maizar Suryanto H. 2013. Perubahan Struktur Jaringan Mata Dan Otak Pada Larva Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes Altivelis) Yang Terinfeksi Viral Nervous Necrosis (Vnn) Dengan Pemeriksaan Scanning Electron Microscope (Sem). Mspi Student Journal, Vol. I No. 1 Pp 1-10 Universitas Brawijaya: Malang.
Sudaryatma, Putu Eka; Artanti Tri Lestari; Ni Luh Sunarsih; Ketut Sri Widiarti; Sulis Nur Hidayah; Didik Srinoto. 2012. Imunositokimia Streptavidin Biotin: Deteksi Dini Viral Nervous Necrosis Virus pada Lendir Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus). JURNAL SAIN VETERINER. ISSN: 0126 – 0421. Laboratorium Uji Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan kelas I Denpasar: Bali.
Sulistiyowati, E.; St. S. Yasin; W. Suharni; S. R. Setyaningsih; U. S Kuba; Saribanong; Hasmi; St. Narwijani; Suriati; Widodo. 2010. Preparasi Antigen KHV untuk Pencegahan Infeksi KHV pada Ikan Koi (Cyprinus carpio). Journal of Veterinary Science and Medicine. Vol. 1 No. 2: 23-27. Balai Karantina Ikan Hasanudin Makassar: Makassar.
Wilisiani, Farih; Nur Rohmah; Irma Nur Rahmawati; Nastiti Wijayanti. 2013. Deteksi Molekuler Infeksi Taura Syndrome Virus Pada Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) dan Udang Galah (Macrobrachium rosenbergii). JURNAL SAIN VETERINER. ISSN: 0126 – 0421. Fakultas Biologi, Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.
Yanuhar, U. 2011. The Function of Receptor Protein Humpback Grouper Cromileptes altivelis in Expression and Proliferation of CD4 and CD8 cells in Defence Immunity of Viral Nervous Necrotic Infection. International Journal of Bioscience, Biochemistry and Bioinformatics, Vol. 1, No. 2.

Post a Comment for "Pengaruh Virus Terhadap Budidaya Ikan Dan Udang (Limnologi Atau Limnology) "