Pendederan Ikan Gabus Di Kolam Terpal Dengan Padat Tebar Berbeda


Ikan gabus (Channa striata) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Namun, budidaya ikan tersebut masih terkendala dalam produksi karena fase larva merupakan fase kritis dimana tingkat mortalitasnya sangat tinggi. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui padat tebar yang terbaik terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan larva ikan gabus pada pendederan di kolam terpal. Penelitian ini telah dilaksanakan di Unit Pembenihan Rakyat Batanghari Sembilan pada tanggal 3 Juni sampai dengan 3 Juli 2014. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan 3 ulangan. Perlakuan terdiri dari P1 (padat tebar 2 ekor/liter), P2 (padat tebar 4 ekor/liter), P3 (padat tebar 6 ekor/liter), dan P4 (padat tebar 8 ekor/liter. Hasil penelitian menunjukan bahwa perlakuan padat tebar yang berbeda berpengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan panjang mutlak serta bobot mutlak. Perlakuan terbaik terdapat pada P1 dengan padat tebar 2 ekor per liter yang menghasilkan nilai tertinggi pada kelangsungan hidup (63,83 %), pertumbuhan panjang mutlak (3,61 cm), dan pertumbuhan bobot mutlak (3,88 g). Parameter fisika kimia air masih dalam kisaran optimal yaitu suhu 27-32oC, pH 5,2-7,8, oksigen terlarut 2,08-7,06 mg.L-1. dan amonia 0,006-0,072 mg.L-1.

DESKRIPSI PENELITIAN IKAN GABUS
Ikan gabus (Channa striata) merupakan salah satu ikan yang mempunyai distribusi yang luas dari China, India, Srilanka kemudian India Timur, Philiphina, Nepal, Burma, Pakistan, Singapura, Malaysia dan Indonesia (Allington 2002 dalam Fitriliyani, 2005). Di perairan Indonesia ikan ini tersebar di beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS), seperti daerah aliran sungai di Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Ikan ini sangat digemari karena memiliki daging yang tebal dan rasa yang khas. Di Sumatera Selatan nilai ekonomisnya terus meningkat karena ikan gabus selain dapat dimanfaatkan dalam bentuk segar juga telah digunakan sebagai bahan pembuatan kerupuk, pempek dan olahan lainnya (Muthmainnah et al., 2012). Menurut Muslim (2007), ikan gabus mulai dari ukuran kecil sampai ukuran besar dapat dimanfaatkan. Pemanfaatan ikan gabus dari berbagai ukuran tersebut menyebabkan kebutuhan ikan gabus semakin meningkat. Produksi ikan gabus di Sumatera Selatan masih mengandalkan tangkapan dari alam. Untuk memenuhi permintaan ikan gabus yang semakin meningkat, maka intensitas penangkapan ikan gabus di alam juga semakin meningkat. Semakin intensifnya penangkapan ikan gabus memberikan dampak terhadap menurunnya populasi ikan gabus di alam (Muslim, 2007).

Dalam rangka pengembangan budidaya ikan gabus telah banyak dilakukan penelitian mengenai ikan tersebut, mulai dari pembenihan sampai dengan pembesaran. Hasil penelitian Muslim dan Syaifudin (2012), tentang domestikasi ikan gabus telah menunjukkan hasil yang menggembirakan dimana kelangsungan hidup yang diperoleh mencapai 90 %. Selain itu menurut Kordi (2011), Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Mandiangin Kalimantan Selatan telah berhasil dalam hal pembenihan ikan gabus. Namun demikian meskipun pengembangan ikan gabus sudah berhasil dilakukan tetapi permasalahan yang dihadapi adalah masih rendahnya kelangsungan hidup pada fase larva (Ramli dan Rifa’i, 2010). Miller (1988) dalam Rahardjo et al., (2010), menyatakan bahwa pada saat fase larva ikan masih belum mampu beradaptasi dengan lingkungan, selain itu faktor lain yang menjadi tingginya mortalitas pada fase larva karena larva ikan kesulitan dalam mendapatkan makanan yang cocok dengan ukuran bukaan mulut larva. Untuk itu perlu dilakukan suatu upaya agar dapat meningkatkan kelangsungan hidup larva ikan gabus.

Salah satu cara adalah melalui optimasi padat penebaran pada sistem yang terkontrol. Berdasarkan Mollah et al., (2009), padat tebar larva ikan gabus sebanyak 2 ekor per liter yang berukuran 1±0,5 cm yang dipelihara selama 21 hari di akuarium menunjukkan hasil terbaik dimana menghasilkan kelangsungan hidup sebesar 80 %. Belum adanya informasi mengenai kajian padat tebar dalam pendederan larva ikan gabus yang optimal di kolam terpal membuat penelitian ini penting untuk dilakukan.

METODE PENELITIAN IKAN GABUS
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah larva ikan gabus yang berukuran 1,5±0,5 cm, Tubifex sp. pelet komersil dengan protein 39-41 %, pupuk kandang sebanyak 500 g, dan eceng gondok. Sedangkan alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah kolam terpal dengan ukutan 1 x 1 x 0,5 m, jaring dengan mesh size 0,5 m, timbangan, milimeter block, serok larva, pH-meter, DO-meter serta kamera digital. Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pembenihan Rakyat (UPR) Batanghari Sembilan, Kecamatan Indralaya Utara Kabupaten Ogan lIir, pada tanggal 3 Juni sampai dengan tanggal 3 Juli 2014.

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Penentuan padat tebar ikan berdasarkan pengembangan hasil penelitian Mollah et al., (2009). Perlakuan yang dicobakan adalah perbedaan padat tebar pendederan larva ikan gabus yaitu sebagai berikut:
P1 = Padat tebar 2 ekor per liter
P2 = Padat tebar 4 ekor per liter
P3 = Padat tebar 6 ekor per liter
P4 = Padat tebar 8 ekor per liter

Persiapan Kolam
Wadah yang digunakan untuk pemeliharan larva ikan gabus berupa kolam terpal yang berukuran 1 x 1 x 0,5 m dengan volume air ± 20 cm (pengembangan hasil penelitian Extrada et al., 2013). Pada masing-masing kolam diletakkan tumbuhan air berupa eceng gondok yang berfungsi sebagai perlindungan ikan dari panas terik matahari dan pada bagian atas kolam ditutupi dengan jaring guna menghindari masuknya predator yang dapat memangsa ikan. Selanjutnya setiap kolam diberi kode perlakuan.

Pengelolaan Air Kolam
Pengisian air kolam dilakukan dari air yang bersumber dari sumur. Selanjutnya dilakukan pemupukan yang berasal dari kotoran ayam dengan dosis 500 g/m2 dan dikondisikan selama 7 hari. Pemupukan ini berfungsi sebagai menumbuhkan pakan alami. Selanjutnya apabila terjadi kekurangan air akibat penguapan, dapat ditambahkan air baru sampai batas yang telah ditentukan.

Adaptasi Larva Sebelum Pemeliharaan
Larva ikan gabus yang digunakan dalam penelitian ini didapatkan dari nelayan pengumpul benih ikan gabus di daerah Tanjung Pering, Indralaya. Larva yang digunakan dalam penelitian ini berukuran 1,5±0,5 cm. Selanjutnya larva ikan gabus diadaptasikan terlebih dahulu selama dua hari. Selama proses adaptasi larva ikan gabus diberikan pakan alami Tubifex sp. secara adlibitum. Sebelum dilakukan pemeliharaan, diambil sampel larva sebanyak 20 % kemudian ditimbang bobot dan diukur panjang tubuhnya sebagai data awal.

Pemeliharaan dan Pemberian Pakan
Pemeliharaan dilakukan di kolam terpal selama 30 hari. Selama pemeliharaan diberikan pakan yang berdasarkan hasil penelitian Amornsakun et al., (2011) dan Mollah et al., (2009). Pada pemeliharaan hari ke-1 hingga hari ke-11 berupa Tubifex sp. yang diberikan secara adlibitum, pada hari ke-12 hingga hari ke-15 pemeliharaan diberikan pakan berupa kombinasi antara Tubifex sp. dan pelet komersil. Sedangkan pada hari ke-16 hingga hari ke-30 pemeliharaan diberikan pakan berupa pelet komersil secara at satiation. Frekuensi pemberian pakan dilakukan tiga kali sehari dengan waktu pemberian pada pukul 08.00 WIB, 12.00 WIB dan 17.00 WIB. Pada akhir pemeliharaan dilakukan penghitungan jumlah ikan serta penimbangan bobot dan panjang ikan.

Parameter dalam Penelitian

Adapun parameter yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Kelangsungan Hidup
Metode yang digunakan untuk mengukur kelangsungan hidup ikan yang dipelihara adalah dengan membandingkan jumlah ikan yang hidup pada akhir pemeliharaan dengan jumlah ikan pada awal penebaran.

Perhitungan nilai kelangsungan hidup larva ikan gabus dengan menggunakan rumus Effendie (1979), sebagai berikut :
Kelangsungan Hidup (KH) = Nt/No x 100 %
Keterangan :
KH = Kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah ikan akhir pemeliharaan (ekor)
No = Jumlah ikan pada awal penebaran (ekor)

Pertumbuhan
Untuk mengetahui pertumbuhan bobot dan panjang larva ikan gabus dilakukan dengan cara menimbang bobot ikan gabus dengan timbangan dan pengukuran panjang dengan kertas milimeter blok. Perhitungan bobot dilakukan pada awal dan akhir masa pemeliharaan. Jenis data yang diambil meliputi :

Pertumbuhan panjang mutlak
Rumus pertumbuhan panjang mutlak yang digunakan berdasarkan Effendie (1979), adalah sebagai berikut :
L = Lt – Lo
Keterangan :
L = Pertambahan panjang mutlak (cm)
Lt = Panjang larva ikan gabus pada akhir pemeliharaan (cm)
Lo = Panjang larva ikan gabus pada awal pemeliharaan (cm)
Pertumbuhan bobot mutlak

Rumus pertumbuhan bobot mutlak yang digunakan berdasarkan Effendie (1979), adalah sebagai berikut :
W = Wt – Wo
Keterangan :
W = Pertumbuhan bobot mutlak (g)
Wt = Bobot larva ikan gabus pada akhir pemeliharaan (g)
Wo = Bobot larva ikan gabus pada awal pemeliharaan (g)

Fisika dan Kimia Air
Parameter fisika dan kimia air yang diukur antara lain yaitu suhu, pH, oksigen terlarut dan amonia. Pengukuran fisika dan kimia air yang meliputi suhu dan pH dilakukan setiap hari, sedangkan oksigen terlarut dan amonia diukur pada awal, tengah dan akhir masa pemeliharaan.

Analisis Data
Data kelangsungan hidup, pertumbuhan panjang mutlak dan pertumbuhan bobot mutlak diuji dengan analisis sidik ragam (Uji F) pada selang kepercayaan 95%. Bila terdapat perbedaan nyata dilanjutkan dengan uji lanjut Beda Nyata Terkecil (BNT) (Hanafiah, 2004). Data fisika kimia air yang diperoleh dari setiap perlakuan berupa data suhu, pH, oksigen terlarut dan amonia dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN IKAN GABUS

Kelangsungan Hidup
Berdasarkan hasil penelitian, kelangsungan hidup larva ikan gabus yang diberi perlakuan padat tebar berbeda menunjukkan adanya perubahan terhadap persentase kelangsungan hidup pada akhir pemeliharaan.(Gambar 1)


Angka-angka yang diikuti huruf superskrip yang berbeda menunjukkan respon berbeda nyata pada taraf 5%

Gambar 1. Kelangsungan hidup larva ikan gabus selama penelitian

Keberhasilan suatu produksi dapat dilihat dari nilai kelangsungan hidupnya. Kelangsungan hidup suatu populasi ikan merupakan nilai presentase jumlah ikan yang hidup dari jumlah yang ditebar dalam suatu wadah selama masa pemeliharaan tertentu (Effendi, 1997).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil kelangsungan hidup tertinggi pada perlakuan dengan padat tebar 2 ekor per liter dengan persentase kelangsungan hidup sebesar 63,83 %, sementara perlakuan terendah 8 ekor per liter dengan persentase kelangsungan hidup sebesar 14,58 %. Analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perbedaan padat tebar berpengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup larva ikan gabus. Selanjutnya dilakukan uji lanjut menggunakan BNT pada taraf 0,05% menunjukkan bahwa pada perlakuan padat tebar 2 ekor per liter berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya. Hal ini dikarenakan pada perlakuan dengan padat tebar 2 ekor per liter memiliki ruang gerak yang cukup luas sehingga mampu bergerak secara bebas dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Selain itu juga pada perlakuan padat tebar yang rendah ikan akan mampu memanfaatkan pakan secara optimal. Terdapat kecenderungan nilai rata-rata kelangsungan hidup bahwa semakin tinggi padat tebar maka tingkat kelangsungan hidup semakin menurun. Selaras dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Lenawan (2009), yang menyatakan bahwa pada kepadatan yang rendah larva ikan gurami mampu memanfaatkan ruang gerak dan pakan secara maksimal meskipun terjadi persaingan dalam hal memperoleh ruang gerak dan makanan namun masih dalam batas toleransi ikan sehingga menghasilkan persentase kelangsungan hidup yang tinggi.

Nilai kelangsungan hidup yang terendah diperoleh pada perlakuan dengan padat tebar 8 ekor per liter. Rendahnya tingkat kelangsungan hidup larva ikan gabus selama penelitian ini diduga terjadinya persaingan antar individu ikan dalam hal memperebutkan ruang gerak dan makanan. Pada kepadatan yang tinggi akan terjadi pertumbuhan larva yang beragam yang mengakibatkan persaingan dalam hal mendapatkan makanan, meskipun kebutuhan pakan larva ikan gabus pada penelitian ini terpenuhi. Larva yang berukuran lebih besar akan lebih menguasai makanan yang tersedia selain itu dengan ditunjang oleh ukuran tubuh yang lebih besar sehingga kesempatan makannya lebih tinggi dan akan tumbuh lebih cepat. Sedangkan larva yang kecil kesempatan untuk mendapatkan makanan rendah karena kalah dalam memperebutkan makanan dengan larva yang berukuran lebih besar. Kondisi yang demikian diduga dapat memicu terjadinya sifat kanibalisme pada larva ikan gabus. Hal ini sesuai dengan Hartini (2007), menyatakan bahwa pada pendederan benih ikan lele dumbo yang berukuran 5-6 cm menghasilkan kelangsungan hidup yang rendah sebesar 13 % yang diakibatkan oleh terjadinya dominasi makanan oleh benih ikan yang memiliki ukuran lebih besar.

Selanjutnya rendahnya kelangsungan hidup larva ikan gabus diduga akibat dari ruang gerak yang terbatas dibandingkan dengan jumlah larva yang ditampung akan menyebabkan bertumpuknya larva satu sama lain, akibatnya akan terjadi persaingan dalam memperoleh tempat. Berdasarkan Nurhamidah (2007) dalam Almaniar et al., (2012), menyatakan bahwa pada tingkat kepadatan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan kompetisi ruang gerak, sehingga menjadi terbatas dikarenakan ikan semakin berdesakan, hal ini dapat menyebabkan pertumbuhan individu, pemanfaatan pakan dan kelangsungan hidup ikan akan menurun. Selain itu, peningkatan kepadatan dapat mempengaruhi proses fisiologi dan tingkah laku ikan terhadap ruang gerak. Hal ini pada akhirnya dapat menurunkan kondisi kesehatan dan fisiologis ikan sehingga pemanfaatan makanan, pertumbuhan dan kelangsungan hidup mengalami penurunan (Handajani dan Hastuti, 2002 dalam Yulianti, 2007).

Pertumbuhan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapat rata-rata pertumbuhan panjang mutlak dan bobot mutlak larva ikan gabus yang disajikan pada Gambar 2 dan Gambar 3.


Angka-angka yang diikuti huruf superskrip yang sama pada kolom yang berbeda menunjukkan respon tidak berbeda nyata pada taraf 5%

Gambar 2. Rata-rata pertumbuhan panjang mutlak larva ikan gabus


Angka-angka yang diikuti huruf superskrip yang sama pada kolom yang berbeda menunjukkan respon tidak berbeda nyata pada taraf 5%

Gambar 3. Rata-rata pertumbuhan bobot mutlak larva ikan gabus

Berdasarkan Gambar 2. dan 3, selama satu bulan masa pemeliharaan diperoleh rata-rata pertumbuhan panjang mutlak larva ikan gabus tertinggi yaitu pada perlakuan padat tebar 4 ekor per liter yaitu sebesar 3,61 cm dan rata-rata pertumbuhan panjang mutlak terendah pada perlakuan padat tebar 8 ekor per liter yaitu sebesar 1,40 cm. Nilai rata-rata pertumbuhan bobot mutlak tertinggi berada pada perlakuan padat tebar 2 ekor per liter yaitu sebesar 3,88 g dan terendah pada perlakuan padat tebar 8 ekor per liter yaitu sebesar 1,71 g. Analisa sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan padat tebar yang berbeda pada pendederan larva ikan gabus berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan panjang mutlak dan bobot mutlak. Selanjutnya dilakukan uji lanjut dengan menggunakan BNT 0,05% menunjukkan bahwa rata-rata pertumbuhan panjang mutlak pada perlakuan padat tebar 2 ekor per liter tidak berbeda nyata dengan perlakuan 4 ekor per liter, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan 6 ekor per liter dan 8 ekor per liter. Sementara pada pertumbuhan bobot mutlak pada perlakuan 2 ekor per liter berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya. Pada kepadatan yang rendah diduga larva ikan gabus mampu memanfaatkan wadah, ruang gerak, dan pakan secara efisien serta akan berdampak pada pertumbuhan ikan. Perlakuan dengan padat tebar tinggi menyebabkan kondisi ikan menjadi kurang sehat sehingga pemanfaatan pakan tidak optimal dan mengakibatkan terganggunya pertumbuhan ikan (Hartini, 2007). Menurut Hepher dan Pruginin (1981) dalam Yulianti (2007), selain faktor internal seperti jenis ikan dan sifat genetik, pertumbuhan ikan juga dipengaruhi oleh faktor eksternal antara lain faktor lingkungan, pakan, serta ruang gerak. Peningkatan nilai rata-rata pertumbuhan panjang dan bobot mutlak menunjukkan bahwa kepadatan yang rendah memiliki kemampuan memanfaatkan ruang gerak dengan baik dibandingkan dengan kepadatan yang tinggi, karena dengan padat tebar yang berbeda dalam wadah yang luasnya sama pada masing-masing perlakuan terjadinya persaingan antar individu juga akan meningkat, terutama persaingan memperebutkan ruang gerak sehingga individu yang kalah akan terganggu pertumbuhannya dan juga dimungkinkan terdapat persaingan dalam hal mendapatkan pakan. Dengan adanya ruang gerak yang cukup luas ikan dapat bergerak secara maksimal. Hal ini didukung oleh pendapat Rahmat (2010) dalam Arini et al., (2013), menyatakan bahwa pada padat penebaran yang tinggi ikan mempunyai daya saing dalam memanfaatkan makanan, dan ruang gerak sehingga akan mempengaruhi laju pertumbuhan ikan tersebut.

Fisika Kimia Air
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapat nilai fisika kimia air kolam pendederan larva ikan gabus selama pemeliharaan satu bulan disajikan dalam Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Kisaran nilai fisika kimia air pendederan larva ikan gabus


Sumber:
1) Muslim (2007)
2) Syafei et al, (1995) dalam Fitriliyani (2005)
3) Kordi (2011)
4) Jianguang et al, (2003) dalam Extrada et al, (2013)

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan nilai fisika kimia air berupa suhu, pH, oksigen terlarut, dan amonia masih berada dalam kisaran toleransi. Suhu merupakan faktor yang mempengaruhi laju metabolisme dan kelarutan gas dalam air (Zonneveld et al., dalam Extrada et al., 2013). Kisaran suhu yang diperoleh adalah 27-32oC, hal ini diakibatkan oleh perubahan cuaca yang mengakibatkan terjadinya fluktuasi suhu. Kisaran nilai suhu tersebut masih berada pada batas toleransi. Hal ini sesuai dengan pendapat Muslim (2007), menyatakan bahwa kisaran toleransi suhu yang mampu ditolerir oleh ikan gabus adalah 25,5-32,7 oC. Menurut Effendi (2003), peningkatan suhu akan menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut sehingga keberadaan oksigen terlarut sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan bagi organisme akuatik untuk melakukan proses metabolisme dan respirasi.

Hasil pengukuran nilai pH adalah 5,2-7,8. Berdasarkan Syafei et al., (1995) dalam Fitriliyani (2005), nilai pH di perairan yang optimal untuk pertumbuhan ikan adalah 6,2-7,8. Sementara Effendi (2003), menyatakan sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan nilai pH sekitar 7-8,5. Pillay (1995) dalam Sasanti dan Yulisman (2012), menyatakan ikan gabus merupakan ikan yang masih dapat bertahan hidup pada kondisi air yang asam dan basa.

Kandungan oksigen terlarut selama penelitian ini berkisar 2,08-7,06 mg.L-1. Nilai tersebut menunjukkan kisaran kualitas air yang masih dapat ditolerir untuk pemeliharaan larva. Menurut Kordi (2011), ikan gabus merupakan ikan yang mampu hidup pada perairan dengan kandungan oksigen rendah hingga 2 mg.L-1. Effendi (2003), menyatakan kadar oksigen terlarut akan berfluktuasi secara harian dan musiman, tergantung pada pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah (effluent) yang masuk ke badan air.

Kandungan amonia selama penelitian berkisar antara 0,006-0,072 mg.L-1. Nilai amonia ini masih berada dalam kisaran toleransi. Meskipun ikan gabus juga mampu mentolerir kandungan amonia yang tinggi (Bijaksana, 2010). Menurut Jianguang et al., dalam Extrada et al., 2013), kemampuan toleransi ikan gabus terhadap kandungan amoni terlarut pada pH berbeda yaitu pada konsentrasi amonia lebih dari 0,54 mg.L-1 pada pH 8,0 sampai dengan 1,57 mg.L-1 pada pH 10,0.

KESIMPULAN DAN SARAN PENELITIAN IKAN GABUS
Perlakuan padat tebar yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan gabus. Padat tebar terbaik pada penelitian ini adalah 2 ekor per liter menghasilkan kelangsungan hidup sebesar 63,83%, pertumbuhan bobot mutlak sebesar 3,88 g dan panjang mutlak sebesar 3,61 cm.

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, khususnya pendederan larva, dengan padat tebar 2 ekor per liter merupakan padat tebar yang terbaik yang dapat diterapkan. Selain itu perlu diperhatikan waktu peralihan jenis pakan dari pakan alami ke pakan komersil.

PENULIS
Syarif Hidayatullah, Muslim, dan Ferdinand Hukama Taqwa
Program Studi Akuakultur, Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya

EDITOR
Gery Purnomo Aji Sutrisno
FPIK Universitas Brawijaya Angkatan 2015

DAFTAR PUSTAKA
Almaniar, S., Taqwa FH. dan Jubaedah D. 2012. Kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih ikan gabus (Channa striata) pada pemeliharaan dengan padat tebar berbeda. Majalah Ilmiah Sriwijaya. 21 (15): 46-55.
Arini, E., Elfitasari T. dan Diansari RRVN. 2013. Pengaruh kepadatan yang berbeda terhadap kelulushidupan dan pertumbuhan ikan nila (Oreochromis niloticus) pada sistem resirkulasi dengan filter zeolit. Journal of Aquaculture Management and Technology. 2 (3): 37-45.
Bijaksana, U. 2010. Kajian Fisiologi Reproduksi Ikan Gabus, Channa striata Blkr Di Dalam Wadah dan Perairan Rawa sebagai Upaya Domestikasi. Disertasi (tidak dipublikasikan). Institut Pertanian Bogor. http://repository.ipb.ac.id (diakses 28 November 2014). 80 hlm.
Effendi, H. 2003. Telaah Fisika Kima Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius, Yogyakarta. 258 hlm.
Effendie, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta. 163 hlm.
Effendie, MI.. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 112 hlm.
Extrada E., Taqwa FH dan Yulisman. 2013. Kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih ikan gabus (Channa striata) pada berbagai tingkat ketinggian air media pemeliharaan. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia. 1 (1): 103-114.
Fitriliyani, I. 2005. Pembesaran Larva Ikan Gabus (Channa striata) dan Efektifitas Induksi Hormon Gonadotropin untuk Pemijahan Induk. Tesis. (tidak dipublikasikan). Institut Pertanian Bogor. http://repository.ipb.ac.id (diakses 12 Juli 2014) 58 hlm.
GambarPendederanikanGabusYoutubehttps://www.youtube.com/watch?v=6Sh08nCZ1Vw
Hanafiah, K. A. 2004. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Fakultas Pertanian.
Hartini. 2002. Produksi Benih Lele Dumbo (Clarias gariepinus Burch.) melalui Sistem Pendederan. Skripsi (tidak dipublikasikan). Institut Pertanian Bogor. http://repository.ipb.ac.id (diakses 12 Juli 2014) 45 hlm.
Kordi KMGH. 2011. Panduan Lengkap Bisnis dan Budidaya Ikan Gabus. Lily Publisher. Yogyakarta. 234 hlm.
Lenawan, E. 2009. Pengaruh Padat Penebaran 10, 15, dan 20 ekor.liter-1 Terhadap Kelangsungan dan Pertumbuhan Benih Ikan Gurami (Osphronemus gouramy Lac.) Ukuran 0,5 cm. Skripsi (tidak dipublikasikan). Institut Pertanian Bogor. http://repository.ipb.ac.id (diakses 12 Juli 2014) 50 hlm.
Mollah, MFA., Mamun, MSA. Sawor. MN. dan Roy A. 2009. Effects of stocking density on the growth and breeding performance of broodfish and larval growth and survival of shol, Channa striatus (Bloch). Journal Bangladesh Agril University. 7 (2):427-432.
Muslim. 2007. Potensi, peluang dan tantangan budidaya ikan gabus (Channa striata) di Povinsi Sumatera Selatan. Prosiding. Forum Perairan Umum Indonesia IV. Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Palembang. 7-11.
Muslim., dan Syaifudin, M. 2012. Domestikasi calon induk ikan gabus (Channa striata) dalam lingkungan budidaya (kolam beton). Majalah Ilmiah Sriwijaya. 21 (15):20-27.
Muthmainnah, D., Nurdawati S. dan Aprianti S. 2012. Budidaya ikan gabus (Channa striata) dalam wadah karamba di rawa Lebak. Prosiding Insinas. Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Palembang. 319-322.
Rahardjo, M.F., Sjafei DS, Affandi R, Sulistiono, dan Hutabarat J. 2010. Iktiology. CV. Lubuk Agung, Bandung. 396 hlm.
Ramli, R.H., dan Rifa’i MA. Telaah food habits, parasit dan bio-limnologi fase-fase kehidupan ikan gabus (Channa striata) di perairan umum Kalimantan Selatan. Jurnal Ecosystem. 10 (2):76-84.
Sasanti, A.D., dan Yulisman. 2012. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup benih ikan gabus (Channa striata) yang diberi pakan buatan berbahan baku tepung keong mas (Pomacea sp.) Jurnal Lahan Suboptimal. 1 (2):158-162.
Universitas Sriwijaya. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 259 hlm.
Yulianti, D. 2007. Pengaruh Padat Penebaran Benih Ikan Bawal (Collosoma macropomum) yang Dipelihara dalam Sistem Resirkulasi Terhadap Pertum-buhan dan Kelangsungan Hidup. Skripsi. (tidak dipublikasikan). Institut Pertanian Bogor. http://repository.ipb.ac.id (diakses 17 Oktober 2014) 30 hlm.

Post a Comment for "Pendederan Ikan Gabus Di Kolam Terpal Dengan Padat Tebar Berbeda"