Tiram Mutiara Atau Kerang Mutiara; Klasifikasi, Morfologi, Habitat Dll



Kerang mutiara (Pinctada maxima) merupakan salah satu komoditas perikanan penting yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan menjadi andalan usaha budidaya di Indonesia. Hal ini didukung oleh perairan nusantara yang berpotensi dalam pengembangan usaha budidaya kerang mutiara. Teknik budidaya kerang mutiara pada mulanya dikuasai oleh tenaga asing (Jepang) khusus untuk hatchery dan operasi penyuntikan. Namun seiring dengan perkembangan teknologi bidang kelautan, maka pada dekade tahun 1980an telah terjadi alih teknologi dari tenaga asing ke tenaga kerja Indonesia (Hamzah, 2008a; Hamzah dan Setyono, 2010). Dewasa ini usaha budidaya kerang mutiara semakin meningkat, seiring dengan permintaan butiran mutiara baik pasar domestik maupun mancanegara. Namun para pengusaha terutama skala industri sering mengalami kendala dalam penyedian induk alam yang matang gonad. Penyebab utama kekurangan induk matang gonad adalah kompetisi antar nelayan penyelam yang menjual kulit cangkang untuk industri kerajinan perhiasan dan penyedian induk untuk perusahaan budidaya kerang mutiara.

Budidaya kerang mutiara (P. maxima) sangat ditentukan oleh proses pembenihan, yang dimana proses pembenihan sangat menentukan kualitas dan kuantitas kerang yang akan dihasilkan. Pengaruh kualitas air menjadi faktor penentu bagi pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva. Salah satu parameter kualitas air adalah suhu yang mempengaruhi laju metabolisme organisme akuatik khususnya kerang mutiara (P. maxima). Keadaan ini diperkuat hasil penelitian Hamzah (2008b) yang mengemukakan bahwa kematian massal anakan kerang mutiara rerata sebesar 68,57% bersamaan dengan naiknya kondisi suhu harian dari level 29°C menjadi 31°C dengan gradient 2°C di perairan Buton, Sulawesi Tenggara. Kemudian Hamzah (2009) menyimpulkan bahwa kematian massal anakan kerang mutiara ukuran lebar cangkang antara 3-4 cm yang terjadi di Laut adalah diduga kuat disebabkan oleh perubahan kondisi suhu yang terjadi secara ekstrim pada periode waktu yang singkat. Fase perkembangan stadia larva merupakan masa kritis yang dimana pengaruh perubahan parameter lingkungan khususnya suhu yang tidak sesuai sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva sehingga dapat menyebabkan kematian (Doroudi dan Southgate, 1999; Yukihira et al., 2000; Cataldo et al., 2005; Dove dan O’Connor, 2007).

Tiram mutiara atau kerang mutiara (Pinctada maxima) merupakan salah satu sumber daya laut yang berpotensi ekonomi tinggi tetapi persediaannya dari alam tidak sebanding dengan pesatnya kebutuhan pasar untuk produk ini, sehingga populasi tiram mutiara makin menipis dan harganya pun terus meningkat. Untuk menanggulangi permasalahan tersebut dapat dilakukan dengan usaha budidaya dan pemilihan lokasi yang tepat dengan didukung parameter hidrometeorologi yang sesuai baku mutu untuk biota laut adalah satu faktor yang berpengaruh dalam keberhasilan usaha budidaya. Usaha budidaya tiram mutiara merupakan salah satu potensi perairan di Indonesia khususnya di wilayah Perairan Lombok. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis parameter hidrometeorologi (kecepatan arus, suhu permukaan laut, dan salinitas) serta pengaruhnya terhadap daerah potensial untuk budidaya tiram mutiara berdasarkan pola musiman di Perairan Lombok, Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini memanfaatkan data citra satelit pada bulan Januari 2006 hingga bulan Desember 2016. Metode yang digunakan yaitu dengan mengklasifikasikan setiap parameter hidrometeorologi berdasarkan scoring, kemudian masing-masing parameter di overlay sehingga akan didapatkan skor tertinggi yang mengindikasikan daerah paling potensial untuk budidaya tiram mutiara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum di Perairan Lombok, Nusa Tenggara Barat termasuk sebagai lokasi yang potensial untuk budidaya tiram mutiara. Parameter-parameter yang dijadikan acuan berada pada kisaran baik untuk pertumbuhan dan perkembangan tiram Mutiara di Perairan Lombok, Nusa Tenggara Barat.

KLASIFIKASI TIRAM MUTIARA ATAU KERANG MUTIARA
Tiram mutiara termasuk dalam phylum mollusca, phylum ini terdiri atas 6 klas yaitu: Monoplancohora, Amphineura, Gastropoda, Lamellibrachiata, atau Pellecypoda, Seaphopoda, dan Cephalopoda. Tiram merupakan hewan yang mempunyai cangkang yang sangat keras dan tidak simetris. Hewan ini tidak bertulang belakang dan bertubuh lunak (Philum mollusca).Klasifikasi tiram mutiara sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Sub kingdom: Invertebrata
Philum : Mollusca
Klas : Pellecypoda
Ordo : Anysomyaria
Famili : Pteridae
Genus : Pinctada
Spesies : Pinctada maxima

Kingdom
: Animalia
Superfilum
: Eutrochozoa
Filum
: Mollusca
Subphylum
: Conchifera
Kelas
: Bivalvia
Subclass
: Metabranchia
Superorder
: Filibranchia
Order
: Pterioida
Subordo
: Pteriina
Superfamili
: Pterioidea
Family
: Pteriidae
Genus
: Pinctada
Spesies
: Pinctada maxima
Nama lokal
: Kerang mutiara/ tiram mutiara

Jenis-jenis tiram mutiara yang terdapat di Indonesia adalah Pinctada maxima, Pinctada margaritifera, Pinctada fucata, Pinctada chimnitzii, dan Pteria penguin. Sebagai penghasil mutiara terpenting adalah tiga spesies yaitu, Pinctada maxima, Pinctada margaritifera dan Pinctada martensii. Sebagai jenis yang ukuran terbesar adalah Pinctada maxima (Sutaman, 2000). Wilayah Indonesia yang memiliki potensi yang besar untuk perkembangbiakan tiram mutiara (Pinctada maxima) adalah wilayah Indonesia bagian timur seperti Irian Jaya, Sulawesi dan gugusan laut Arafuru (Spj, 2007) dan lokasi budidaya tiram mutiara (Pinctada maxima) yang telah berkembang dengan baik berada di Maluku, Sulawesi, Nusa Tenggara, Lampung dan Bali (Kotta, 2018). Meskipun sudah cukup banyak wilayah di Indonesia yang membudidayakan tiram mutiara (Pinctada maxima) ini, namun masih terdapat kekurangan benih dalam pembudidayaannya. Selama ini, masyarakat hanya memanfaatkan benih dari alam yang mana jumlahnya sangat fluktuatif, tergantung musim, dan ukurannya tidak seragam dan sesuai standar untuk diambil sehingga membutuhkan waktu dan tambahan biaya dalam hal pemeliharaannya untuk mencapai ukuran yang standar. Pembudidayaan dengan menggunakan benih dari alam ini dapat menyebabkan jumlah benih di alam akan semakin berkurang dan menyebabkan menurunnya produksi tiram mutiara. Mutiara air laut menjadi salah satu kekayaan komoditas khas Lombok, Nusa Tenggara Barat, yang dikenal hingga luar negeri. Jenis kerang yang banyak dibudidayakan di pulau ini adalah spesies Pinctada maxima atau biasa dikenal sebagai ratu mutiara. Dengan memperhatikan beberapa parameter hidrometeorologi seperti suhu permukaan laut, kecepatan arus, dan salinitas di perairan, dapat diperoleh informasi lokasi perairan yang tepat sebagai lokasi pembenihan tiram mutiara (Pinctada maxima). Dalam pembangunan lokasi pembudidayaan tiram mutiara (Pinctada maxima) harus memperhatikan banyak faktor, utamanya kondisi perairan yang sesuai. Kondisi perairan yang sesuai akan mendukung serta meningkatkan hasil budidaya tiram mutiara ini sendiri.

CIRI-CIRI TIRAM MUTIARA ATAU KERANG MUTIARA
Hamzah dan Nababan (2011) melaporkan bahwa dilihat dari bentuk morfologi anakan kerang mutiara (P. maxima) dewasa yang digantung pada kedalaman 2m memiliki warna cangkang merah-coklat tua yang merupakan warna aslinya dan ditumbuhi lumut-lumut halus. Pertumbuhan kerang dalam keadaan normal dan sehat dicirikan dengan hasaky yang tumbuh mekar serta tempelan bysuss pada substrat yang kuat (Hamzah dan Nababan, 2009). Kaki mengeluarkan sebuah byssus, yang merupakan seikat benang-benang yang kuat berwarna kecoklatan dari protein. Benang ini muncul melalui bagian ventral cangkang dan berfungsi sebagai tali tambat untuk menempelkan kerang pada substrat dan kerang lainnya (Gosling, 2015). Kaki dan byssus terletak pada daerah anterior, ventral ke mulut dan dikelilingi oleh labial palps (Southgate dan Lucas, 2008).

HABITAT TIRAM MUTIARA ATAU KERANG MUTIARA
Romimohtarto dan Juwana (1999) menyatakan bahwa tiram mutiara jenis Pinctada sp. Banyak dijumpai di berbagai Negara seperti Filipina, Thailand, Myanmar, Australia dan perairan Indonesia yang menyukai hidup di daerah batuan karang atau dasar perairan yang berpasir dengan kedalaman 20 –60 m.

Sebagian besar spesies Pteriidae menghuni zona littoral dangkal dan daerah sublittoral landas kontinen. Beberapa spesies ditemukan pada dasar perairan berpasir dengan kedalaman maksimal sekitar 100-120m (Southgate dan Lucas, 2008). Pada kedalaman 2m kulit cangkang ditumbuhi lumut halus yang mengindikasikan pertumbuhan kerang dalam keadaan normal. Sementara kerang yang diletakan pada kedalaman dibawahnya dominan ditumbuhi teritip (biofouling) yang bersifat parasit dan menghambat pertumbuhan, merusak susunan kulit cangkang, dan berdampak pada kematian bila tidak cepat dibersihkan (Hamzah dan Nababan, 2009; Hamzah dan Setyono, 2009). Hamzah (2010) menyatakan bahwa kerang mabe (P. penguin) juga banyak ditemukan pada daerah teluk-teluk yang memiliki sonasi hutan bakau dan karang serta menyebar pada kedalaman perairan antara 20–60m. Tingkah laku sebaran larva kerang mutiara, P. maxima dan P. martensii lebih condong bersifat phototaxis negatif atau tidak tertarik pada cahaya dan senang menempel pada substrat yang berwarna gelap (Su et al., 2007; Hamzah, 2013a). Hal ini juga terjadi pada larva kerang mabe (Pteria penguin) yang cenderung menempel pada kolektor yang berwarna agak gelap (Hamzah, 2007).

Kerang mutiara (P. maxima) tersebar pada pertengahan daerah Indo-Pasifik, termasuk Asia Tenggara, daerah perairan Pilipina, Laut China Selatan, Thailand, Australia, dari Myanmar ke Pulau Solomon, Papua New Guinea, Polynesia, Micronesia, Jepang Selatan, Fillipina dan Indonesia, Sementara di Indonesia umumnya banyak ditemukan di wilayah Indonesia bagian timur seperti Irian jaya, Sulawesi dan Maluku terutama gugus kepulauan Arafura (Lind et al., 2007; Southgate dan Lucas, 2008).

MANFAAT TIRAM MUTIARA ATAU KERANG MUTIARA
Keindahan mutiara telah lama menjadi perhatian manusia, karena dapat digunakan sebagai perhiasan atau aksesoris lain. Di Indonesia, mutiara pertama kali dimanfaatkan dan diperdagangkan di kawasan timur Indonesia yaitu di Pulau Aru, Maluku Tenggara (ANONIMOUS, 1996). Kegiatan ini awalnya hanya bergantung pada hasil alam melalui penyelaman di daerah yang banyak terdapat kerang mutiara. Semakin lama banyak industri perdagangan mutiara yang bermunculan di kawasan tersebut dengan mengandalkan hasil tangkapan alam, sehingga terjadi tangkap lebih (over catting).

Penyebaran industri mutiara ini semakin meluas hampir keseluruh wilayah Indonesia, tidak hanya terbatas pada daerah yang merupakan habitat asli kerang mutiara tersebut, tetapi telah berkembang ke daerah lain yang sesuai untuk membesarkan kerang mutiara, misalnya di Teluk Lampung, Sumatera, Lombok, Sumbawa dan Sulawesi (ANONIMOUS, 1996). Permintaan mutiara yang sangat tinggi dari konsumen internacional, mengakibatkan ketertarikan pengusaha untuk menanam modalnya di Indonesia atau bekerjasama dengan perusahaan lokal. Perusahaan tersebut tidak hanya menjual mutiara, tetapi juga membudidayakan kerang penghasil mutiara secara intensif, sehingga tidak lagi mengandalkan hasil tangkapan alam. Di Indonesia, jenis-jenis kerang penghasil mutiara yang banyak dibudidayakan antara lain Pinctada maxima, P. Margaritifera dan Pteria penguin (SUTAMAN, 1993).

JENIS TIRAM MUTIARA ATAU KERANG MUTIARA
Jenis-jenis kerang  mutiara yang ada di Indonesia umumnya adalah Pinctada maxima, P. margaritifera, P. fucuta, P. chemnitis dan Pteria penguin. Tetapi penghasil mutiara yang terpenting ada tiga jenis, yaitu Pteria penguin, Pinctada maxima dan, P. margaritifera (Sutaman ,1993)

MORFOLOGI TIRAM MUTIARA ATAU KERANG MUTIARA
Bentuk luar tiram mutiara tampak seperti batu karang yang tidak ada tanda-tanda kehidupan. Tetapi di balik kekokohan tersebut terdapat organ yang dapat mengatur segala aktivitas kehidupan dari tiram itu sendiri. Dalam kelunakan tubuh tiram tersebut terdapat cangkang yang keras untuk melindungi bagian tubuh agar terhindar dari benturan maupun serangan hewan lain. Disamping itu, dalam cangkang yang jumlahnya satu pasang dan mempunyai bentuk yang berlainan itu terdapat mother of pearl atau lapisan induk mutiara serta nacre yang dapat membentuk lapisan mutiara. (Sutaman 1993)

Kulit mutiara  (Pinctada  maxima)  ditutupi oleh sepasang kulit tiram (Shell, cangkan), yang tidak sama bentuknya, kulit sebelah kanan agak pipih, sedangkan kulit sebelah kiri  agak cembung. Specie ini mempunyai diameter dorsal-ventral dan anterior-posterior hampir sama  sehingga bentuknya agak bundar. Bagian dorsal bentuk datar dan panjang semacam engsel berwarna hitam. Yang berfungsi untuk membuka dan menutup cangkang. (Winarto, 2004).

Cangkang tersusun dari  zat kapur yang dikeluarkan oleh epithel luar. Sel epitel luar ini juga menghasilkan kristal  kalsium karbonat (Ca CO3) dalam bentuk kristal argonit yang lebih dikenal sebagai nacre dan kristal heksagonal kalsit  yang merupakan pembentuk lapisan seperti prisma pada cangkang.

Menurut Sutaman (1993) bentuk cangkang bagian luar yang keras apabila dipotong atau dibelah secara melintang, maka ada tiga lapisan yang akan tampak, yaitu lapisan periostrakum yang berada paling atas atau luar, dan lapisan prismatik yang terdapat di bagian tengah. Sedangkan lapisan yang agak ke dalam yang berhubungan dengan organ dalam disebut lapisan nacre atau lapisan mutiara.

Ketiga lapisan tersebut, jika dilihat dari zat penyuusunnya masing-masing adalah sebagai berikut : (1) Lapisan periostrakom adalah lapisan kulit terluar yang kasar yang tersusun dari zat organic yang menyerupai tanduk. (2) Lapisan prismatik, adalah lapisan kedua yang tersusun dari Kristal-kristal kecil yang berbentuk prisma dari hexagonal caltice. (3) Lapisan mutiara atau nacre adalah lapisan kulit sebelah dalam yang tersusun dari kalsium karbonat (CaCO3). (Sutaman 1993). Menurut Sutaman (1993) apabila cangkang tiram dibuka, maka akan terlihat sekumpulan organ tubuh yang berfungsi sebagai pengatur segala aktivitas kehidupan tiram mutiara itu sendiri. Namun secara umum, organ tubuh tiram mutiara dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kaki, mantel dan organ lain.

1.  Kaki
Kaki tiram mutiara merupakan suatu organ tubuh yang mudah bergerak dan berbentuk seperti lidah yang dapat memanjang dan memendek. Kaki ini tersusun dari jaringan otot yang menuju ke berbagai jurusan, sehingga dapat digunakan untuk bergerak terutama waktu masih muda. Sedangkan setelah agak dewasa dan hidup menempel pada suatu substrat, kaki tidak lagi dugunakan untuk bergerak, tetapi menggunakan byssusnya untuk menempel. Selain itu, kaki tiram juga berfungsi untuk membersihkan kotoran yang mungkin menempel pada insang maupun mantel.

2.  Mantel
Mantel  merupakan jaringan yang dilindungi oleh sel-sel epithelial dan dapat membungkus organ bagian dalam. Letaknya berada di antara cangkang bagian dalam atau epithel luar dengan organ dalam atau mass viseralis.

Sel-sel dari epithel luar ini akan menghasilkan Kristal kalsium karbonat (CaCO3 ) dalam bentuk Kristal aroganit yang lebih dikenal denga nama lapisan mutiara. Sel ini juga membentuk bahan organik protein yang disebut kokhialin sebagai bahan perekat Kristal kapur. Apabila potongan mantel ditransplantasikan ke dalam tubuh tiram akan menghasilkan zat kapur.

3.  Organ Dalam
Bagian ini letaknya agak tersembunyi setelah mantel dan merupakan pusat aktivitas kehidupannya yang terdiri dari : insang, mulut, jantung, susunan syaraf, alat perkembangbiakan, otot, lambung, usus dan anus. Berikut merupakan organ bagian dalam dari tiram mutiara:
1. Gonad
2. Hati
3. Perut
4. Kaki
5. Inti
6. Mantel
7. Otot adductor
8. Otot retractor

FISIOLOGI TIRAM MUTIARA ATAU KERANG MUTIARA

1.  Sistem Pencernaan
Seperti halnya pada jenis kerangan yang lain, tiram mutiara mampu memanfaatkan phytoplankton yang terdapat secara alamiah di sekitarnya. Tiram mutiara bersifat filter feeder atau mengambil makanan dengan cara menyaring pakan yang ada di dalam air laut. Getaran silia pada insang menimbulkan arus air yang masuk ke dalam ronga mantel. Gerakan silia akan memindahkan phytiplankton yang ada di sekeliling insang dan dengan bantuan labial palp atau melalui simpul bibir yang bergerak-gerak akan membawa masuk makanan ke dalam mulut ( Gosling; 2004)

Mulut terlerak pada bagian ujung depan saluran pencernaan atau disebelah atas kaki. Makanan yang ditelan masuk ke dari mulut kemudian melaui kerongkongan yang pendek langsung masuk perut, atau saluran kantong tipis pada perut dengan kulit luar (cuticle) kasar yang berfungsi untuk memisah-misahkan makanan. Dari perut sisa makanan (kotoran) akan dibuang melalui saluran usus yang relatif pendek dan bentuknya seperti hurus S kemudian keluar lewat anus (Velayudhan and Gandhi 1987 dalam Winanto, 2009)

2.  Sistem Pernapasan
Insang merupakan organ yang mempunyai peran fungsional baik dalam pernapasan maupun osmoregulasi. Sel-sel yang berperan pada proses osmoregulasi adalah sel-sel chlorida yang terletak pada bagian dasar lembaran-lembaran insang. Insang berjumlah empat buah, berbentuk sabit, dua insang berada di sisi kanan dan kiri, menggantung pada pangkal mantel seperti lipatan buku (Velayudhan and Gandhi 1987 dalam Winanto, 2009).

Air masuk melalui saluran inhelan akan berhenti pada bagian mantel, lalu secara cepat dan kompak bekerjasama dengan insang sehingga dapat memanfaatkan udara yang terangkut dan air dikeluarkan kembali melalui saluran ekshalen. Air serta darah yang tidak berwarna masuk melaui beberapa filamen tunggal lalu mengalir ke luar menuju pinggir insang, kemudian melintas ke atas berputar kembali melalui filamen dan masuk ke branchial atau ctenidial. Dengan bantuan silia-silia pada branchial dapat menimbulkan arus yang masuk ke bilik palial dan melintas ke atas, melaui lamela branchial. Jadi selain menjalankan fungsi pernafasan, filamen pada insang dan mantel dapat memperlancar peredaran darah. (Gosling, 2004; Velayudhan and Gandhi 1987)

REPRODUKSI TIRAM MUTIARA ATAU KERANG MUTIARA
Kerang mutiara bersifat hermaprodit dan salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan sel kelamin kerang mutiara (P. maxima) yaitu ketersediaan jumlah makanan di sekitar tempat hidupnya. Jika persediaan makanan cukup, maka alat reproduksinya betina, sedangkan apabila persediaan makanan kurang maka alat reproduksinya jantan (Winanto, 2004). Kerang mutiara (P. maxima) telah mencapai kematangan gonad akhir pada tahun pertama, ditandai kecenderungan protandrous dengan pemijahan terjadi semua berentetan tahun, dengan suatu puncak pada bulan September-November dengan suhu antara 27oC dan 29oC (Southgate dan Lucas, 2008). Menurut Gomez-Robles et al. (2005) puncak reproduksi P. margaritifera terjadi pada musim panas yaitu pada bulan Agustus dengan suhu air 29,5°C. Tingginya tingkat kematangan gonad dan pasca vitellogenik oosit selama musim dingin, berkaitan dengan suhu laut yang hangat yaitu 23-24°C. Selain itu, selama musim dingin, oosit mengalami artesia.

Pemijahan kerang mutiara biasanya dipicu oleh perubahan kondisi lingkungan, seperti kenaikan atau penurunan suhu air atau perubahan salinitas, dan perubahan serupa digunakan untuk menginduksi pemijahan dalam kondisi budidaya (Southgate dan Lucas, 2008). Proses reproduksi diawali dengan fertilisasi eksternal yang terjadi di dalam air. Selama proses pemijahan biasanya induk jantan memijah lebih duluan, kemudian sekitar 30-35 menit baru induk betina mengelurkan sel-sel telurnya (Southgate dan Lucas, 2008; Saoruddin, 2004 dalam Susilowati dan Sumantadinata, 2011; dan Hamzah, 2013a). Narita et al. (2008) menambahkan bahwa bentuk morfologi spermatozoa dari kerang mutiara, P. Fucata martensii dibagi dalam 3 bagian yaitu acrosoma, nucleus, mitochondrion dan flagellum. Kemudian telur yang telah dibuahi berbentuk bulat dengan diameter 55-65 μm (Supii, 2007). Menurut Southgate dan Lucas (2008) bahwa perkembangan larva kerang mutiara membutuhkan 16-30 hari dan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu air, nutrisi dan ketersediaan substrat yang tepat untuk proses menempel. Lebih lanjut Hermawan dkk. (2007) menjelaskan bahwa pada kondisi normal yaitu suhu berkisar antara 28–300C, larva akan menempatkan diri untuk menetap dan melekat pada substrat setelah berumur 20–22 hari dengan ukuran 200–250μm sedangkan pada rentang suhu 24,3–27,20C, larva baru akan menetap dan melekat pada spat kolektor setelah berumur 32 hari dan berukuran 250–300μm.


Gambar. Siklus Hidup Kerang Mutiara (P. maxima) (Keterangan: a. telur dan sperma; b. telur dibuahi; c. pembelahan sel; d. gastrula; e. larva bentukd; f. stadia umbo; g. spat; h. dewasa) (Sumber: Winanto, 2009)

Siklus hidup kerang dimulai dengan fertilisasi telur, biasanya dalam perairan terjadi disekeliling kerang dewasa (Dame, 2012). Fase kehidupan awal kerang mutiara dimulai dengan penonjolan polar, kemudian membentuk polar lube II yang merupakan awal proses pembelahan sel. Setelah terjadi fertilisasi, maka akan terjadi fase pembelahan menjadi 2, 4, 8, 16, dan 32 sel dengan kisaran waktu ±45 menit sampai ±2 jam kemudian mencapai fase morula (multi sel) pada waktu ± 2,5 jam, fase blastula dicapai pada umur ±3,5 jam dan mulai bergerak berputar-putar selanjutnya pada waktu ± 7 jam mencapai fase gastrula yang dimana pada fase ini bersifat fotonegatif serta bergerak dengan silia, kemudian pembentukan granula setelah pembelahan sel terakhir sudah bersilia setelah berumur antara 7-9 jam (Hamzah, 2008a; dan Hamzah, 2013a).


Gambar. Morfologi Tahapan Perkembangan Larva (P. maxima) (Keterangan: a. D-veliger; b. umbo awal; c. umbo tengah; d. eye-spot; e. umbo akhir (pediveliger); f. plantigrade) (Sumber: Winanto, 2009)

Stadia awal larva P. maxima (bentuk D) dijumpai setelah 24 jam, larva mempunyai cangkang prodissocanch I dengan ukuran kira-kira 70 x 60μm (panjang x tinggi) (Southgate dan Lucas, 2008). Larva stadia veliger bersifat poto-positif, sehingga nampak berenang-renang disekitar permukaan air (Brusca, 1990 dalam Winanto, 2009). Southgate dan Lucas (2008) menambahkan bahwa fase D-veligers menunjukan pertumbuhan awal cangkang sekitar 1-2 hari setelah fertilisasi dan setelah itu bagian umbo mulai timbul pada bagian dorsal cangkang. Fase eye spot ditandai dengan bintik hitam pada dua sisi cangkang serta mulai menempel pada kolektor setelah mencapai 15-17 hari. Pada larva P. fucata stadia eye-spot berkembang pada hari ke-15 dengan ukuran 190 x 180 μm (Alagarswami et al., 1987 dalam Winanto 2009). Pada fase pedi-veliger (umbo akhir) yang dicapai pada 18–20 hari terlihat mulai terbentuk kaki (byssus) yang menonjol pada bagian dorsal yang digunakan untuk menepel. Gerakan larva mulai melambat dan nampak adanya pertumbuhan organ penempel seperti lidah yang keluar dari dalam tubuh larva. Beberapa larva yang belum mendapatkan tempat untuk menempel masih melakukan gerakan memutar lambat dengan terus mencari tempat untuk menempel (Wardana dkk., 2014).

Fase plantigrade yaitu akhir planktonik dengan ditandai pembentukan cangkang telah sempurna lengkap dengan anterior, posterior dan byssus, fase ini terjadi setelah berumur antara 20–22 hari. Selanjutnya pada fase post-larva yang dicirikan dengan berkembang dan tumbuh dalam keadaan menempel pada kolektor, berumur antara 22-24 hari. Fase spat (juvenil) berkembang dan tumbuh menjadi fase juvenil berumur antara 29-30 hari. Saat menjadi spat bentuk morfologi telah lengkap menyerupai anakan kerang mutiara berumur antara 33-40 hari (Hamzah, 2008; dan Hamzah, 2013a). Stadia spat pada perkembangan larva kerang, khususnya jenis Pinctada sp., secara normal dapat terbentuk pada umur 30 hari (Evans et al., 2007). Benih kerang mutiara dapat dikatakan memasuki stadia juvenil, apabila benih memiliki ukuran panjang cangkang luar berkisar antara 0,8-1 cm. Ukuran tersebut dapat dicapai pada benih umur 60 hari atau 3-4 minggu pemeliharaan dilaut (Wardana dkk., 2014). Menurut Winanto (2004) bahwa selama pertumbuhan larva mengalami 3 kali periode kritis yaitu pertama pada fase D yaitu larva pertama kali mulai makan, kedua pada fase umbo dan terakhir pada fase plantigrade yaitu pada saat larva mengalami perubahan kebiasaan hidup dari planktonis menjadi spat yang hidupnya menetap di dasar. Kematian larva tertinggi terjadi pada periode plantonik yaitu dari fase umbo-veliger ke fase pediveliger, dan kematian kedua terjadi pada periode bentik yaitu fase plantigrade ke fase spat (Supii, 2007; Hamzah, 2008a).

Tiram mutiara mempunyai jenis kalamin terpisah, kecuali pada beberapa kasus tertentu ditemukan sejumlah individu hermaprodit terjadi perubahan sel kelamin (sel reversal) biasanya terjadi pada sejumlah individu setelah memijah atau pada fase awal perkembangan gonad. Fenomena sex reversal pada tiram mutiara (Pinctada maxima) menunjukan bahwa jenis kelamin pada tiram teryata tidak tetap.

Bentuk gonad tebal menggembung pada kondisi matang penuh, gonat menutupi organ dalam (seperti perut, hati, dan lain-lain). Kecuali bagian kaki pada fase awal, gonad jantan dan betina secara eksternal sangat sulit dibedakan, keduanya berwarna krem kekuningan. Namun, setelah fase matang penuh, gonad tiram mutiara (Pinctada maxima) jantan berwarna putih krem, sedangkan betina berwarna kuning tua. Pada  tiram Pinctada fucata  warna gonad ini terjadi sebaliknya.

Menurut Winanto (2004) bahwa, Tingkat kematangan gonad tiram mutiara dikelompokkan menjadi 5 fase yaitu :

Fase I : Tahap tidak aktif/salin/istrahat (Inactife/spent/resting)
Kondisi gonad mengecil dan bening transparan dalam beberapa kasus, gonad berwarna oranye pucat. Rongga kosong, sel berwarna kekuningan (lemak). Pada fase ini sangat sulit untuk dibedakan.

Fase II : Perkembangan/pematangan (Developing/maturing)
Warna transparan hanya terdapat pada bagian tertentu, material gametogenetik (sel kelamin) mulai ada dalam gonad sampai mencapai fase lanjut, gonad mulai menyebar di sepanjang bagian posterior disekitar otot refraktor dan lebih jelas lagi dibagian anterior-dorsal. Gamet mulai berkembang disepanjang dinding katong gonad. Sebagian besar oocyt (bakal telur) bentuknya belum beraturan dan inti belum ada. Ukuran rata-rata oocyt 60 μm x  47,5 μm.

Fase III : Matang (Mature)
Gonad tersebar merata hampir keseluruh jaringan organ, biasanya berwarna krem kekuningan. Oocyt berbentuk seperti buah pir dengan ukuran 68 x 50 μm dan inti berukuran  25 μm.

Fase IV : Matang penuh/memijah sebagian (Fully maturation/partially spawned)
Gonad menggembung, tersebar merata dan secara konsisten akan keluar dengan sendirinya atau jika ada sedikit-sedikit trigger (getaran). oosyt bebas dan terdapat diseluruh dinding kantong. Hampir semua oosyt berbentuk bulat dan berinti, ukuran oosyt rata-rata 51,7 μm.

Fase V : Salin (Spent)
Bagian permukaan gonad mulai menyusut dan mengerut dengan sedikit gonad (kelebihan gamet) tertinggal didalam lumen (saluran-saluran didalam organ reproduksi) pada kantong. Jika ada oosyt maka jumlahnya hanya sedikit dan bentuknya bulat, ukuran rata-rata oosyt 54,4 μm.

Pada musim tertentu, induk Tiram mutiara di alam yang telah dewasa akan bertelur. Kemudian, telur-telur tersebut akan di buahi oleh sel kelamin jantan (sperma). Pembuhan terjadi secara eksternal didalam air. Telur yang telah di buahi akan mengalami perubahan bentuk. Mula-mula terjadi penonjolan polar, lalu membentuk polar lobe II yang merupakan awal proses pembelahan sel, dan akhirnya menjadi multisel. Tahap berikutnya adalah fase trocofor. Dengan bantuan bulu-bulu getar, trocofor akan berkembang menjadi veliger (larva berbentuk D) yang ditandai dengan tumbuhnya organ mulut dan pencernaan. Pada tahap ini larva sudah mulai makan dan tubuhnya telah di tutupi cangkang tipis. Perkembangan selanjutnya adalah tumbuh vilum, pada fase ini biasanya larva sangat sensitif terhadap cahaya dan sering dipermukaan air. Selama fase planktonis, larva biasanya berenang dengan menggunakan bulu-bulu getar atau hanyut dalam arus air.

Dengan tumbuhnya vilum larva memasuki stadia umbo, kemudian secara bertahap cangkang juga ikut berkembang. Bentuk cangkangnya sama mantel sudah berfungsi secara permanen. Kemudian selanjutnya menjadi podifeliger yang di ikuti tumbuhnya kaki sebagai akhir stadium planktonis. Gerakan-gerakannya sederhana dari berenang sampai berputar-putar dilakukan dengan vilum dan kaki. Setelah kaki berfungsi dengan baik velum akan menghilang, lembar-lembar insang mulai tampak jelas. Perkembangan akhir larva yaitu perubahan fase plantigrade menjadi spat (bibit) dan akan menetap. Selanjutnya akan tumbuh berkembang menjadi tiram mutiara dewasa dan dapat beruba kelaminnya. Banyak ahli yang sependapat bahwa  Pinctada maxima terjadi perubahan kelamin yang bertepatan dengan musim pemijahan setelah telur atau sperma habis di seburkan keluar, (Mulyanto, 1987).

TINGKAH LAKU TIRAM MUTIARA ATAU KERANG MUTIARA
Tiram mutiara jenis Pinctada sp. yang banyak dijumpai di berbagai Negara seperti Pilipina, Thailand, Birma, Australia dan perairan Indonesia, sebenarnya lebih menyukai hidup di daerah batuan karang atau dasar perairan yang berpasir. Disamping itu juga banyak dijumpai pada kedalaman antara 20 m – 60 m. Untuk perairan Indonesia sendiri jenid tiram Pinctada maximabanyak terdapat di wilayah Indonesia bagian timur, seperti Irian Jaya, Sulawesi dan gugusan laut Arafuru. (Sutaman 1993).

Berbeda dengan jenis ikan yang lain, cara makan tiram mutiara ini dilakukan dengan menyaring air laut. Sedangkan cara mengambil makanannya dilakukan dengan cara menggetarkan insang yang menyebabkan air masuk ke dalam rongga mantel. Kemudian dengan mengerakkan bulu insang, maka plankton yang masuk akan berkumpul di sekeliling insang. Selanjutnya melalui gerakan labial palp plankton akan masuk ke dalam mulut (Sutaman 1993).

Kerang mutiara (P. maxima) termasuk biota laut bersifat plankton feeder, sehingga dipercaya akan membersihkan air dari kemungkinan terjadinya blooming plankton yang tidak dikehendaki. Beberapa jenis alga yang umum diberikan untuk pakan antara lain Isochrysis galbana, Pavlova lutheri/, Monochrysis lutheri, Chromulina sp., Chaetoceros sp., Nannochloropsis sp., dan Dicrateria sp., Untuk fase pertumbuhan sampai menjelang spat dapat diberi variasi berbagai jenis alga tersebut. Namun untuk stadia awal larva, jenis fitoplankton flagelata yang paling penting untuk pakan adalah Isochrysis galbana dengan ukuran sekitar 7 μm. Adakalanya digunakan jenis Tetraselmis tetrathele dan Chlorella sp., terutama untuk stadia spat atau sebagai pakan campuran induk (Winanto, 2004; dan Winanto, 2009). Menurut Marshall et al. (2010) secara umum, kombinasi dari spesies alga I. galbana dan C. calcitrans sangat berhasil untuk pemeliharaan larva kerang. Penggunaan C. calcitrans terbukti menghasilkan hasil yang baik dalam hal pertumbuhan dan kelangsungan hidup untuk Crassostrea gigas, Venerupis philippinarum dan Pecten maximus, sedangkan hanya pakan I. galbana saja tidak.

Menurut CMFRI (1991) dalam Supii (2007) menyatakan bahwa budidaya pada stadia awal larva (D shape) sampai stadia umbo diberi pakan fitoplankton jenis Isochrysis galbana dengan kepadatan 5000 sel/ekor/hari. Beberapa jenis mikroalga yang digunakan sebagai pakan larva Pteria sterna antara lain Nannochloris sp., Pavlova lutheri, Isochrysis galbana, Phaeodactilum tricornutum, Chaetoceros meulleri, Chaetoceros calcitran, Thalassiosira weisflogii, Dunaliella salina, Tetraselmis tetrathele, Tetraselmis suecica, namun mikroalga yang dapat dicerna oleh larva hanya Nannochloris sp., Pavlova lutheri dan Isochrysis galbana (Winanto, 2009). Isochrysis galbana dan Pavlova lutheri memiliki kandungan lemak yang tinggi (Martinez-Fernandez, 2006). Larva kerang mutiara (P. maxima) lebih efektif diberikan pakan alami jenis Isochrisis galbana sebagai bahan pakan utama sehingga memberikan perkembangan yang cenderung lebih cepat mencapai fase spat (hari ke 18) (Hamzah, 2008a). Menurut Brown (1991) dalam Hermawan dkk. (2007) I. galbana memiliki kandungan gizi yang lebih lengkap yaitu protein 29%, karbohidrat 12,9% dan lemak 23% serta mempunyai kandungan EPA sebesar 1,88% dan DHA sebesar 6,76% sedangkan kandungan gizi Chaetoceros sp. Adalah protein 29%, karbohidrat 9% dan lemak 12%.

Kerang mutiara (P. maxima) merupakan filter feeder yang menyaring plankton dengan menggerakan silia, sehingga menimbulkan arus dan kemudian masuk kedalam rongga mantel. Gerakan silia akan memindahkan fitoplankton yang berada di sekeliling insang dan dengan bantuan labial palp atau melalui simpul bibir yang bergerak-gerak akan membawa masuk makanan ke dalam mulut (Velayudhan dan Gandhi, 1987 dalam Winanto, 2009). Kerang hijau bersifat filter feeder (penyaring makanan) sehingga kebutuhan makanan tergantung pada perairan sekitarnya terutama makanan yang terbawa oleh arus (Hermawan dkk., 2007). Pada prinsipnya mikro alga yang digunakan sebagai pakan larva kerang atau organisme laut lainnya adalah mempunyai ukuran yang tepat untuk dimakan atau sesuai dengan bukaan mulut larva/spat, mudah dibudidayakan, cepat tumbuh dengan kepadatan tinggi dan tidak menghasilkan substansi racun (Ponis et al., 2006). Makanan yang ditelan masuk dari mulut kemudian melalui kerongkongan yang pendek langsung masuk perut, atau saluran kantong tipis pada perut dengan kulit luar (cuticle) kasar yang berfungsi untuk memisah-misahkan makanan. Sisa makanan akan dibuang melalui saluran usus yang relatif pendek dan bentuknya seperti huruf S kemudian keluar lewat anus (Velayudhan dan Gandhi, 1987 dalam Winanto, 2009).

PERTUMBUHAN TIRAM MUTIARA ATAU KERANG MUTIARA
Pertumbuhan tiram mutiara biasanya sangat tergantung pada temperature air, salinitas, makanan yang cukup dan presentase kimia dalam air laut. Pada musim panas, dimana suhu air naik, tiram mutiara dapat tumbuh secara maksimal. Namun jika suhu dan salinitas sepanjang tahun stabil dengan kondisi lingkungan yang ideal, maka pertumbuhan pun akan stabil pula, dengan pertambahan maksimum bisa mencapai 1 cm per bulan. Menurut Sutaman (1993) kondisi dan kualitas air yang berpengaruh terhadap pertumbuhan, ukuran dan kualitas mutiara adalah sebagai berikut :

1.  Dasar Perairan
Dasar perairan secara fisik maupun kimia berpengaruh besar terhadap susunan dan kelimpahan organisme di dalam air termasuk bagi kehidupan tiram mutiara. Adanya perubahan tanah dasar (sedimen) akibat banjir yang menyebabkan dasar perairan  tertutup lumpur sering menimbulkan kematian pada tiram terutama yang masih muda. Oleh karena itu dasar perairan yang berpasir atau berlumpur tidak layak untuk lokasi budidaya tiram mutiara. Dasar perairan yang cocok untuk budidaya untuk budidaya tiram mutiara ialah dasar perairan yang berkarang atau mengandung pecahan-pecahan karang. Bisa juga dipilih dasar perairan yang terbentuk akibat gugusan karang yang sudah mati atau gunungan-gunungan karang.

2.  Kedalaman
Kedalaman air dilokasi budidaya mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap kualitas mutiara. Berdasarkan penelitian semakin dalam letak tiram yang dipelihara,maka kualitas mutiara yang dihasilkan akan semakin baik. Kedalaman perairan yang cocok untuk budidaya tiram mutiara ialah berkisar antara 15 m s/d 20 m. Pada kedalaman ini pertumbuhan tiram mutiara akan lebih baik.

3.  Arus Air
Banyak sedikitnya kelimpahan plankton sebagai makanan alami tiram sangat tergantung pada kuat tidaknya arus yang mengalir dilokasi tersebut. Tiram mutiara memiliki sifat filter feeder. Oleh karena itu tiram mutiara akan mudah kelaparan pada kondisi arus yang terlalu kuat yang terjadi selama berjam-jam dalam sehari. Lokasi yang cocok untuk budidaya tiram mutiara ialah yang terlindung dari arus yang kuat. Disamping itu pasang surut yang terjadi mampu menggantikan massa air secara total dan teratur,sehingga ketersediaan oksigen terlarut maupun plankton segar dapat terjamin.

4.  Salinitas
Kualitas mutiara yang terbentuk dalam tubuh tiram dapat dipengaruhi oleh kadar salinitas yang terlalu tinggi, warna mutiara menjadi keemasan. Sedangkan pada kadar salinitas di bawah 14% atau di atas 55% dapat mengakibatkan kematian tiram yang dipelihara secara massal. Sebenarnya tiram mutiara ini mampu bertahan hidup pada kisaran salinitas yang luas,yaitu antara 20% – 50%. Tetapi salinitas yang terbaik untuk pertumbuhan tiram mutiara adalah 32% – 35%.

5.  Suhu
Suhu memegang peranan yang sangat penting dalam pembentukan lapisan mutiara dan pertumbuhan tiram itu sendiri. Di beberapa Negara, pertumbuhan tiram mutiara yang ideal menunjukan kisaran suhu yang berbeda-beda. Di jepang, misalnya, pertumbuhan yang terbaik berkisar antara 200 C – 250 C, sebab pada suhu di atas 280 C menunjukan tanda-tanda yang melemah. Hal ini bisa dimengerti, karena rata-rata suhu harian di jepang masih relative rendah, walupun musim panas. Sedangkan di teluk Klutch India, pertumbuhan yang pesat dicapai pada suhu anatara 230 C – 270 C. Untuk Negara kita sendiri yang beriklim tropis, pertumbuhan yang terbaik dicapai pada suhu antara 280 C – 300 C. Pada iklim ini ternyata sangat menguntungkan untuk budidaya tiram mutiara, sebab pertumbuhan lapisan mutiara dapat terjadi sepanjang tahun. Sedangkan Negara yang memiliki empat musim (iklim sub-tropis) biasanya pertumbuhan tiram mutiara tidak terjadi sepanjang tahun, karena pada suhu air di bawah 130 C (musim dingin) pelapisan mutiara atau penimbunan zat kapur akan terhenti.

6.  Kecerahan
Banyak sedikitnya sinar matahari yang menembus ke dalam perairan sangat tergantung dari kecerahan air. Semakin cerah perairan tersebut, maka semakin dalam sinar yang menembus ke dalam perairan. Demekian pula sebaliknya.

7.  Kesuburan Perairan
Tiram sebagai binatang yang tergolong filter feeder hanya mengandalakan makanan dengan menyerap plankton dari perairan sekitar, sehingga keberadaan pakan alami memegang peranan yang sangat penting. Sedangkan keberadaan pakan alami itu sendiri sangat berkaitan erat dengan kesuburan suatu perairan. Pada kondisi perairan yang kurang subur (tercemar), komposisi pakan alami jumlahnya akan sangat sedikit, sehingga kurang mendukung untuk penyediaan pakan yang diperlukan tiram. Padahal tiram yang dipelihara dalam laut, jelas tidak mungkin diberi pakan tambahan sebagaimana ikan atau udang yang dipelihara dalam tambak. Oleh karena itu lokasi budidaya pada kondisi perairan yang subur mutlak diperlukan.

PERAN TIRAM MUTIARA ATAU KERANG MUTIARA DI PERAIRAN
Peranan kerang mutiara sebenarnya hampir sama dengan organisme benthos lainnya yang memiliki peranan yang penting dalam ekosistem perairan. Saat organisme ini mati akan membusuk dan kemudian meninggalkan nutrisi yang digunakan kembali oleh tanaaman air dan hewan air lainnya dalam rantai makanan. Selain itu dapat juga digunakan untuk melihat kualitas air pada suatu perairan. Karena organisme ini tidak seperti ikan yang bisa bergerak banyak dan jauh sehingga mereka kurang mampu menghindar dari efek sedimen dan polutan lain yang mengurangi kualitas air. Oleh karena itu, mereka dapat memberikan informasi mengenai kualitas air dan siklus hidup mereka memungkinkan penelitian yang dilakukan ahli geologi akuatik untuk menentukan setiap penurunan kualitas lingkungan.

Kerang mutiara termasuk biota laut bersifat plankton feeder, sehingga dipercaya akan membersihkan mutu air dari kemungkinan adanya blooming plankton yang tidak dikehendaki. Namun apabila kegiatan budidaya ini dalam kapasitas yang besar dan melebihi daya dukung dari perairan diduga dapat juga menyebabkan krisis plankton yang merupakan produser primer dalam suatu ekosisitim perairan(Supi dan Arthana, 2008).

PENULIS
Putu Ayu Weda Astuti
FPIK Universitas Brawijaya Angkatan 2015

EDITOR
Gery Purnomo Aji Sutrisno
FPIK Universitas Brawijaya Angkatan 2015

DAFTAR PUSTAKA
Al Habib, A. H., A. W. Fitri., N. P. F Anggraeni dan D. Sucahyono. 2018. Pemetaan Daerah Potensial Budiday Tiram Mutiara (Pinctada Maxima) Menggunakan Citra Satelit Berdasarkan Parameter Hidrometerologi Terhadap Pola Musiman di Perairan Lombok, Nusa Tenggara Barat. Prosiding SNFA (Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya). Hal 1-13.
Dwiponggo., A. 1976. “ Mutiara”. Jakarta : Lembaga Penelitian Perikanan Laut.
Google image.2015. http://www.googleimage.com/ diakses pada 1 November 2015
Hamzah M.S Dan Bisman Nababan., 2009. “Studi Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Anakan Kerang mutiara (Pinctada maxima) Pada Kedalaman Berbeda Di Teluk Kapontori, Pulau Buton”. Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional, Perhimpunan Biologi Indonesia XIX, pada Tgl. 9-10 Juli 2008 di Univ. Hasanuddin, Makasar.
Hamzah, A. S. 2016. Perkembangan dan Kelangsungan Hidup Larva Kerang Mutiara (Pinctada maxima) pada Kondisi Suhu yang Berbeda. SKRIPSI. FPIK universitas Halu Oleo Kendari. Hal 1-110.
Ikenoue and Kafuku 1992., Tiram Mutiara (Pinctada maxima”) Artikel (online).http//:yantotokan.blogspot.com/2011/…/tiram-mutiara-pinctada–maxima.ht… diakses pada 1 November 2015.
Muhditernate, 2011., “Budidaya Tiram Mutiara (Pinctada maxima)”Artikel (online). http//: muhditernate.wordpress.com/…/budidaya–tiram–mutiara–pinctada–ma… diakses pada 1 November 2015.
Mulyanto., 1987. “Teknik Budidaya Laut Tiram Mutiara di Indonesia”. Direktorat Jenderal Perikanan – International Development Research Centre, Jakarta.
Romimohtarto, K. dan S. Juwana.1999. Biologi Laut. Ilmu Tentang Pengetahuan Biota Laut. Puslitbang Oceanografi-LIPI. Jakarta: 527 hal.
Sudjana., 1991. “Desain dan Analisis Eksperimen, Edisi III”.Bandung: Tarsito.
Sutaman., 1993. Teknik Budidaya Tiram Mutiara dan Proses Pembuatan Mutiara, Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
Winanto., 2004. “Memproduksi Benih Tiram Mutiara”. Depok : Penebar Swadaya.
Zipcodezoo.2015.http://www.zipcodezoo.com/ diakses pada 1 November 2015.

Post a Comment for "Tiram Mutiara Atau Kerang Mutiara; Klasifikasi, Morfologi, Habitat Dll"