Suhu, Kecerahan, DO, CO2, PH, Nitrat, Nitrogen, NH3, Orthofosfat, Cahaya, Kecerahan, Ammonium, FCR, SR, GR (Dasar Akuakultur Atau Aquaculture)


Jepang, Taman, Kolam, Niwa, Koi, Ikan, Merah, Hijau

Kisaran Suhu Optimal Ikan, Nilai Kecerahan Kelangsungan Hidup Ikan, Oksigen Terlarut Dalam Air (Dissolved Oxygen = Do), Karbondioksida (C02) Dalam Air, Ph Perairan, Nitrit Nitrat Nitrogen Perairan, Kadar Amonia (Nh3) Suatu Perairan Tercemar, Amonia (Nh3) Di Perairan, Orthofosfat Perairan, Pengaruh Cahaya Pada Suhu Air,  Faktor Yang Mempengaruhi Suhu Perairan, Kecerahan Perairan, Oksigen Terlarut (Do) Pagi Dan Sore, Karbondioksida (Co2) Merupakan, Kadar Karbondioksida (Co2) Perairan, Kisaran Ph Di Air, Pengertian Ph Adalah, Peningkatan Nitrat (No3) Di Perairan, Kadar Nitrat (No3) Perairan, Kadar Ammonia (Nh3) Untuk Kehidupan Ikan, Kandungan Ammonia (Nh3) Yang Bisa Mematikan Ikan Nila, Menurunkan Kadar Ammonium, Kandungan Fosfat Di Perairan Alami, Rasio Konversi Pakan  Atau  Feed Conversion Ratio (Fcr), Rasio Koversi Pakan (Fcr) Adalah, Survival Rate (Sr) Merupakan, Pengertian Kelangsungan Hidup (Sr), Pertumbuhan Ikan Gr (Growth Rate), Perlakuan Pakan Yang Memberikan Laju Pertumbuhan Mutlak, Produksi Ikan Nila Secara Monokultur, Lama Pemeliharaan (Pembesaran) Ikan Nila Antara Umur  3 – 6 Bulan


KISARAN SUHU OPTIMAL IKAN DI PERAIRAN TROPIS
Kisaran suhu optimal bagi kehidupan ikan di perairan tropis adalah antara 280 C - 320 C. Pada kisaran tersebut konsumsi oksigen mencapai 2,2 mg/g berat tubuh/jam. Dibawah suhu 250 C, konsumsi oksigen mencapai 1,2 mg/g berat tubuh/jam. Pada suhu 12 - 180 C mulai berbahaya bagi ikan, sedangkan di bawah 120 C ikan tropis mati kedinginan. Secara teoritis, ikan tropis masih hidup normal pada suhu 30 - 350 C apabila konsentrasi oksigen terlarut cukup tinggi (Kordi dan Tancung, 2005 dalamKamsuri, 2013). Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu penyebaran organisme baik dilautan maupun di perairan tawar dibatas oleh suhu perairan tersebut.Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kehidupan biota air.Secara umum, laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu, dapat menekan kehidupan hewan budidaya bahkan menyebabkan kematian bila peningkatan suhu sampai ekstrim (drastis) (Kordidan Andi, 2009)

NILAI KECERAHAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN
Menurut Asmawai (1993) dalam Suyantri (2011), nilai kecerahan perairan yang baik untuk kelangsungan organisme yang hidup di dalamnya adalah lebih besar dari 45 cm. Bila kecerahan lebih kecil dari 45 cm, maka pandangan ikan akan terganggu. Pendapat Cholik (1986) dalam Rukmini (2011) bahwa nilai kecerahan yang baik dan layak untuk kelangsungan hidup ikan dan organisme lainnya adalah lebih dari 45 cm. Adapun menurut Chairuddin (1989) dalam Rukmini (2011) nilai kecerahan perairan rawa pada umumnya > 30 cm karena warna air coklat hitam.

OKSIGEN TERLARUT DALAM AIR (DISSOLVED OXYGEN = DO)
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan. Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen dalam suatu perairan berasal dari suatu proses difusi dari udara bebas dan hasil foto sintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Salmin, 2008). Oksigen adalah salah satu unsur kimia yang sangat penting sebagai penunjang utama kehidupan berbagai organisme. Oksigen dimanfaatkan oleh organisme perairan untuk proses respirasi dan menguraikan zat organik menjadi zat anorganik oleh mikroorganisme. Oksigen terlarut dalam air berasal dari difusi udara dan hasil fotosintesis organisme berklorofil yang hidup dalam suatu perairan dan dibutuhkan oleh organisme untuk mengoksidasi zat hara yang masuk kedalam tubuhnya (Nybakken, 1988 dalam Simanjuntak, 2007).

KARBONDIOKSIDA (C02) DALAM AIR
Karbondioksida merupakan produk dari respirasi yang dilakukan oleh  tanaman maupun hewan. Ketersediaan karbondioksida adalah sumber utama untuk fotosintesis, dan pada banyak cara menunjukkan hubungan keterbalikan dengan oksigen. Meskipun suhu merupakan faktor utama dalam regulasi konsentrasi oksigen dan karbondioksida, tetapi hal ini juga tergantung pada fotosintesis tanaman, respirasi dari semua organisme, aerasi air, keberadaan gas – gas lainnya dan oksidasi kimia yang mungkin terjadi (Goldman dan Horne, 1983) dalam Apridayanti, 2008). Menurut Saeni (1989) dalam Kasry dan El Fajri, 2013, gas karbondioksida yang terdapat dalam air dihasilkan dari penguraian bahan – bahan organik oleh bakteri. Bahkan ganggang mempergunakan karbondioksida dalam fotosintesis dan menghasilkannya melalui proses metabolisme dalam keadaan tanpa cahaya.

PH PERAIRAN
Tingkat keasaman (pH) perairan merupakan parameter kualitas air yang penting dalam ekosistem perairan tambak. Perubahan pH ditentukan oleh aktivitas fotosintesis dan respirasi dalam ekosistem. Fotosintesis memerlukan karbon di oksida, yang oleh komponen autotrof akan dirubah menjadi monosakarida. Penurunan karbon dioksida dalam ekosistem akan meningkatkan pH perairan. Sebaliknya, proses respirasi oleh semua komponen ekosostem akan meningkatkan jumlah karbon dioksida, sehingga pH perairan menurun (Wetzel, 1983 dalam Izzati, 2008). Hasil pengukuran pH air menunjukkan kisaran pH 6.8 – 7.6 dengan nilai rerata 6.99. Hal ini menunjukkan bahwa nilai pH relatif mendekati netral. Nilai pH tanah menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan air yaitu berkisar 5.7 – 7.4 dengan nilai rerata 6.48 dan cenderung asam. Kecenderungan nilai pH tanah lebih rendah dari pada pH air ini mungkin disebabkan karena adanya akumulasi zat organik berupa akar-akar kayu dan dedaunan di dasar perairan dan yang sedang mengalami pembusukan. Proses ini akan menghasilkan CO2 yang berpengaruh pada nilai pH dan menurunkan kandungan oksigen terlarut (Zonneveld et al., 1993 dalam Muchlisin,2009).

NITRIT NITRAT NITROGEN PERAIRAN
Nitrit (NO2) biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit lebih sedikit dari pada nitrat, karena tidak stabil dengan keberadaan oksigen.Nitrit merupakan bentuk peralihan (Intermediate) antara amonia dan nitrat (Nitrifikasi). NitrifikasiReduksi nitrat (Denitrifikasi) oleh aktivitas mikroba pada kondisi anaerob, yang merupakan proses yang biasa terjadi pada pengolahan limbah, juga menghasilkan gas amonia dan gas-gas lain, misalnya N2O, NO2, NO dan N2.Nitrogen dan senyawanya tersebar secara luas dalam biosfer. Lapisan atmosfer bumi mengandung sekitar 78% gas nitrogen. Bebatuan juga mengandung nitrogen. Pada tumbuhan, hewan senyawa nitrogen ditemuka n sebagai penyusun protein dan klorofil. Di perairan, nitrogen berupa nitrogen anorganik dan organik. Nitrogen anorganik terdiri atas amonia (NH3), ammonium (NH4), nitrit (NO2), nitrat (NO3) dan molekul gas N2, sedikit nitrogen organik berupa protein, asam amino dan urea.(Effendi,2003 dalam Ida, 2009)

KADAR AMONIA (NH3) SUATU PERAIRAN TERCEMAR
Kadar Amonia (NH3) suatu perairan yang  tercemar memiliki kisaran nilai yang berbedabeda. Terdapat pada zona A2 dan terendah terdapat pada zona A1. Kadar NH3 di zona A3 yang memiliki nilai paling tinggi yaitu 2,16 mg/L. Pada zona A1 dengan kisaran rata-rata antara 0,2-0,3 mg/L. Padahal, untuk perikanan maksimal kadar amonia adalah 0,016 mg/l. Dengan NH3 maksimal yang diperbolehkan untuk pemeliharaan udang yaitu _ 0,1 ppm (Mintardjo et al, 1984 dalam hendrawati et al., 2008)

AMONIA (NH3) DI PERAIRAN
Jika pH kolam tinggi, daya racun ammonia meningkat sebab sebagian besar berada dalam NH3. Sedangkan ammonia dalam bentuk molekul dapat menembus bagian membrane sel lebih cepat dari ion NH4. Presentase NH3 dari ammonia total dipengaruhi oleh salinitas, konsentrasi oksigen, suhu dan pH air. Semakin suhu pH air semakin tinggi penetrasi konsentrasi NH3, dalam artian peluang biota budidaya beracun NH3 lebih besar daripada suhu dan juga pH yang tinggi ( Kordi,2010). Menurut Spencer (2006), bahwa kadar ammonia dipicu oleh tinggi rendahnya suhu pada perairan. Fluktuasi tersebut akan menyebabkan perbedaan tingkat respirasi bakteri yang akan mengakibatkan perombakan protein dalam perairan. Oksidasi ammonia juga berjalan dengan cepat sehingga substansi itu menjadi NO2 dan NO3 pada air mengalir dengan bantuan pengikat nitrogen.

ORTHOFOSFAT PERAIRAN
Menurut Astuti (2015), Fosfat merupakan hara penting untuk tumbuhan air dan alga, serta merupakan salah satu factor pembatas untuk pertumbuhan alga. Konsentrasi ortofosfat dalam perairan mengalami fluktuasi (naik turun) selama aerasi.  Aerasi selama beberapa minggu di lapisan hipolimnion dapat menyebabkan penurunan orthofosfat pada lapisan hipolimnion. Selama aerasi, konsentrasi fosfat di permukaan perairan menurun sementara di dasar perairan meningkat yang diduga di dasar perairan mendapat tambahan fosfat dari pelepasan fosfat dari dasar perairan. Konsentrasi orthofosfat yang dapat menyebabkan eutrofikasi adalah 0.031 – 0.1 mg/L. Setiap senyawa fosfat terdapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi atau terikat dalam bentuk terlarut. Dalam air limbah senyawa fosfat dapat berasal dari limbah penduduk, industri dan pertanian. Di daerah pertanian ortofosfat berasal dari bahan pupuk yang masuk ke dalam sungai melalui drainase (mengalirkan) dan aliran air hujan. Polifosfat dapat memasuki sungai melalui air buangan penduduk dan industri yang menggunakan bahan deterjen yang mengandung fosfat seperti industri pencucian, industri logam dan sebagainya. Fosfat organik terdapat dalam air buangan penduduk (tinja) dan sisa makanan. Fosfat organik dapat pula terjadi dari ortofosfat yang terlarut melalui proses biologis karena baik bakteri maupun tanaman menyerap fosfat bagi pertumbuhan (Rumondang, 2009 dalam Yogiarti et al ., 2014)

PENGARUH CAHAYA PADA SUHU AIR
Menurut Closset et al.(2006) dalam Retnaningdyah et al.(2011), cahaya juga berfungsi dalam memanasi air sehingga terjadi perubahan suhu pada perairan. Pengaruh cahaya pada suhu yaitu semakin lama dan besar intensitas cahaya, maka suhu air akan semakin meningkat. Perubahan suhu mempengaruhi tingkat kesesuaian perairan sebagai habitat, karena pada organisme memiliki kisaran minimum dan maximum suhu untuk kehidupannya.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SUHU PERAIRAN
Menurut Yumameet et al.(2013), terdapat factor-faktor yang mempengaruhi suhu perairan. Faktor-faktor tersebut antara lain letak ketinggian dari permukaan laut, letak tempat terhadap garis edar matahari, musim, cuaca, waktu pengukuran, kedalaman air dan kegiatan manusia di sekitar perairan, misalnya industry dan pemukiman. Proses pencernaan yang dilakukan oleh ikan, akan berjalan sangat lambat pada suhu yang rendah, tetapi lebih cepat pada perairan yang suhunya lebih tinggi.

KECERAHAN PERAIRAN
Menurut Effendi (2003) dalam Pujiastuti et al. (2013), kecerahan merupakan transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Kecerahan perairan sangat dipengaruhi oleh keberadaan padatan tersuspensi, zat-zat terlarut, partikel-partikel dan warna air. Pengaruh kandungan lumpur yang dibawa oleh aliran sungai/kolam dapat mengakibatkan tingkat kecerahan rendah sehingga dapat menurunkan produktivitas. Menurut Sari dan Usman (2012), kecerahan perairan adalah suatu kondisi yang menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus periaran air pada kedalaman tertentu. Pada perairan alami kecerahan sangat penting karena erat kaitannya dengan aktifitas fotosintesa. Ala yang digunakan biasanya secchi disk.

OKSIGEN TERLARUT (DO) PAGI DAN SORE
MenurutHuboyodanZaman (2007), Sebaran temperatur sangat berkaitan dengan sebaran oksigen terlarut, semakin tinggi temperatur semakin rendah oksigen terlarutnya. Pola penaikan oksigen terlarut (DO) pada pagi hari sampai sore hari sebanding dengan pola penurunan temperatur pada pagi hari sampai sore dariSelatan ke Utara. Persebaran temperatur diatas temperatur normal ini diperkirakan akan menimbulkandampak seperti mempengaruhi metabolisme kehidupan akuatik (sensitif terhadap racun, migrasibiota) serta menurunkan kadar oksigenterlarut.

KARBONDIOKSIDA (CO2) MERUPAKAN
Karbondioksida merupakan senyawa kimia yang terdiri dari dua atom oksigen yang terikat secara kovalen dengan sebuah atom karbon, berbentuk gas pada keadaan suhu dan tekanan standar dan berada di atmosfer bumi, karbondioksida adalah gas yang tidak berwarna dan berbau. Karbondioksida dihasilkan oleh semua hewan, tumuh-tumbuhan, fungi dan mikroorganisme pada proses respirasi dan digunakan oleh tumbuhan pada proses fotosintesis. Oleh karena itu, karbondioksida merupakan komponen pentig dalam kultivasi (Borowitzka, 1988 dalam Zumaritha, 2011).

KADAR KARBONDIOKSIDA (CO2) PERAIRAN
Menurut Effendi (2003) dalam Adawiyah (2011), bahwa kadar karbondioksida di perairan dapat mengalami penurunan bahkan hilang akibat proses fotosintesis, evaporasi, dan agitasi perairan. Perairan yang diperuntukan bagi kepentingan perikanan sebaiknya mengandung kadar karbondioksida bebas < 5 mg/liter. Kadar karbondioksida bebas sebesar 10 mg/liter masih dapat di tolerir oleh organisme akuatik, asal disertai dengan kadar oksigen yang cukup. Sebagian besar organisme akuatik masih dapat bertahan hidup hingga kadar karbondioksida mencapai 60 mg/liter.

KISARAN PH DI AIR
Keasaman air di ukur dengan ph, yang mempunyai kisaran nilai antara 1-14. Semakin asam keadaan air, nilai ph semakin kecil. Sebaliknya, semakin basa kondisi air, nilai ph semakin besar.kondisi netral ditunjukkan dengan nilai ph 7. Kondisi ph air yang sesuai bagi ikan tergantung pada jenis dan daerah asal ikan tersebut. Kebanyakan ikan hias hidup pada ph netral. Namun, ikan siklid dari daerah Afrika lebih menyukai air yang bersifat basa. Sementara, ikan siklid Amerika lebih menyukai kondisi asam. Ikan-ikan yang berasal dari Indonesia sebagian besar hidup pada kondisi ph netral 7 (Kuncoro, 2008).

PENGERTIAN PH ADALAH
ph adalah ukuran keasaman atau kebasaan suatu larutan. Secara khusus, ph adalah ukuran + ion hidronium H3O. hal ini didasarkan pada skala logaritmik dari 0 sampai 14. Air murni memiliki ph 7.0. jika ph kurang dari 7, air tersebut bersifat asam. Jika ph lebih besar dari 7, air bersifat basa/alkalis (Herwibowo et al., 2014).

PENINGKATAN NITRAT (NO3) DI PERAIRAN
Hal ini sesuai dengan pendapat Hutagalung dan Rozak (1997) yang menyatakan bahwa peningkatan kadar nitrat di perairan disebabkan oleh masuknya limbah domestik atau pertanian (pemupukan) yang umumnya banyak mengandung nitrat. Oleh karena itu, diperlukan peran pemerintah dalam hal ini untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya penggunaan pupuk dan dampak yang dapat timbul jika pemberian pupuk tersebut berlebihan (hutagalung dan rozak, 1997 dalam hendrawati et al., 2008).

KADAR NITRAT (NO3) PERAIRAN
Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Nitrat merupakan salah satu sumber utama nitrogen di perairan. Kadar nitrat pada perairan alami tidak pernah lebih dari 0,1 mg/liter. Kadar nitrat lebih dari 5 mg/liter menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktivitas manusia dan tinja hewan (Notodarmojo, 2005 dalam agus et al., 2013).

KADAR AMMONIA (NH3) UNTUK KEHIDUPAN IKAN
Menurut Daelami(2012), bahwa sifat-sifat fisika dan kimia air sangat penting diperhatikan. Hal tersebut bertujuan agar kondisi air sesuai dengan kehidupan ikan. Salah satu sifat kimia yang diperhatikan adalah ammonia(NH3) harus kurang dari 0,5 mg/L.

KANDUNGAN AMMONIA (NH3) YANG BISA MEMATIKAN IKAN NILA
Amonia merupakan salah satu senyawa beracun didalam air yang berbahaya bagi kehidupan ikan nila . gas yang berbau sangat menusuk ini dapat berasal dari proses metabolisme ikan dan proses pembusukan bahan organic yang dilakukan oleh bakteri. Batas konsentrasi kandungan ammonia yang bisa mematikan ikan nila adalah <0,1 mg/L (Khairuman dan Amri, 2007 dalam Susanto et al., 2010).

MENURUNKAN KADAR AMMONIUM
Penurunan kadar orthofosfat juga didukung oleh diversitas tanaman yang terdapat di zona riparian sehingga kualitas air irigasi meningkat. Penanaman vegetasi riparian sepanjang 125 m selama 50 hari belum secara signifikan menurunkan kadar ammonium, namun penanaman sepanjang 275 m telah secara signifikan mampu menurunkan kadar ammonium. Kadar ammonium setelah penanaman vegetasi riparian ini berada dalam kategori kelas tiga berdasarkan PP 82 tahun 2001 tentang kajian kriteria mutu air. Penurunan kadar ammonium juga dipengaruhi oleh vegetasi yang berperan sebagai tempat terakumulasinya ammonium (Hamdani et al,2013).

KANDUNGAN FOSFAT DI PERAIRAN ALAMI
Kandungan fosfat di perairan alami umumnya tidak lebih dari 0,1 ppm. Apabila kandungan fosfat cukup tinggi diperairan akan menimbulkan perairan tersebut subur, sehingga akibat penyuburan terjadi blooming. Sehingga perairan tersebut menjadi perairan yang anaerob. Hal ini dapat menyebabkan kematian massal bagi organisme perairan (ikan) diikuti terbentuknya senyawa beracun [H2S dan NH3 dan sebagainya (Wahono, 1996 dalam Robert J.R, 2002).

RASIO KONVERSI PAKAN  ATAU  FEED CONVERSION RATIO (FCR)
Menurut Setiaji (2007) dalam Mulyadi (2010), Efisiensi penggunaan pakan dapat diukur melalui rasio konversi pakan  atau  feed conversion ratio (FCR), yaitu antara berat pakan yang digunakan dengan jumlah berat ikan yang dihasilkan. FCR pakan untuk ikan dan udang berkisar antara 2-2,5 atau kurang dari itu, dengan kata lain 2-2,5 kg pakan yang di berikan menghasilkan 1 kg daging ikan. Makin kecil FCR nya, berarti semakin efisien penggunaan pakannya. Nila FCR dapat di hitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

FCR= (berat pakan yang diberikan)/(berat ikan yang dihasilakan)

RASIO KOVERSI PAKAN (FCR) ADALAH
Rasio koversi pakan (FCR) adalah indeks dari pemanfaatan total pakan untuk pertumbuhan atau jumlah gram pakan yang diperlukan ikan untuk menghasilakan 1gr berat basah ikan. Nilai konversi pakan dapat diperoleh dengan membandingkan antara jumlah pakan yang dikonsumsi dengan petambahan berat ikan uji dan berat ikan uji yang mati selama penelitian berlangsung. Semakin rendah nilai koversi pakan, maka efisiensi pemanfaatan pakannya semakin membaik (stickney, 1979 dalam rachmawatu dan istuyanto,2014).

SURVIVAL RATE (SR) MERUPAKAN
Menurut zonneveld (1991), Survival Rate (SR), merupakan indeks kelangsungan hudup suatu jenis ikan dalam suatu proses budidaya dari awal ikan ditebar hingga ikan di panen. Nilai SR dihitung dalam bentuk angka presentasi mulai dari 0%-100%.Rumus SR :jumlah ikan yang di panen/jumlah ikan yang di tebar x 100%.kelulushidupan ikan diuji untuk membandingkan jumlah ikan yang hidup pada akhir penelitian dengan jumlah awal penelitian.

PENGERTIAN KELANGSUNGAN HIDUP (SR)
Menurut (Effendie, 1979), Kelangsungan hidup (SR) adalah perbandingan jumlah ikan yang hidup dengan ikan pada awal pemeliharaan. Rumus yang digunakan untuk menghitung kelangsungan hidup (SR) adalah sebagai berikut:

SR = No/ Nt x 100%

Keterangan :
SR = Survival rate / kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah benih di akhir pemeliharaan (ekor)
N0 = Jumlah benih di awal peme SR = No/ Nt x 100%

PERTUMBUHAN IKAN GR (GROWTH RATE)
Menurut yulaipi dan aunurohi (2013) Pertumbuhan ikan yang diukur adalah GR (Growth Rate) dan pertambahan panjang harian ikan. GR(Growth Rate) dan pertambahan panjang harian mengalami kenaikan pada 0%LC5096jam (kontrol) karena pada kontrol memiliki respon yang baik terhadap makanan sehingga laju pertumbuhannya naik, sedangkan pada konsentrasi 2,5%; 5%, dan 10%LC5096jam mengalami penurunan.

PERLAKUAN PAKAN YANG MEMBERIKAN LAJU PERTUMBUHAN MUTLAK
Menurut Hany (2011), perlakuan  yang memberikan laju pertumbuhan mutlak tertinggi dicapai pada pakan dengan tingkat substitusi 15% sebesar 0,81. Kemudian pakan dengan tingkat substitusi 0% memiliki rata-rata pertumbuhan mutlak sebesar 0,57. Selanjutnya pakan dengan tingkat substitusi 30% memiliki rata-rata pertumbuhan mutlak sebesar 0,55. Pakan dengan tingkat substitusi 45% memiliki rata-rata pertumbuhan mutlak sebesar 0,44. Maka, syarat utama yang harus diperhatikan dalam pembuatan pakan ikan antara lain: kandungan nutrisi suatu bahan pakan harus cukup sesuai dengan kebutuhan ikan, disukai oleh ikan, mudah dicerna dan jika dilihat dari nilai ekonominya pakan yang dihasilkan dari pemanfaatan tepung Azolla mempunyai harga yang relatif lebih murah jika dibanding dengan penggunaan tepung kedelai sehingga dengan pemanfaatan tepung Azolla dapat menekan biaya produksi pakan.

PRODUKSI IKAN NILA SECARA MONOKULTUR
Budidaya ikan nila secara monokultur di kolam rata-rata produksinya adalah 25.00 kg/ha/panen, dikeramba jaring apung 1000 kg/unit/panen dan ditambak sebanyak 15.000kg/Ha/panen. Budidaya ikan nila ditambak, pertumbuhannya lebih cepat dibandingkan dikolam atau di jaring apung. Nila ukuran 5-8 cm yang dibudidayakan di tambak selama 2,5 bulan dapat mencapai 200 gr. Sedangkan dikolam untuk mencapai ukuran yang sama diperlukan waktu 4 bulan (Warintek,2010).

LAMA PEMELIHARAAN (PEMBESARAN) IKAN NILA ANTARA UMUR  3 – 6 BULAN
Lama pemeliharaan (pembesaran) ikan nila antara umur  3 – 6 bulan, tergantung pada tujuan produksi akhir, tempat, sistem dan metode pemeliharaan. Hasil penelitian dalam budidaya ikan nila menunjukkan fakta sebagai berikut: (1) Produksi akhir ikan nila yang dipelihara sistem ekstensif dengan padat penebaran 0,5 ekor/m², bobot awal 10 g/ekor selama 3 bulan masa pemeliharaan mencapai 25 g/m² dengan bobot 50 g/ekor, sedang produksi akhir ikan nila yang dipelihara dengan sistem intensif dengan metode campur kelamin, bobot awal 15 g/ekor dan padat penebaran 30 ekor/m², setelah 4 bulan mencapai bobot 90 g/ekor ( Masarrang,2009).

EDITOR
Gery Purnomo Aji Sutrisno
FPIK Universitas Brawijaya Angkatan 2015

DAFTAR PUSTAKA
Agus I. Kamsuri, N. P. L. Pangemanan, Reiny A. Tumbol. 2013. Kelayakan          Lokasi Budidaya Ikan Di Danau Tondano Ditinjau Dari Parameter Fisika Kimia Air. Budidaya Perairan. 1 ( 3). 31 – 42.
Apridayanti, Eka. 2008. Evaluasi Pengelolaan Lingkungan Perairan Waduk Lahor Kabupaten Malang Jawa Timur (Tesis). Semarang : Universitas Diponegoro.
Astuti,LP. 2015. Intervensi Internal Terhadap Biodegradasi Bahan Organik Limbah Karamba Jaring Apung Di Waduk Ir. H. Djuanda Dalam Upaya Memperbaiki Kualitas Perairan. Disertasi Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Daelami, A.2012.Kandungan CO2 dan Ammonia Diperairan.Budidaya Perairan. 3(1):7:10.
Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.
Hamdani D.P dan Catur R, 2013. Peningkatan Kualitas Air Irigasi Akibat Penanaman Vegetasi Riparian dari Hidromakrofita Lokal selama 50 Hari. Laboratorium Ekologi dan Biodiversitas Hewan. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya.
Hany, Handajani.2011. Optimalisai Substitusi Tepung Azolla Terfermentasi Pada Pakan Ikan Untuk Meningkatkan Produktivitas Ikan Nila Gift. Jurusan Perikanan Universitas Muhammadiyah Malang.Jurnal Tehnik Industri. 12(2) 177-181.
Hedrawati., heru, P.T., Nurbani. R.N. 2008. Analisis Kadar Phosfat Dan N-Nitrogen (Amonia, Nitrat, Nitrit) Pada Tambak Air Payau Akibat Rembesan Lumpur Lapindo. Badan riset kelutan dan perikanan. Jakarta.
Hendrawati. Prihadi, Tri Heru. Rohma. Nurbani, Nuni. 2008. Analisis Kadar Phosfat dan N-Nitrogen (Amonia, Nitrat, Nitrit) pada Tambak Air Payau akibat Rembesan Lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. Jurnal kimia. UIN Syarif Hidayatullah: Jakarta.   
Herwibowo, kunto., N.S. Budiana. 2014. Hiodroponik Sayuran: Jakarta. Adawiyah, Robiatul. 2011. Diversitas Fitoplankton Di Danau Tasikardi Terkait Dengan Kandungan Karbondioksida Dan Nitrogen.Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah : Jakarta.
Huboyo, H S Dan B. Zaman. 2007. Analisis Sebaran Temperatur Dan Salinitas Air Limbahpltu-Pltgu Berdasarkan Sistem Pemetaaan Spasial (Studi Kasus : Pltu-Pltgu Tambak Lorok Semarang). Jurnal Presipitasi Vol. 3 No.2 September 2007, Issn 1907-187x. Undip. Semarang.
Ida, Yustina. 2009. Penentuan Kadar Nitrit Padabeberapa Air Sungai Di Kota Medan Dengan Metode Spektrofotometri (Visible). Skripsi Program Diploma 3 Kimia Analis. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara: Medan.
Izzati, Munifatul. 2008. Perubahan Konsentrasi Oksigen Terlarut dan Ph Perairan Tambak setelah Penambahan Rumput Laut Sargassum   Plagyophyllumdan Ekstraknya. Jurnal Perubahan Konsentrasi Oksigen Terlarut. 60 – 69. Jurusan Biologi, FMIPA : UNDIP.
Kamsuri, Agus I,. Pengemanan N.P.L ., Tumbol A,Reiny. 2013. Kelayakan Lokasi           Budidaya Ikan Di Danau Tondano Ditinjau Dari Parameter Fisika Kimia           Air.Budidaya Perairan.Vol. 1 No. 3: 31 – 42.
Kasri,Adnan dan El Fajri, Nur.2013.Kualitas Perairan Muara Sungai Siak Ditinjau Dari Sifat Fisik-Kimia Dan Makrozoobenthis. Berkala Perikanan Terubuk.Vol 41  no.1 hal 37-52.
Kordi, K Ghufrondan Andi Baso Tancung.2009.PengelolaanKualitas Air dalam BudidayaPerairan.RinekaCipta: Jakarta.
Kordi,Roshahim.2010. Transformasi Industri Akuakultur Pantai Timur ke Arah Kecepatan Teknikal. Proshiding Perkem VII. Jilid 1 : 260-268. Fakultas Penguruan dan Ekonomi Universiti Malaysia Terengganu.
Kuncoro, Eko Budi.2008. AQUASCAPE. Pesona Taman Akuarium Air Tawar.Kanisius:Yogyakarta.
Masarrang, e. 2009. analisis usaha ikan nila (oreochromis niloticus) di kolam melalui pola agribisnis di distrik muara tami kota jayapura. program pascasarjana universitas hasanuddin makassar. makassar.
Muchlisin, Z.A. 2009. Studi Pendahuluan Kualitas Air Untuk Pengembangan Budidaya Perikanan di Kecamatan Sampoinit Aceh Jaya Pasca Tsunami.
Mulyadi, Joyo.2010. Pengaruh Frekuensi Pemberian Pakan Buatan Terhadap Kelulushidupan dan Pertumbuhan Benih Ikan Selais (Kryptopterus lais).  Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau Pekanbaru.
N. Zonneveld, (1991). Prinsip-Prinsip Budidaya Ikan. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 318 hal.. j : PT. Gramedia Utama Pustaka.
Pujiastuti, P., B. Ismail; dan Pranoto. 2013. Kualitas dan beban pencemaran perairan waduk Gajah Mungkur. FMIPA. Universitas Sebelas Maret.
Rachmawati,Diana. Istiyanto Samidjan. 2014. Penambahan Fitase Dalam Pakan Buatan Sebagai Upaya Peningkatan Kecernaan, Laju Pertumbuhan Spesifik Dan Kelulushidupan Benih Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Jurnal Saintek Perikanan. ISSN:1858-4748.Vol.10.No.1:48-55.
Retnaningdyah, C., N. Marwati., A. Soegiantodan B. Irawan. 2011. Media Pertumbuhan IntensitasCahayadan Lama Penyinaran yang Efektif Untuk Microcystis, Hasil Isolasi dan Waduk Sutami di Laboratorium. JEP. 13 (2) : 123-130
Robert J. Rompas,2002.Pengukuran Parameter Fisika-Kimia Pada Budidaya Karamba Di Sungai Tondano, Kelurahan Ternate: Manado.
Rukmini. 2011. Karakteristik Ekologis Habitat Larva Ikan Betok (Anabas Testudineus Bloch)di Perairan Rawa Monoton Danau Bangkau Kalimantan Selatan. Fakultas Perikanan, Unlam Banjarbaru, Kalimantan Selatan.
Salmin. 2008. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biological (BOD) sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Jurnal Oceano. Vol. 30 (3): 21-26.
Sari, T.E.Y., dan Usman. 2012. Studi parameter fisika dan kimia daerah penangkapan ikan perairan selat asam kabupaten kepulauan meranti propinsi Riau. Universitas Riau.
Simanjuntak, Marojahan. 2007. Oksigen Terlarut dan Apparent Oxygen Utilization di Perairan Teluk Klabat, Pulau Bangka. Jurnal Ilmu Kelautan. Vol. 12 (2): 59-66.
Spencer, C. P. 2006. The Micronotnent Element Inchemical Oceanograpy New York : J.P. Rilley and Knowledge Akademis Press London.
Susanto, Hervy. F. H.Taqwa dan Yulisman. 2010. Pengaruh lama waktu pingsan saat pengangkutan dengan system kering terhadap kelulusan hidup benih ikan nila (Oreochromis niloticus).Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia.2(2):202-214(2014).
Suyantri, Eni. 2011. Sintasan (Survival Rate) Ikan Mujair (Oreochromis Mossambicus) Secara In-Situ di Kali Mas Surabaya. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
Warintek.2010.Budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus).Jurnal Budidaya Perikanan Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Jakarta.
Yogiarti, Ni Luh Putu Rista., Didik Setiawan., Ida Ayu Manik Parthasutema. 2014. Analisis Kadar Fosfat Air Sungai Di Desa Beng, Gianyar Dengan Metode Spektrofotometri UV-VIS. STIKes Wira Medika PPNI. Bali
Yulaipi,s dan aunurohim.2013. Bioakumulasi logam berat timbal(pb) dan Hubungan nya dengan Laju Pertumbuhan ikan mujair. jurnal sains dan seni pimits. 2(2):2337-3520.
Yumame, R. Y., R. Rompas dan N.P.L Pangemanan. 2013. Kelayakan Kualitas Air Kolam di Lokasi Pariwisata Embung Klamalu Kabupaten Sorong Provinsi Papua Barat. Budidaya Perairan. 1 (3) : 56-62
Zumaritha, F. (2011). “Pemanfaatan Karbondioksida (CO2) Untuk Kultivasi Mikroalga Nannochloropsis sp. Sebagai Bahan Baku Biofuel. Skripsi FPIK, Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Post a Comment for "Suhu, Kecerahan, DO, CO2, PH, Nitrat, Nitrogen, NH3, Orthofosfat, Cahaya, Kecerahan, Ammonium, FCR, SR, GR (Dasar Akuakultur Atau Aquaculture)"