Viral Nervous Necrosis (VNN); Klasifikasi, Morfologi, Histopatologi, Virulensi dan Mekanisme Penyerangan, Etc



Kerusakan Organ Akibat VNN: (a) Vakuolasi pada retina (Koohkan, et  al.,  2014),  (b)  nekrosis  pada  hati  (Jannah,  et  al.,  2017), (c)   Hemoragi   pada   insang   (Parameswari,   et   al.,   2013), (d) Kerusakan pada insang: Oe. Oedema, Ht. Hipertropi, Hp. Hiperplasia, N. Nekrosis (Yuwanita, et al., 2013), (e) Kerusakan pada insang: x. Hiperplasia, q. Badan Inklusi, y. Hipertropi (Nuryati, et al., 2008) dan (f) Kerusakan pada Hati: OB. Occlusion Body, F. Fibriosis, N. Nekrosis, Cs. Cloudy Swelling, V. Vakuolasi, IB. Inclussion Body (Yuwanita, et al., 2013).

 

Klasifikasi Viral Nervous Necrosis (VNN)

Menurut Chi, et al. (2001), klasifikasi VNN adalah sebagai berikut:

Kingdom : Virus

Divisi : RNA Virus

Class : Single Stranded (+) RNA Virus

Family : Nodaviridae

Genus : Betanodavirus

Spesies : Viral Nervous Necrosis

 

Morfologi Viral Nervous Necrosis (VNN)

Betanodavirus memiliki bentuk yang lurus (linear), memilik dua transkip RNA (transkip RNA 1 dan RNA 2), rantai sense bersifat positif dan untaian RNA bersifat single stranded. Betanodavirus merupakan virus yang tidak memiliki envelope (non-enveloped virus) yang dibungkus dengan isosahedral capsid (lapisan pembungkus RNA yang terdapat pada tubuh virus) dengan diameter antara 29-35 nm. Lapisan pembungkus RNA (kapsid) pada Betanodavirus terdiri dari 32 isomer. Betanodavirus dibagi ke dalam empat genotip berdasarkan urutan nukleotida pada gen protein pada kapsid. Pembagian tersebut diantaranya termasuk RGNNV, SJNNV, BFNNV dan NNV. NNV memiliki partikel virus dengan rata-rata diameter antara 25-34 nm. Virus ini biasanya ditemukan pada bagian otak ikan dengan menggunakan mikroskop elektron (Mao, et al., 2015). Morfologi Betanodavirus disajikan pada Gambar seperti berikut.

 


Gambar Morfologi Betanodavirus. Penampakan morfologi seluruhnya (a) dan penampakan potongan morfologi (b)  (Tang, et al., 2002).

 

Persebaran dan Penyebab Viral Nervous Necrosis (VNN)

Kejadian penyakit VNN di Indonesia dilaporkan terjadi pertama kali pada tahun 1997, di daerah Banyuwangi, Jawa Timur pada budidaya kakap putih kemudian menyebar ke Bali pada tahun 1998, dan merambah ke pembenihan kerapu di Bali yang menyebabkan kematian massal 100%. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa infeksi virus ini terjadi pada lebih dari 40 jenis spesies ikan laut, terutama pada stadia larva dan juvenil yang bisa menyebabkan kematian hingga mencapai prevelensi 100% di hampir seluruh bagian dunia. Namun sekarang yang menjadi perhatian adalah kenyataan bahwa VNN bisa menyerang spesies ikan air tawar, bahkan baru-baru ini VNN menyebabkan kematian massal pada larva nila di Thailand (Prihartini, 2016). Infeksi virus penyebab VNN pada ikan yang dilakukan melalui injeksi intra muskular sangat cepat menyebar dan menginfeksi inang melalui saraf perifer yang ada di otot, kemudian masuk ke dalam sistem saraf pusat dan saraf mata sehingga mengakibatkan ikan kehilangan orientasi berenang dan disfungsi visual. Larva dan juvenil kerapu akan terserang VNN pada suhu 24,5°C-26°C yang merupakan suhu optimal dalam proses infeksi VNN dan dapat menyebabkan kematian pada larva umur 7-45 hari karena sistem saraf yang masih sederhana (Sudaryatma, et al., 2012).

 

VNN merupakan penyakit yang ditemukan menyerang ikan air laut yang dapat menyebabkan kematian yang tinggi pada larva dan juvenil yang terinfeksi. Agen pembawa VNN diidentifikasi berasal dari famili Nodaviridae karena memiliki gen virus dan protein (Chi, et al., 2001). Infeksi alami yang disebabkan oleh VNN termasuk dalam tingkat akut atau parah, dan terjangkitnya penyakit ini sangat hebat ketika virus menyerang pada ikan yang memiliki kondisi stres akibat kepadatan yang tinggi saat budidaya dan temperatur air yang tinggi dalam sistem budidaya (Putri, et al., 2013).

 

Virulensi dan Mekanisme Penyerangan Viral Nervous Necrosis (VNN)

Virulensi adalah tingkat keganasan virus yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit. Tingkat virulensi dipengaruhi oleh jumlah virus, cara virus masuk ke tubuh inang, mekanisme pertahanan inang dan faktor virulensi lainnya. Infeksi virus pada sel dan jaringan selalu menunjukkan adanya gejala klinis atau lesi dan ciri-ciri khusus dari serangan penyakit tersebut, sehingga dapat dilakukan diagnosis berdasarkan ciri-ciri tersebut (Yuwanita, et al., 2013). Di Indonesia dilaporkan bahwa VNN telah menyerang sebagian besar budidaya ikan kerapu dengan tingkat kematian 100%. Penyakit VNN merupakan masalah serius pada budidaya ikan laut terutama kerapu dan kakap karena dapat menyebabkan kematian 50-100% pada larva umur 10-20 hari, sedangkan pada ikan ukuran 2-5 cm dapat menyebabkan kematian sampai 100%, serta kematian kurang dari 20% pada ikan ukuran >15 cm. Virus penyebab VNN umumnya menginfeksi stadia larva sampai juvenil dan menyerang bagian sistem syaraf mata dan otak yang ditandai dengan adanya vakuolasi (Sudaryatma dan Lestari, 2014). Penyakit VNN telah menginfeksi lebih dari 40 spesies ikan pada fase larva dan juvenil. Namun, pada beberapa spesies ikan, VNN juga dapat menyerang ikan dewasa (Nazari, et al., 2014).

 

Mekanisme penyerangan virus RNA pada tahapan pertama yaitu terjadinya penyerangan (attachment) pada sel inang dimana reseptor mulai mengenali virus tersebut pada lapisan membran plasma. Proses berikutnya adalah penetrasi (penetration) yaitu masuknya partikel virus ke dalam sel inang (host), selanjutnya virus akan melepas bagian luar yang melapisi tubuhnya (uncoating) untuk masuk ke dalam sitoplasma dari inang yang terinfeksi. Selanjutnya terjadi proses translasi genom virus RNA menjadi protein-portein. Kemudian, virus akan memperbanyak diri (replication) di dalam membran intraseluler untuk kemudian membentuk virion dan apabila telah sempurna akan melepaskan diri keluar dari sel untuk menginfeksi sel yang lainnya (Setyorini, et al., 2008). Betanodavirus menginfeksi sistem imun non-spesifik dan sistem imun spesifik dari ikan. Beberapa jaringan seperti rongga hidung, sel epitel pada usus dan kulit kemungkinan menjadi jalan masuknya Betanodavirus ke dalam sel inang. Pada kasus infeksi beberapa jenis kerapu oleh Betanodavirus, diperkirakan virus ini menembus bagian sel epitel pada rongga hidung kemudian mencapai saraf olfactory dan selanjutnya menginvasi lobus olfactory dan kemudian virus tersebut melakukan replikasi. Sel epitel pada kulit dan usus juga memungkinkan menjadi jalan masuknya virus VNN. Ketika berada pada tubuh inang, Betanodavirus melakukan perbanyakan diri dan menyebar pada organ target melalui aliran darah sehingga menyebabkan terjadinya lesi pada bagian endokardium. Hipotesis lain menyebutkan bahwa Betanodavirus juga menyerang bagian CNS dengan cara perpindahan axonal melewati saraf otak, kemudian virus tersebut melakukan replikasi pada organ target, sehingga terjadi vakuolasi pada otak ikan yang terserang VNN (Woo dan Cipriano, 2017).

 


Gambar Mekanisme Infeksi VNN pada ikan (Stapleford dan Miller, 2010).

 

Mekanisme Pertahanan Tubuh Ikan

Sistem pertahanan tubuh pada hewan akuatik terdiri dari sistem pertahanan tubuh non-spesifik (innate) dan sistem pertahanan spesifik (adaptive). Pada ikan, respon imunitas dibentuk oleh jaringan limfoid yang menyatu dengan jaringan mieloid yang disebut sebagai jaringan limfomeioid. Pada ikan teleost jaringan limfomieloidnya adalah limfa, timus dan ginjal depan. Berbeda dengan udang, pada ikan terdapat populasi sel B dan sel T. Sel-sel ini sangat berperan dalam respon imunitas baik seluler maupun humoral. Pada sistem imun non spesifik, respon dan faktor humoral terdiri dari transferin, interferon, protein C-reaktif, lectin dan enzyme lysozyme, sedangkan respon dan faktor seluler tediri dari sel makrofag, sel natural killer dan neutrofil. Selain itu bagian tubuh ikan seperti kulit, sisik dan mukus pada permukaan tubuh dan insang juga merupakan alat pertahanan tubuh ikan yang bersifat non spesifik. Respon humoral pada sistem imun adaptive merupakan respon yang bersifat spesifik dan dilakukan oleh suatu substansi yang dikenal sebagai antibodi atau imunoglobulin dimana antibodi tersebut diproduksi oleh limfosit B (sel B), sedangkan respon seluler ikan bersifat spesifik dilakukan oleh cell mediated imunity (sel T) (Alifuddin, 2002).

 

Sama seperti hewan vertebrata lainnya, ikan memiliki respon imun seluler dan humoral serta organ-organ yang berperan dalam menjaga pertahanan tubuh ikan (Tort, et al., 2003). Sistem pertahanan tubuh tersebut akan bekerja setiap adanya infeksi mikroorganisme baik bakteri, virus dan parasit maupun jamur ke dalam tubuh ikan. Pada ikan, sistem pertahanan tubuh terdiri dari sistem pertahanan innate atau sistem pertahanan bawaan /alami atau disebut juga sistem pertahanan non spesifik dan sistem pertahanan dapatan atau yang diinduksi (Acruired) yaitu sistem pertahanan yang akan berfungsi dengan baik apabila diinduksi dengan pemaparan pada patogen atau produk-produk yang berasal dari patogen tersebut (misalnya : LPS dan vaksin). Namun pada ikan lebih mengandalkan sistem pertahanan tubuh nonspesifiknya daripada sistem kekebalan tubuh spesifiknya. Pada ikan, respon imun baru terbentuk secara sempurna setelah ikan dewasa. Ikan-ikan muda tidak mempunyai respon imun spesifik yang sempurna dan bergantung pada respon selular non-spesifik untuk bertahan dari serangan infeksi mikroba. Pertahanan nonspesifik merupakan pertahanan utama pada ikan stadia benih dan ikan muda. Sistem imun nonspesifik pada ikan terdiri dari penghalang fisik seperti mukus dan kulit, sel-sel fagositik yang terdiri dari monosit, makrofag dan leukosit granulosit (basofil, eusinofil, neutrofil). Ketika terdapat zat asing yang masuk ke dalam tubuh, sel-sel fagosit akan mengenali dan menelan partikel-partikel antigenik, termasuk bakteri dan sel-sel inang yang rusak melalui tiga tahapan proses yaitu pelekatan, fagositosis dan pencernaan. Pelekatan pada permukaan sel bersifat selektif dan sel-sel inang yang sehat tidak akan ditelan karena adanya mekanisme pengecualian tipe I MHC (MHC Type I exclusion mechanism) meskipun identifikasi gen-gen MHC terbatas pada beberapa spesies saja. Dampak dari proses fagositik tersebut akan menimbulkan inflamasi sebagai respon protektif awal tubuh dalam mengalangi upaya patogen dan menghancurkannya. Sementara untuk sistem kekebalan tubuh spesifik pada ikan mengarah pada pembentukan antibodi. Antibody akan disintesis ketika ada respon dari luar berupa antigen yang kemudian dipresentasikan oleh sel-sel yang bertugas mempresentasikan antigen (Antigen presenting cells, APCs), antara lain makrofag, sel-sel dendrit dan lymphocyte B (sel B). APCs akan mempresentasikan epitop (determinan antigen) kepada sel T helper melalui molekul MHC (Major histocompatibility complex) kelas II. Sel T akan menerima epitop-epitop tersebut menggunakan reseptor yang disebut TCR (T cell receptor). Setelah menerima kiriman epitop dari APCs, sel T helper kemudian meresponnya dengan mensekresi sitokin. Sitokin (seperti interleukin) tersebut selanjutnya diterima oleh sel B dan sel B akan merespon signal yang diterima dengan mengadakan proliferasi menjadi sel B memori dan sel-sel plasma. Sel B memori akan mengingat epitop yang pernah diterima dengan membentuk reseptor khusus yang secara spesifik mengenali epitop tersebut sehingga ketika epitop yang sama masuk ke dalam tubuh, dengan cepat akan dikenali oleh sel B dan dengan segera akan direspon. Sedangkan sel-sel plasma bertanggung jawab terhadap sintesis antibody (protein immunoglobulin) yang bertugas menghancurkan antigen sasarannya bersama sel T killer (Ode, 2013).

 

Gejala Klinis Viral Nervous Necrosis (VNN)

VNN merupakan salah satu jenis virus yang berbahaya dan sering menyebabkan kerugian pada kegiatan budidaya perikanan. Virus ini telah banyak dilaporkan menginfeksi ikan laut yang dibudidayakan di Indonesia dan telah ditetapkan dalam Kepmen nomor 26 tahun 2013 sebagai Hama Penyakit Ikan Karantina (HPIK) golongan 1 (Fitriatin dan Manan, 2015). Hasil gejala klinis ikan yang terinfeksi VNN adalah wierling atau berenang memutar, menengadah, berdiam diri di dasar seolah-olah mati, warna tubuh lebih gelap. Virus VNN menyerang syaraf otak, sehingga motorik rusak. Hal tersebut mengakibatkan tidak seimbangnya antara keinginan makan maupun keseimbangan dalam air dengan motorik. Tingkat kelulushidupan yang rendah pada ikan yang terserang VNN diduga karena sifat dari virus VNN yang tidak dapat dimatikan dan bersifat aktif dalam sel inang yang mendukung kehidupannya (Amelia dan Prayitno, 2012).

 

VNN dapat ditularkan melalui air dari ikan yang terinfeksi ke ikan yang sehat dalam waktu 4 hari. Nodavirus juga dapat terdeteksi pada ikan tanpa tanda-tanda penyakit klinis. Gejala klinis ikan yang terinfeksi VNN tampak berputar-putar dan perilaku berenang horizontal serta terjadi inflasi gelembung renang. VNN menyerang bagian otak sehingga menyebabkan ikan berenang berputar, mengambang di permukaan dengan perut menghadap ke atas dan pigmentasi yang lebih pekat pada warna ikan (Lestari dan Sudaryatma, 2014).

 

Histopatologi Viral Nervous Necrosis (VNN)

Pemeriksaan histopatologi pada ikan dapat memberikan gambaran perubahan jaringan ikan yang terinfeksi penyakit. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai gambaran histopatologi ikan untuk mengetahui kondisi kesehatan ikan (Insivitawati, et al., 2015). Gambaran histopatologis yang diamati adalah ukuran sel, warna dan kerusakan jaringan. Penilaian tingkat kerusakan jaringan diperoleh dari jumlah kerusakan yang terjadi pada setiap jaringan (Fauzy, et al., 2014).

 

Ikan yang menunjukkan gejala klinis terinfeksi VNN dinekropsi diambil organ mata dan otaknya. Ikan yang telah dinekropsi selanjutnya diuji menggunakan metode uji histopatologi dengan pewarnaan hemaktosilin dan eosin dan diamati di bawah mikroskop perbesaran 400 kali (Novisa, et al., 2015). Pada gambaran histologi ikan yang terserang penyakit VNN, terlihat banyak ruang-ruang kosong pada otak, mata dan sumsum tulang belakang. Terjadi hemoragi di hati dan limpa, serta terjadi infiltrasi sel radang terutama pada mononukleus (Sudaryatma, et al., 2012). Organ mata dan otak merupakan organ yang diambil pada saat preparasi sampel untuk menganalisa Nodaviridae sebagai agen penyebab VNN. Infeksi virus yang digolongkan ke dalam genus Betanodavirus dan family Nodaviridae ini juga menunjukkan karakteristik terjadinya vakuolisasi kuat pada sistem saraf pusat dan retina mata (Novriadi, et al., 2015). Pada otak, vakuolisasi terjadi pada lapisan stratum griseum ventricular dan lapisan stratum album central pada bagian mesencephalon, selain itu vakuola juga dapat ditemukan pada daerah olfactory septal, ventral dan dorsal pada telencephalon. Sementara kerusakan pada mata, terjadi pada bagian lapisan ganglion pada retina (Nazari, et al., 2014). Pada pengamatan histopatologi ginjal ikan yang terinfeksi VNN dengan pemberian jintan hitam 2,5%, ditemukan adanya nefritis kronis (peradangan pada glomerulus). Hal tersebut ditandai dengan adanya infiltrasi sel limfosit. Infiltrasi limfosit merupakan penimbunan bahan patologis dalam jaringan atau sel yang tidak normal atau dalam jumlah yang berlebihan (Sari, et al., 2014). Menurut Zorriehzahra, et al. (2016), pada pengamatan histopatologi, didapatkan hasil bahwa tidak terdapat lesi (luka) pada jaringan usus. Namun, terjadinya bengkak pada usus merupakan salah satu deteksi ikan yang terserang VNN.

 

Kerusakan Organ Akibat Viral Nervous Necrosis (VNN)

VNN merupakan salah satu virus yang paling banyak menyerang organisme budidaya laut. Hasil diagnosa ikan yang terinveksi VNN, menunjukkan adanya vakuolisasi (kerusakan) yang tejadi pada telencephalon, mesencephalon dan cerebellum. Pada lapisan nuklear dan lapisan ganglion retina juga ditemukan adanya vakuolisasi, selain itu ditemukan pula adanya kerusakan berupa hiperplasia pada gelembung renang (Toufan, et al., 2017). Kerusakan berupa nekrosis, pembengkakan serta adanya bercak merah (ptechiae) juga ditemukan pada bagian operkulum, selain itu pembengkakan juga terjadi pada limpa dan ginjal ikan (Novriadi, et al., 2015). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Yuwanita, et al., (2013), ditemukan kerusakan akibat infeksi VNN pada beberapa organ yang diamati histopatologinya, seperti mata, otak, insang, hati, ginjal dan usus. Ditemukan adanya vakuolasi pada otak, spinal cord dan retina yang merupakan organ target untuk replikasi virus. Selain vakuolasi, ditemukan pula adanya kerusakan berupa hemoragi dan nekrosis pada otak. Kerusakan yang tejadi pada insang antara lain hipertropi, hiperplasia, oedema, vakuolasi dan nekrosis. Pada hati tejadi vakuolasi, nekrosis, inclusion body, occlusion body, fibriosis dan cloudy swelling. Pada ginjal ditemukan adanya vakuolasi, hipertropi dan cloudy swelling, sedangkan pada usus terjadi nekrosis dan vakuolasi.

 

Kerusakan tingkat sedang pada organ yang terserang penyakit ditandai dengan adanya hemoragi, sedangkan kerusakan tingkat berat ditandai dengan adanya nekrosis (Jannah, et al., 2017). Nekrosis merupakan sel-sel yang mempunyai aktivitas yang sangat rendah dan akhirnya mengalami kematian sel jaringan sehingga menyebabkan hilangnya fungsi pada daerah yang mengalami nekrosis (Sarjito, et al., 2007). Kematian sel ini terjadi bersama dengan pecahnya membran plasma. Nekrosis diawali dengan terjadinya reaksi peradangan hati berupa pembengkakan hepatosit dan kematian jaringan. Hemoragi atau pendarahan pada organ yang terserang VNN ditandai dengan adanya bintik darah dalam pembuluh darah (Triadayani, et al., 2010). Nekrosis merupakan pertanda bahwa telah terjadi kerusakan kronis yang bersifat irreversibel.

 

Sementara hemoragi terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Hal ini memicu terjadinya infiltrasi leukosit (Rahayu, et al., 2013). Timbulnya hemorrhagic akan diikuti oleh luka-luka borok pada kulit yang dapat meluas ke jaringan otot dan insang sehingga ikan sulit bernafas. Hiperplasia lamella sekunder pada insang terjadi akibat adanya pembelahan sel epitel yang tidak terkontrol dan pada lamella primer disebabkan oleh pembelahan sel-sel chlorid secara berlebihan. Hiperplasia sel-sel lamella insang diawali dengan beberapa kejadian diantaranya edema, kematian sel dan lepasnya sel-sel epithelium pada lamella insang (Hastari, et al., 2014). Hiperplasia menyebabkan penebalan jaringan epitel di ujung filamen yang memperlihatkan bentuk seperti bisbol atau penebalan jaringan yang terletak di dekat dasar lamela. Terjadinya edema akan diikuti oleh lepasnya epitel dari lamela sekunder yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi epitel sebagai penangkap gas terlarut (Saputra, et al., 2013). Edema atau disebut juga dengan pembengkakan dapat mengakibatkan eritrosit menjadi mudah pecah dan berubah bentuk sehingga terjadi degenerasi hal ini dapat menyebabkan asphyxia (kesulitan bernafas karena kekurangan oksigen), sehingga dapat menyebabkan kematian ikan (Sukarni, et al., 2012). Badan inklusi merupakan benda asing yang terbentuk akibat serangan virus. Benda asing ini terdapat di dalam nukleus/intranuklear dan badan ini merupakan timbunan benda asing yang bentuk dan ukurannya bervariasi, berwarna merah keunguan, eosinofilik, basofilik ataupun amfofilik. Infeksi virus dalam jaringan tersebut membentuk area-area yang kosong tempat sel-sel virus pernah ada, akan tetapi telah ditinggalkan oleh virus dan inti sel mengalami hipertrofi basofilik. Badan inklusi yang mengalami hipertrofi basofilik ditandai dengan inti nukleus berwarna biru karena dominan menyerap basofil dan ukurannya mengalami pembesaran. Hal ini menjelaskan bahwa semakin tinggi tahap infeksi maka semakin pekat warna dan semakin besar diameter badan inklusinya (Nazaruddin, et al., 2014). Hasil pengamatan histopatologi pada ikan yang terinveksi VNN ditemukan adanya kerusakan hipertropi dan terbentuknya vakuola pada otak. Hipertropi merupakan peristiwa dimana sel mengalami pembesaran, sedangkan vakuola merupakan ruang-ruang kosong pada sitoplasma (Amelia dan Prayitno, 2012).  Vakuola  atau  ruang  yang  kosong  pada  lamela  primer  terjadi  karena adanya nekrosis/kematian  suatu sel atau sekelompok sel (Sukarni, et al., 2012). Kerusakan-kerusakan yang tejadi pada organ ikan yang terserang VNN disajikan pada Gambar seperti berikut.

 


Gambar Kerusakan Organ Akibat VNN: (a) Vakuolasi pada retina (Koohkan, et  al.,  2014),  (b)  nekrosis  pada  hati  (Jannah,  et  al.,  2017), (c)   Hemoragi   pada   insang   (Parameswari,   et   al.,   2013), (d) Kerusakan pada insang: Oe. Oedema, Ht. Hipertropi, Hp. Hiperplasia, N. Nekrosis (Yuwanita, et al., 2013), (e) Kerusakan pada insang: x. Hiperplasia, q. Badan Inklusi, y. Hipertropi (Nuryati, et al., 2008) dan (f) Kerusakan pada Hati: OB. Occlusion Body, F. Fibriosis, N. Nekrosis, Cs. Cloudy Swelling, V. Vakuolasi, IB. Inclussion Body (Yuwanita, et al., 2013).

 

Penulis

Anissa Zalsabilla

Fpik Universitas Brawijaya Angkatan 2014

 

Publisher

Gery Purnomo Aji Sutrisno

Fpik Universitas Brawijaya Angkatan 2015

 

Daftar Pustaka

Amelia, N. dan S. B. Prayitno. 2012. Pengaruh ekstrak daun jambu biji (Psidium guajava) untuk menginaktifkan Viral Nervous Necrosis (VNN) pada ikan kerapu bebek (Epinephelus fuscoguttatus). Journal of Aquaculture Management and Technology. 1(1): 264-278.

Chi, S. C., B. J. Lo and S. C. Lin. 2001. Charcterization of grouper nervous necrosis virus (GNNV). Journal of Fish Diseases. 24: 3-13.

Chi, S.C., C. F. Lo, G. H. Kou, P. S. Chang, S. E. Peng and S. N. Chen. 1997. Mass mortalities associated with Viral Nervous Necrosis (VNN) disease in two species of hatchery-reared grouper, Epinephelus fuscogutatus and Epinephelus akaara (Temminck & Schlegel). Journal of Fish Diseases.20: 185–193.

Fauzy, A., Tarsim dan A. Setyawan. 2014. Histopatologi organ kakap putih (Lates calcarifer) dengan infeksi Vibrio alginolyticus dan jintan hitam (Nigella sativa) sebagai imunostimulan. Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan. 3(1): 320-326.

Fitriatin, E. dan A. Manan. 2015. Pemeriksaan Viral Nervous Necrosis (VNN) pada ikan degan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 7(2): 149-152.

Hastari, I. F., Sarjito dan S. B. Prayitno. 2014. Karakterisasi agensia penyebab vibriosis dan gambaran histologi ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) dari karamba jaring apung Teluk Hurun Lampung. Jurnal of Aquaculture Management and Technology. 3(3): 86-94.

Jannah, R., Rosmaidar, Nazaruddin, Winaruddin, U. Balqis dan T. Armansyah. 2017. Pengaruh paparan timbal (Pb) terhadap histopatologis hati ikan nila (Oreochromis nilloticus). JIMVET. 1(4): 742-748.

Koohkan, O., R. Abdi, S. J. Zorriehzahra, A. Movahedinia dan I. Sharifpoor. 2014. Acute mortality of Liza klunzingeri in Persian Gulf and Oman Sea associated with nervous necrosis. Comp Clin Pathol. 23: 367-370.

Lestari, A. T. dan P. E. Sudaryatma. 2014. Studi imunohistokimia darah dan suspensi organ kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) yang diinfeksi virus isolat lapang pengebab Viral Nervous Necrosis. Jurnal Sain Veteriner. 32(1): 85-92.

Mao, M., Wen, S., A. Peralvarez-Marin, Li, H., Jiang, J., Jiang, Z., Li, X and Lu, H. 2015. Evidence for and characterization of nervous necrosis virus infection in Pacific cod (Gadus macrocephalus). Arch Virol. 160: 2237-2248.

Nazari, A., M. D. Hassan, M. J. Zorriehzahra, T. I. Azmi and S. S. Arshad. 2014. Pathogenicity of viral nervous necrosis virus for guppy fish, Poecilia reticulata. Irian Journal of Fisheries Science. 13(1): 168-177.

Nazaruddin, D. Aliza, S. Aisyah, Zainuddin dn Syafrizal. 2014. Gambaran histopatologis hepatopankreas udang windu (Penaeus monodon) akibat infeksi virus Hepatopancreatica parvovirus (HPV). Jurnal Kedokteran Hewan. 8(1): 27-19.

Novisa, E., Tarsim dan E. Harpeni. 2015. Pengaruh jintan hitam (Nigella sativa) terhadap histopatologi organ kakap putih (Lates calcarifer) yang terinfeksi Viral Nervous Necrosis secara buatan. Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan. 3(2): 384-388.

Novriadi, R., S. Agustatik dan T. Dwi. 2015. Identifikasi keberadaan Nervous Necrosis Virus dan Iridovirus pada budidaya ikan laut di wilayah kerja balai perikanan budidaya laut Batam. Omni-Akuatika. 14(2): 54-62.

Novriadi, R., S. Agustatik, S. Bahri, D. Sunantara dan E. Wijayanti. 2014. Distribusi patogen dan kualitas lingkungan pada budidaya perikanan laut di Provinsi Kepulauan Riau. Depik. 3(1): 83-90.

Nuryati, S., P. Giri dan Y. Hadiroseyani. 2008. Efektivitas ekstrak bawang putih Allium sativum terhadap ketahanan tubuh ikan mas Cyprinus carpio yang diinfeksi Koi Herpes Virus (KHV). Jurnal Akuakultur Indonesia. 7(2): 139-150.

Parameswari, W., A. D. Sasanti dan Muslim. 2013. Populasi bakteri, histologi, kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih ikan gabus (Channa striata) yang dipelihara dalam media dengan pemberian probiotik. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia. 1(1): 76-89.

Prihartini, N. C. 2016. Distribusi pathognomik virulensi VNN (Viral Nervous Necrotic) pada benih nila (Oreochromis sp.). Jurnal Ilmu Perikanan. 7(2): 51-56.

Putri, R. R., U. Yanuar dan A. M. Suryanto. 2013. Perubahan struktur jaringan mata dan otak pada larva ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis) yang terinfeksi Viral Nervous Necrosis (VNN) denganpemeriksaan Scanning Electron Microscope (SEM). MSPi Student Journal. 1(1): 1-10.

Rahayu, S. D., Z. L. Zulfatin dan A. Nuriliani. 2013. Efek Histopatologis insektisida λ-cyhalothrin terhadap insang, hati, dan usus halus ikan nila (Oreochromis niloticus L., 1758). Biosfera. 30(2): 53-65.

Saputra, H. M., N. Marusin dan P. Santoso. 2013. Struktur histologis insang dan kadar hemoglobin ikan asang (Osteochilus hasseltii C.V) di Danau Singkarak dan Maninjau, Sumatera Barat. Jurnal Biologi Universitas Andalas. 2(2): 138-144.

Sari, S. D., Wardiyanto dan A. Setyawan. 2014. Profil histopatologi kerapu tikus (Cromileptes altivelis) yang distimulasi jintan hitam (Nigella sativa) dan diinfeksi Viral Nervous Necrosis (VNN). Aquasains. 3(1): 208-212.

Sarjito, S.B. Prayitno, O.K. Radjasa dan S. Hutabarat. 2007. Karakterisasi dan pathogenesitas agensia penyebab vibriosis pada kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) dari Karimunjawa. Aquaculture Indonesiana. 8(2) : 89-95.

Setyorini, N., A. Khusnah dan L. Widajatiningrum. 2008. Kelangsungan hidup ikan koi (Cyprinus carpio) yang terinveksi KHV (Koi herpesvirus). Berkala Ilmiah Perikanan. 3(1): 57-65.

Stapleford, K. A. and D. J. Miller. 2010. Role of cellular lipids in positive-sense RNA virus replication complex assembly and function. Virruses. 2: 1055-1068.

Sudaryatma, P. E. dan A. T. Lestari. 2014. Imunohistokimia patogenitas Viral Nervous Necrosis isolat lapang Bali yang diinfeksikan pada kerapu macan budidaya. Acta Veterinaria Indonesiana. 2(2): 54-61.

Sudaryatma, P. E., A. T. Lestari, N. L. Sunarsih, K. S. Widiarti, S. N. Hidayah dan D. Srinoto. 2012. Imunositokimia Streptavidin biotin: deteksi dini Viral Nervous Necrosis Virus pada lendir ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus). Jurnal Sains Veteriner. 30(1): 99-109.

Sudaryatma, P. E., A. T. Lestari, Y. Trisnasari, D. L. Lidayana dan W. Nurlita. 2012. Pemeriksaan Viral Nervous Necrosis virus pada sampel air pemeliharaan ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) dengan metode imunositokimia Sterptavidin biotin. Jurnal Sains Veteriner. 30(2): 2-11.

Sukarni, Maftuch dan H. Nursyam. 2012. Kajian penggunaan ciprofloxacin terhadap histologi insang dan hati ikan botia (Botia macracanthus, Bleeker) yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila. J. Exp. Life. Sci. 2(1): 6-12.

Tang, L., Lin, C., N. K. Krishna, M. Yeager, A. Schneeman and J. E. Johnson. 2002. Virus-like particles of a fish nodavirus display a capsid subunit domain organization different from that of insect nodaviruses. Journal of Virology. 76(12): 6370-6375.

Toufan, A., F. Pascoli, T. Pretto, V. Panzarin, M. Abbadi, A. Buratin, R. Quartesan, D. Gijon and F. Padros. 2017. Viral Nervous Necrosis in gilthead sea bream (Sparus aurata) caused by reassortant betanodavirus RGNNV/SJNNV: an emerging threat for Mediterranean aquaculture. Scientific Report. 7: 1-13.

Triadayani, A. E., R. Aryawati dan G. Diansyah. 2010. Pengaruh logam timbal (Pb) tehadap jaringan hati ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis). Maspari Journal. 01: 42-47.

Woo, P. T. K. and R. C. Cipriano. 2017. Fish Viruses and Bacteria Pathobiology and Protection. CABI. UK. 364 p.

Yuwanita, R., U. Yanuhar dan Hardoko. 2013. Pathognomonic of Viral Nervous Necrotic (VNN) virulence on larvae of humpback grouper (Cromileptes altivelis). Advances in Environmental Biology. 7(6): 1074-1081.

Zorriehzahra, M. E. J., M. Ghasemi, M. Ghiasi, S. H. Karsidani, G. Bovo, A. Nazari, M. Adel V. Arizza dan K. Dharma. 2016. Isolation and confirmation of Viral Nervous Necrosis (VNN) disease in golden grey mullet (Liza aurata) and leaping mullet (Liza saliens) in the Iranian waters of the Caspian Sea. Veterinary Microbiology. 190: 27-37.

Post a Comment for "Viral Nervous Necrosis (VNN); Klasifikasi, Morfologi, Histopatologi, Virulensi dan Mekanisme Penyerangan, Etc"