Ikan Nila (Oreochromis Niloticus); Klasifikasi, Morfologi, Habitat Dll



Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang termasuk dalam famili Cichlidae dan merupakan ikan asal Afrika (Boyd, 2004). Ikan ini merupakan jenis ikan yang di introduksi dari luar negeri, ikan tersebut berasal dari Afrika bagian Timur di sungai Nil, danau Tangayika, dan Kenya lalu dibawa ke Eropa, Amerika, Negara Timur Tengah dan Asia. Di Indonesia benih ikan nila secara resmi didatangkan dari Taiwan oleh Balai Penelitian Perikanan Air Tawar pada tahun 1969. Ikan ini merupakan spesies ikan yang berukuran besar antara 200-400 gram, sifat omnivora sehingga bisa mengkonsumsi makanan berupa hewan dan tumbuhan (Amri dan Khairuman, 2003).

Ikan nila (Oreochromis niloticus) adalah ikan air tawar yang banyak dibudidayakan di Indonesia dan merupakan ikan budidaya yang menjadi salah satu komoditas ekspor. Departemen Perikanan dan Akuakultur FAO (Food and Agriculture Organization) menempatkan ikan nila di urutan ketiga setelah udang dan salmon sebagai contoh sukses perikanan budidaya dunia. Ikan nila termasuk ikan air tawar yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, memiliki kandungan protein tinggi dan keunggulan berkembang dengan cepat. Kandungan gizi ikan nila yaitu protein 16-24%, kandungan lemak berkisar antara 0,2-2,2% dan mempunyai kandungan karbohidrat, mineral serta vitamin. Ikan nila mempunyai pertahanan yang tinggi terhadap gangguan dan serangan penyakit. Namun demikian, bukan berarti tidak ada hama dan penyakit yang akan mempengaruhi kesehatan dan pertumbuhan ikan nila, terlebih pada fase benih (Mulia, 2006). Menurut Amri dan Khairuman (2003), ikan Nila tergolong ikan pemakan segala (Omnivore), sehingga bisa mengkonsumsi makanan, berupa hewan dan tumbuhan. Larva ikan nila makanannya adalah, zooplankton seperti Rotifera sp, Daphnia sp, serta alga atau lumut yang menempel pada benda-benda di habitat hidupnya.

KLASIFIKASI (OREOCHROMIS NILOTICUS)
Menurut Saanin (1984), ikan nila (Oreochromis niloticus) mempunyai klasifikasi sebagai berikut :
Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Kelas
: Osteichtyes
Subkelas
: Acanthopterygii
Ordo
: Percomorphi
Subordo
: Percoidea
Famili
: Cichlidae
Genus
: Oreochromis
Spesies
: Oreochromis niloticus

MORFOLOGI


Morfologi ikan nila (Oreochromis niloticus) menurut Saanin (1968), mempunyai ciri – ciri bentuk tubuh bulat pipih, punggung lebih tinggi, pada badan dan sirip ekor (caudal fin) ditemukan garis lurus (vertikal). Pada sirip punggung ditemukan garis lurus memanjang. Ikan nila (Oreochromis niloticus) dapat hidup di perairan tawar dan mereka menggunakan ekor untuk bergerak, sirip perut, sirip dada dan penutup insang yang keras untuk mendukung badannya. Nila memiliki lima buah sirip, yaitu sirip punggung (dorsal fin), sirip dada (pectoral fin ), sirip perut (ventral fin), sirip anal  (anal fin), dan sirip ekor (caudal fin). Sirip punggungnya memanjang dari bagian atas  tutup insang  sampai bagian atas sirip ekor. Terdapat juga sepasang sirip dada dan sirip perut yang berukuran kecil dan sirip anus yang hanya satu buah berbentuk agak panjang. Sementara itu, jumlah sirip ekornya hanya satu buah dengan bentuk bulat.

Ikan nila Oreochromis niloticus memiliki bentuk tubuh yang panjang dan ramping dengan sisik berukuran besar. Matanya besar, menonjol, dan bagian tepinya berwarna putih. Gurat sisi (linea lateralis) terputus dibagian tengah badan kemudian berlanjut, tetapi letaknya lebih ke bawah daripada letak garis yang memanjang di atas sirip dada. Jumlah sisik pada gurat sisi yaitu 34 lembar. Sirip punggung, sirip perut, dan sirip dubur mempunyai jari-jari lemah tetapi keras dan tajam seperti duri. Bagian pinggir dan sirip punggung serta dadanya berwarna hitam (Khairuman dan Amri, 2013).

Ikan Nila memiliki lima sirip, yaitu sirip punggung (dorsal fin), sirip dada (pectoral fin), sirip perut (venteral fin), sirip anus (anal fin), dan sirip ekor (caudal fin). Sirip punggung memanjang, dari bagian atas tutup insang hingga bagian atas sirip ekor. Ada sepasang sirip dada dan sirip perut yang berukuran kecil. Sirip  anus hanya satu buah dan berbentuk agak panjang. Sementara itu, sirip ekornya berbentuk berbentuk bulat dan hanya berjumlah satu buah (Amri, 2002).

Ikan nila (Oreochromis niloticus) pada awalnya dimasukkan ke dalam jenis Tilapia nilotica atau ikan dari golongan tilapia yang mengerami telur dan larva di dalam mulutnya. Pada tahun 1982 nama ilmiah ikan nila menjadi Oreochromis niloticus. Perubahan nama tersebut telah disepakati dan dipergunakan oleh ilmuan meskipun dikalangan awam tetap disebut Tilapia niloticus (Khairuman dan Amri, 2008).

Berdasarkan morfologinya, ikan nila umumnya memiliki bentuk tubuh panjang dan ramping, dengan sisik berukuran besar. Matanya besar, menonjol, dan bagian tepinya berwarna putih. Gurat sisi (linea literalis) terputus dibagian tengah badan kemudian berlanjut, tetapi letaknya lebih ke bawah dari pada letak garis yang memanjang di atas sirip dada. Sirip punggung, sirip perut, dan sirip dubur mempunyai jari-jari keras dan tajam seperti duri. Sirip punggungnya berwarna hitam dan sirip dadanya juga tampak hitam. Bagian pinggir sirip punggung berwarna abu-abu atau hitam. Ikan nila memiliki lima sirip, yaitu sirip punggung (dorsal fin), sirip dada (pectoral fin), sirip perut (venteral fin), sirip anus (anal fin), dan sirip ekor (caudal fin). Sirip punggung memanjang, dari bagian atas tutup insang hingga bagian atas sirip ekor. Ada sepasang sirip dada dan sirip perut yang berukuran kecil. Sirip anus hanya satu buah dan berbentuk agak panjang. Sementara itu, sirip ekornya berbentuk bulat dan hanya berjumlah satu buah (Amri & Khairuman, 2002).

Ikan nila memiliki sirip punggung dengan rumus D XV, 10, sirip ekor C II, 15, dan sirip perut C I, 6. rumus tersebut menunjukkan perincian sebagai berikut: D XV, 10 artinya D = Dorsalis (sirip punggung), XV =15 duri, dan 10 =10 jari-jari lemah. C II, 15 artinya C = Caudalis (sirip ekor) terdiri dari 2 duri, dan 15 jari-jari lemah. V I, 6 artinya V = Ventralis (sirip perut) terdiri dari 1 duri, dan 6 jari-jari lemah (Rukmana,1997). Berdasarkan alat kelaminnya, ikan nila jantan memiliki ukuran sisik yang lebih besar daripada ikan nila betina. Alat kelamin ikan nila jantan berupa tonjolan agak runcing yang berfungsi sebagai muara urin dan saluran sperma yang terletak di depan anus. Jika diurut, perut ikan nila jantan akan mengeluarkan cairan bening (cairan sperma) terutama pada saat musim pemijahan. Sementara itu, ikan nila betina mempunyai lubang genital terpisah dengan lubang saluran urin yang terletak di depan anus. Bentuk hidung dan rahang belakang ikan nila jantan melebar dan berwarna biru muda.

Pada ikan betina, bentuk hidung dan rahang belakang agak lancip dan berwarna kuning terang. Sirip punggung dan sirip ekor ikan nila jantan berupa garis putus-putus. Sementara itu, pada ikan nila betina, garisnya berlanjut (tidak putus) dan melingkar (Amri dan Khairuman,2002).

CIRI – CIRI IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS)
Ikan nila merupakan jenis ikan air tawar yang mempunyai nilai konsumsi cukup tinggi. Bentuk tubuh memanjang dan pipih ke samping dan warna putih kehitaman atau  kemerahan. Ikan nila berasal dari Sungai Nil dan danau – danau sekitarnya. Sekarang ikan ini telah tersebar ke negara – negara di lima benua yang beriklim tropis dan subtropis. Di wilayah yang beriklim dingin, ikan nila tidak dapat hidup baik (Sugiarto, 1968)

HABITAT IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS)
Ikan nila merupakan ikan konsumsi yang umum hidup di perairan tawar, terkadan ikan nila juga ditemukan hidup di perairan yang agak asin (payau). Ikan nila dikenal sebagai ikan yang bersifat euryhaline (dapat hidup pada kisaran salinitas yang lebar). Ikan nila mendiami berbagai habitat air tawar, termasuk saluran air yang dangkal, kolam, sungai dan danau. Ikan nila dapat menjadi masalah sebagai spesies invasif pada habitat perairan hangat, tetapi sebaliknya pada daerah beriklim sedang karena ketidakmampuan ian nia untuk bertahan hidup di perairan dingin, yang umumnya bersuhu dibawah 21◦c (Harrysu, 2012).

Ikan nila umumnya hidup di perairan tawar, seperti sungai, danau, waduk, rawa, sawah dan saluran irigasi, tetapi toleransi yang luas terhadap salinitas sehingga ikan nila dapat hidup dan berkembang biak pada perairan payau dengan salinitas yang disukai antara 0-35%. Ikan nila air tawar dapat dipindahkan ke air payau, dengan proses adaptasi yang bertahap ikan nila yang masih kecil 2–5 cm, lebih tahan terhadap perubahan lingkungan dari pada ikan yang sudah besar. Pemindahan secara mendadak dapat menyebabkan ikan tersebut stress bahkan mati (Kordi, 2000). Ikan nila memiliki kemampuan menyesuaikan diri yang baik dengan lingkungan sekitarnya. Ikan ini memiliki toleransi yang tinggi terhadap lingkungan hidupnya, sehingga bisa dipelihara di dataran rendah yang berair payau maupun dataran tinggi dengan suhu yang rendah.

Ikan nila Oreochromis niloticus adalah salah satu ikan air tawar yang mudah beradaptasi dengan lingkungan dan mudah dipijahkan sehingga penyebarannya di alam sangat luas, baik di daerah tropis maupun di daerah beriklim sedang (Angienda dkk., 2010). Ikan nila Oreochromis niloticus umumnya hidup di perairan tawar, seperti sungai, waduk, rawa, sawah, saluran irigasi dan danau. Menurut Jorgensen dan Volleweiden (1989), perairan danau merupakan salah satu bentuk ekosistem air tawar yang ada di permukaan bumi. Secara fisik, danau merupakan suatu tempat yang luas, mempunyai air yang tetap, jernih atau beragam dengan aliran tertentu. Selanjutnya Wulandari (2006), danau adalah badan air yang dikelilingi daratan dan dikelompokkan sebagai salah satu jenis lahan basah.

JENIS IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) PERTAMA DI INDONESIA
Jenis nila masuk ke Indonesia pertama kali adalah jenis Oreochromis niloticus dan jenis Mozambigue yang lebih dikenal dengan nama mujair. Berdasarkan morfologinya, ikan Nila umumnya memiliki bentuk tubuh panjang dan ramping, dengan sisik berukuran besar. Matanya besar, menonjol, dan bagian tepinya berwarna putih. Gurat sisi (linea literalis) terputus dibagian tengah badan kemudian berlanjut, tetapi letaknya lebih ke bawah dari pada letak garis yang memanjang di atas sirip dada. Sirip punggung, sirip perut, dan sirip dubur mempunyai jari-jari keras dan tajam seperti duri. Sirip punggungnya berwarna hitam dan sirip dadanya juga tampak hitam. Bagian pinggir sirip punggung berwarna abu-abu atau hitam (Amri, 2002).

KUALITAS AIR IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS)
Kualitas air merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam kegiatan budidaya. Biota budidaya tumbuh optimal pada kualitas air yang sesuai dengan kebutuhannya (Ghufran, 2009). kualitas air meliputi sifat fisika, kimia dan biologi air. Sifat fisika meliputi suhu, kecerahan air, kekeruhan, dan warna air. Sifat kimia air meliputi derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (DO),  karbondioksida, amoniak, dan alkalinitas. Sedangkan sifat biologi air meliputi plankton, benthos, dan tanaman air. Variabel dalam kualitas air tersebut akan mempengaruhi pengelolaan, daya hidup, dan perkembangbiakan ikan. Beberapa parameter kualitas air yang penting dalam budidaya ikan nila adalah suhu, pH, oksigen terlarut, dan amoniak. Agar pertumbuhan dan perkembangan ikan nila berjalan dengan baik maka parameter kualitas air tersebut harus tetap terjaga sehingga pertumbuhan benih ikan nila dapat berlangsung optimal (Popma dan Masser, 1999).

Nila dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada lingkungan perairan dengan kadar Dissolved Oxygen (DO) antara 2,0 - 2,5 mg/l. Secara umum nilai pH air pada budidaya ikan nila antara 5 sampai 10 tetapi nilai pH optimum adalah berkisar 6 - 9. Ikan nila umumnya hidup di perairan tawar, seperti sungai, danau, waduk, rawa, sawah dan saluran irigasi, memiliki toleransi terhadap salinitas sehingga ikan nila dapat hidup dan berkembang biak di perairan payau dengan salinitas 20 - 25‰ (Setyo, 2006).

Menurut Lesmana (2001), suhu pada air mempengaruhi kecepatan reaksi kimia, baik dalam media luar maupun dalam tubuh ikan. Suhu makin naik, maka reaksi kimia akan semakin cepat, sedangkan konsentrasi gas akan semakin turun, termasuk oksigen. Akibatnya, ikan akan membuat reaksi toleran dan tidak toleran. Naiknya suhu, akan berpengaruh pada salinitas, sehingga ikan akan melakukan proses osmoregulasi. Oleh karena itu ikan dari daerah air payau akan melakukan toleransi yang tinggi dibandingkan ikan laut dan ikan tawar.

Suhu mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu penyebaran organisme baik dilautan maupun diperairan tawar dibatasi oleh suhu perairan tersebut. Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kehidupan biota air. Secara umum laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu, dapat menekan kehidupan hewan budidaya bahkan menyebabkan kematian bila peningkatan suhu sampai ekstrim (Kordi dan Andi, 2009).

Suhu yang masih bisa ditolerir benih ikan nila dalah 15-37°C, namun ikan nila akan tumbuh optimal pada suhu 25-30°C (Wiryanta et al, 2010). Ghufran (2009) menjelaskan bahwa suhu berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan biota air. Perubahan suhu yang tinggi dapat mematikan biota budidaya karena terjadi perubahan daya angkut darah. Kemudian peningkatan suhu juga dapat mempengaruhi penurunan kelarutan kadar oksigen di perairan (Effendi, 2000).

pH (derajat keasaman) merupakan gambaran keberadaan ion hidrogen di dalam suatu perairan. Klasifikasi nilai pH = 7 bersifat netral. Kemudian nilai 0<pH<7 bersifat asam. Sedangkan nilai 7<pH<14 bersifat basa (Effendi, 2000). Popma dan Masser (1999) menjelaskan bahwa ikan nila dapat bertahan pada pH  6-9. Namun pertumbuhan benih ikan nila akan optimal pada kisaran pH 7-8 (Ghufran, 2009). Fluktuasi pH harian di kolam dipengaruhi oleh proses fotosintesis dan respirasi biota. Pada saat sore hari, nilai pH akan meningkat karena pengaruh dari proses fotosintesis. Pada saat nilai pH tinggi dan kondisi suhu air hangat di sore hari, amoniak akan mendominasi perairan tersebut. Semakin tinggi nilai pH, maka tingkat toksisitas amoniak akan semakin meningkat (Hargreaves dan Tucker, 2004).

Ikan nila merupakan spesies yang tahan terhadap kekurangan oksigen terlarut dalam air. Namun pertumbuhan ikan nila akan optimal jika kandungan oksigen terlarut lebih dari 3 ppm (Cholik, 2005). Kadar oksigen terlarut rendah menyebabkan metabolisme, pertumbuhan, dan resistensi terhadap penyakit menjadi terganggu (Popma dan Masser, 1999). Fluktuasi kadar oksigen yang tinggi di perairan hingga mencapai kadar yang sangat rendah berbahaya bagi organisme akuatik. Semakin rendah kadar oksigen terlarut maka semakin tinggi toksisitas zinc, tembaga, timbal, sianida, hidrogen sulfida, dan amoniak (Effendi, 2000).

Amoniak adalah senyawa beracun di perairan. Sumber utama amoniak adalah hasil sistem ekskresi ikan dan difusi dari sedimen. Pada pH > 7, amoniak tidak terionisasi dan bersifat toksik (Effendi, 2000). Tingkat toksisitas amoniak akan meningkat dengan peningkatan pH dan temperatur. Jika konsentrasi amoniak yang berada di perairan cukup tinggi, maka peningkatan toksisitas amoniak dapat menyebabkan kerusakan insang dan ginjal, penurunan pertumbuhan, terganggunya sistem otak, dan kadar oksigen terlarut menjadi rendah (Durborow et al, 1997). Batas konsentrasi kandungan amoniak yang dapat mematikan ikan nila adalah ≥ 0,2 mg/L (Popma dan Masser, 1999). 

Pada perairan alam dan dalam sistem pemeliharaan ikan, konsentrasi karbondioksida diperlukan untuk proses fotosintesis oleh tanaman air. Nilai CO2 ditentukan antaralain oleh pH dan suhu. Jumlah CO2 di dalam perairan yang bertambah akan menekan aktivitas pernapasan ikan dan menghambat pengikatan oksigen oleh hemoglobin sehingga dapat membuat ikan menjadi stress. Kandungan CO2 dalam air untuk kegiatan pembesaran nila sebaiknya kurang dari 15 mg/liter (Sucipto dan Prihartono, 2005).

Adapun kualitas air yang dianggap baik untuk kehidupan nila dapat dilihat dibawah:

Tabel. Kualitas air untuk ikan nila
Parameter
Kandungan air yang di anjurkan
Suhu
25-300C
Ph
6,5-8,5
Oksigen terlarut (DO)
> 3 mg/l
Amonia total maksimum
1 (mg/l total amonia)
Kekeruhan maksimum
50 NTU
Karbon dioksida (CO2) maksimum
11 (mg/l)
Nitrit minimum
0,1 (mg/l)
Alkalinitas minimum
20 (mg/l CaCO3)
Kesadahan total minimum
20 (mg/l CaCO3)

JENIS PAKAN DAN KEBIASAAN MAKAN IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS)
Menurut Sutisna dan Sutarrmanto (1999), ketersediaan pakan alami merupakan pakan alami merupakan faktor pembatas bagi kehidupan benih ikan di kolam. Di dalam unit pembenihan, jasad pakan harus dipasok secara kontinyu. Keistimewaan pakan alami bila dibandingkan dengan pakan buatan adalah kelebihan pemberian pakan alami sampai batas tertentu tidak menyebabkan penurunan kualitas air. Selain makanan alami yang tersedia di kolam, diberikan juga makanan tambahan pakan (pelet) dengan kandungan protein minimal 25%, dengan frekuensi pemberian pakan 2 – 3 kali sehari yaitu : pagi,siang dan sore hari. Jumlah pakan yang diberikan 3% dari berat biomas ikan perhari.

Ketersediaan pakan yang baik pertumbuhan ikan nila harus mampu memenuhi kebutuhan nutrisi ikan. Aspek kebutuhan gizi pada ikan sama dengan makhuk lain, yang berperan dalam proses fisiologis dan biokimia aktivitas harian (O-fish, 2007)

KELANGSUNGAN HIDUP IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS)
Ikan nila memiliki ketahanan yang tinggi terhadap penyakit, tahan terhadap lingkungan air yang kurang baik. Kelangsungan hidup ikan dapat dilakukan dengan cara yaitu: pemilihan pakan/pelet jenis terapung dan Pemberian pakan menyebar, tidak terkonsentrasi pada area tertentu (Suyanto, 2004).

REPRODUKSI IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS)
Pada ikan betina mempunyai indung telur sedangkan ikan jantan mempunyai testis. Baik indung telur maupun testis ikan semuanya terletak pada rongga perut di sebelah kandung kemih dan kanal alimentari. Keadaan gonad ikan sangat menentukan kedewasaan ikan. Kedewaan ikan meningkat dengan makin meningkatnya fungsi gonad ikan nila umumnya mempunyai sepasang gonad, terletak pada bagian posterior rongga perut di sebelah bawah ginjal. Pada saat ikan nila bertelur dan sperma dikeluarkan oleh ikan jantan, pada saat itu pula terjdilah fertilisasi di luar tubuh induknya(eksternal) yaitu di dalam air tempat dimana ikan itu berada, kemudian mengerami telur di dalam mulutnya antara 4 – 5 hari dan telur tersebut menetas dinamakan larva. Larva tersebut mempunyai kuning telur yang masih menempel pada tubuhnya digunakan sebagai cadangan makanan untuk awal kehidupannya (Suyanto, 1993).

PERAN IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) DI PERAIRAN
Beberapa hal yang mendukung pentingnya komoditas nila adalah memiliki toleransi yang relatif tinggi terhadap kualitas air dan penyakit, memiliki toleransi yang luas terhadap kondisi lingkungan, memiliki kemampuan yang efisien dalam membentuk protein kualitas tinggi dari bahan organik, limbah domestik dan pertanian, memiliki kemampuan tumbuh yang baik, dan mudah tumbuh dalam sistem budidaya intensif (Rizal, 2009)

TINGKAH LAKU IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS)
Ikan nila banyak hidup di daerah sungai dan danau. Ikan nila sangat ook dengan dipelihara pada perairan yang tenang, kolam atau reservoir. Ikan nila merupakan ikan tropis yang hidup pada perairan hangat yang berasal dari benua Afrika dan memiliki sifat cepat tumbuh dan berkembang biak pada umur masih muda, sekitar 3,6 bulan (Khoironi, 1996).

Ikan nila bersifat omnivora yang cenderung herbivora sehingga lebih mudah beradaptasi dengan jenis pakan seperti plankton hewani, plankton nabati, dan daun tumbuhan yang halus. Selain itu ikan nila dapat diberi pakan buatan seperti pellet dan pakan tambahan seperti dedak halus, tepung bungkil sawit, dan ampas kelapa (Sayed, 1999). Untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan serta kelangsungan hidupnya ikan memerlukan pakan yang cukup dari segi kualitas dan kuantitas. Pakan yang bermutu baik, salah satunya ditentukan oleh kandungan gizi (protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral) dalam komposisi yang tepat.

MANFAAT IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS)
Menurut Suyanto (2010), ikan nila disukai oleh berbagai bangsa karena dagingnya enak dan tebal serta cepat berkembang biak. Selain disukai oleh konsumen ikan nila harganya relatif murah dan dapat dijangkau oleh masyarakat di Indonesia. Meningkatnya jumlah permintaan akan ikan nila saat ini, menyebabkan banyaknya ikan nila yang beredar di pasaran tidak diketahui asal usul ikan yang diperdagangkan (Muhtadin, 2011). Ikan nila bermanfaat sebagai makanan pokok yang tinggi akan protein, di restoran bisanya ikan nila disajikan berbentuk fillet, karena apabila ikan di filllet maka harganya tentu semakin naik.

Fillet ikan adalah bagian daging ikan yang diperoleh dengan penyayatan ikan utuh sepanjang tulang belakang dimulai dari kepala hingga mendekati ekor. Tulang belakang dari tulang rusuk yang membatasi badan dengan rongga perut tidak terpotong pada waktu penyayatan. Daging fillet yang diperoleh dengan cara penyayatan seperti ini tulang atau duri ikan yang ikut umumnya hanya sedikit  sekali. Lebih lanjut dinyatakan bahwa produk fillet ikan lebih rentan terhadap kontaminasi dan penurunan mutu daripada ikan utuh. Penerapan rantai dingin dan kebersihan yang ketat merupakan persyaratan utama agar memperoleh produk yang memenuhi persyaratan yang telah ditentukan (Irawan, 2010).

Fillet ikan adalah daging ikan tanpa sisik dan tulang (kadang-kadang juga tanpa kulit) diambil dari kedua sisik badan ikan, kadang-kadang kedua potongan saling bergandengan yang dikenal dengan nama butterfly fillet (Suptijha dkk, 2008).

Macam-macam fillet ikan adalah fillet berkulit (skin-on fillet), fillet tidak berkulit (skinless fillet), fillet tunggal (singel fillet) yaitu daging ikan yang disayat memanjang tulang belakang dan fillet kupu-kupu (butterfly fillet) yaitu dua fillet tunggal yang dihubungkan sesamanya oleh bagian yang tidak terpotong (Rogers dkk, 2004)

Tabel. Kandungan Kimia Ikan Nila per 100 gram daging

PENULIS
Laurensius Ereka Putra Laskar
FPIK Universitas Brawijaya Angkatan 2015

EDITOR
Gery Purnomo Aji Sutrisno
FPIK Universitas Brawijaya Angkatan 2015
           
DAFTAR PUSTAKA
Arie, 2004. Metodologi Biologi Perikanan. Cetakan Pertama Yayasan Dewi Sri.Bogor
Harrysu, 2012. Kemungkinan penggunaan ikan nila sebagai agen pembersih perairan waduk. Semiloka Nasional Pengelolaan dan Pemanfaatan Danau dan Waduk. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hee, 1999. Status dan strategi pengendalian waduk multiguna Cirata. Prosiding Semiloka Nasional Pengelolaan dan Pemanfaatan Danau dan Waduk. Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Unpad. Bandung.
Jhigran dan Pullin, 1983. The ecology of fisheries. Translated By. L. Birket. Academic Press.
Khairuman,dkk ,2002. Pemeriksaan Kadar Logam Berat dan Unsur Hara pada Ikan, Pakan dan Sedimen di Waduk Cirata. Laporan Hasil. Bandung.
Khoironi, 1996. Planktonologi. Edisi Pertama. Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Peternakan Undip. Semarang.
Perikananindonesia.com. 2013. Morfologi Ikan Nila
Ramlah., E. Soekendarsi., Z. Hasyim dan M. S. Hasan. 2016. Perbandingan Kandungan Gizi Ikan Nila Oreochromis niloticus Asal Danau Mawang Kabupaten Gowa dan Danau Universitas Hasanuddin Kota Makassar. Jurnal Biologi Makassar (Bioma). 1(1): 39-46.
Rizal, 2009. Biolimnologi dan potensi ikan di perairan Waduk Darma, Jawa Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Pusat Riset Perikanan Tangkap. Jakarta.
Saanin, 1984. Usaha Budidaya Ikan nila. C.V Simplex. Jakarta.
Sandi. 2012. Gambar Ikan Nila
Sucipto dan Prihartono, 2005. Budidaya Ikan nila di Kolam Terpal. Penerbit ANDI. Yogyakarta.
Sugiarto, 1968. Statistik Perikanan Budidaya. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Jakarta.
Sutisna dan Sutarrmanto, 1999. Kiat Sukse Budidaya nila di Lahan Sempit. Agromedia Pustaka. Jakarta
Suyanto, 1993. Benih ikan nila kelas benih sebar. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Jakarta..
Suyanto, 2004. Pakan buatan untuk ikan nila SNI 01-4087-2006. SNI Budidaya Air Tawar. Direktorat Produksi, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Jakarta.
T.V.R Pillay, 1990. AQUACULTURE. Principles and Practices.

Post a Comment for "Ikan Nila (Oreochromis Niloticus); Klasifikasi, Morfologi, Habitat Dll"