Respirasi Ikan (Fisiologi Hewan Air)



Latar Belakang

Proses pengambilan oksigen atau pernafasan dari air melalui insang dan dari udara melalui organ penghirup udara telah berkembang diantara ikan teleostei. Ikan yang memiliki sifat amfibi dapat menghirup udara dapat menggunakan organ penghirup udara untuk mengambil udara pada saat di dalam air maupun di luar air. Pernafasan pada ikan dapat dibedakan yakni ikan yang bernafas secara fakultatif yang mampu mengambil udara saat berada di permukaan air atau di luar perairan dengan bernafas dan mengambil udara melalui oksigen terlarut dalam air (Fernandes et al., 2012).

 

Insang merupakan organ respirasi pada ikan. Selain fungsinya dalam pertukaran gas, insang juga berfungsi sebagai pengatur pertukaran garam dan air, pengeluaran limbah-limbah yang mengandung nitrogen. Seperti yang dikemukakan Brown (1962) dalam Saputra et al. (2013), insang ikan merupakan organ respirasi utama yang bekerja dengan mekanisme difusi permukaan dari gas - gas respirasi (oksigen dan karbondioksida) antara darah dan air. Oksigen yang terlarut dalam air akan diabsorbsi ke dalam kapiler - kapiler insang dan difiksasi oleh hemoglobin untuk selanjutnya didistribusikan ke seluruh tubuh. Sedangkan karbondioksida dikeluarkan dari sel dan jaringan untuk dilepaskan ke air di sekitar insang. Oleh sebab itu, apapun perubahan - perubahan yang terjadi di lingkungan perairan akan secara langsung dan tidak langsung berdampak kepada struktur dan fungsi insang serta hemoglobinnya.

 

Menurut Small et al. (2014), salah satu hal yang mendasar bagi makhluk hidup untuk mempertahankan kondisinya adalah bernapas. Ikan yang mendiami dasar perairan biasanya di tuntut untuk beradaptasi dalam keadaan hipoksia. Banyak jenis ikan yang akan naik ke permukaan bila menghadapi keadaan tersebut. Hal ini dilakukan untuk upaya mengekstrak oksigen dari lapisan permukaan air yang kontak langsung dengan atmosfer. Keadaan oksigen rendah yang terlalu lama akan membawa efek yang mematikan.

Menurut Abigail et al. (2015), oksigen terlarut memegang peranan penting sebagai indikator kualitas perairan karena oksigen terlarut berperan dalam proses oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik. Peningkatan temperatur akan mempercepat laju respirasi dan dengan demikian laju penggunaan oksigen juga meningkat. Rendahnya kandungan oksigen terlarut dalam suatu perairan akan memberikan pengaruh kurang baik terhadap kehidupan biota di perairan tersebut. Oksigen terlarut yang optimum terjadi pada suhu lingkungan yang sesuai dengan suhu tolerannya, dimana konsumsi oksigen meningkat bila suhu air meningkat. Oleh karena itu dinamika parameter kualitas air mempengaruhi tingkat proses produktivitas primer.

 

Ciri suatu makhluk hidup ialah melakukan pernafasan, begitupula dengan ikan. Ikan merupakan makhluk akuatik yang bernafas dengan lat bantu berupa insang. Dalm prosesnya, sistem respirasi membutuhkan komponen agar dapat terlakasan dengan baik. Komponen dari respirasi sendiri ialah oksigen (O2). Oksigen di perairan yang kita kenaal disebut DO. DO ini merupakan salah satu indikator kulitas perairan yang dapat digunakan untuk mengindikasi layak tidaknya sebagai makhluk hidup.

 

Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada praktikum Fisiologi Hewan Air materi respirasi adalah sebagai berikut:


Bagaimana perubahan kadar oksigen terlarut pada air yang menjadi media ikan sebelum dan sesudah diisi ikan?


Bagaimana pengaruh faktor internal dan eksternal pada respirasi ikan?


Bagaimana pengaruh suhu terhadap kecepatan bukaan operculum?


Bagaimana cara ikan melakukan pertukaran O2 dan CO2 pada ikan?


Bagaimana perbedaan pengambilan oksigen pada ikan demersal dan pelagis?


 

Tujuan

Tujuan dari praktikum Fisiologi Hewan Air materi respirasi adalah sebagai berikut:


Untuk mengetahui perubahan kadar oksigen terlarut pada air yang menjadi media ikan sebelum dan sesudah diisi ikan.


Untuk mengetahui pengaruh faktor internal dan eksternal pada respirasi ikan


Untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap kecepatan bukaan operculum


Untuk mengetahui cara ikan melakukan pertukaran O2 dan CO2 pada ikan


Untuk mengetahui perbedaan pengambilan oksigen pada ikan demersal dan pelagis

 

Waktu dan Tempat

Praktikum Fisiologi Hewan Air materi respirasi dilaksanakan pada hari Sabtu, 24 September 2016 pukul....... WIB di Laboratorium Budidaya Ikan Divisi Laboratorium Reproduksi Ikan, Gedung D lantai 1, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, Malang.



Pengertian Respirasi

Respirasi atau pertukaran udara adalah salah satu proses yang yang penting untuk menjaga keberadaan udara dalam tubuh seluruh makhluk hidup bertulang belakang, termasuk ikan. Pengangkutan oksigen bersamaan dengan proses metabolisme materi organik seperti glukosa dan lipid untuk energi pada proses biokimia pada sel untuk perawatan tubuh sel. Selain itu oksigen juga digunakan untuk pertumbuhan, pergerakan, reproduksi, dan pertahanan dari penyakit. Salah satu organ yang berperan pada pertukaran udara adalah insang. Ketika air melewati lamellae insang, maka pada saat itu lamella insang akan maka oksigen akan berikatan dengan hemoglobin yang terdapat dalam sel darah merah dan melepaskan karbondioksida untuk berikatan dengan air dan membentuk HCO3-. Sel darah merah juga memiliki fungsi penting dalam pengangkutan oksigen (Farrel, 2011).

 

Sistem respirasi atau pernapasan adalah proses pengikatan oksigen (O2) dan pengeluaran karbon dioksida (CO2) oleh darah melalui permukaan alat pernapasan. Oksigen sebagai bahan pernapasan dibutuhkan oleh sel untuk berbagai reaksi metabolism. Oleh karena itu, kelangsungan hidup ikan sangat ditentukan oleh kemampuannya memperoleh oksigen yang cukup dari lingkungannya. Proses pernapasan pada ikan adalah dengan cara membuka dan menutup mulut secara bergantian dengan membuka dan menutup tutup insang. Pada waktu mulut membuka, air masuk ke dalam rongga mulut sedangkan tutup insang menutup. Oksigen yang terlarut dalam air masuk berdifusi ke dalam pembuluh kapiler darah yang terdapat dalam insang. Dan pada waktu menutup, tutup insang membuka dan air rongga mulut keluar melalui insang. Bersamaan dengan keluarnya air melalui insang, karbondioksida dikeluarkan. Pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi pada lembaran insang (Mahyuddin, 2007).

 

Mekanisme Respirasi Ikan

Menurut Svobodová et al. (1993), ikan mendapatkan oksigen yang mereka gunakan untuk proses metabolisme dari oksigen yang terlarut dalam air. Daya larut oksigen di perairan rendah dan tergantung pada suhu. Hal ini menyebabkan Ikan harus memiliki mekanisme pernapasan yang luas dan efisien. Mekanisme pernapasan pada saat oksigen rendah adalah air mengalir melalui saringan dari plat paralel, masing - masing plat, atau lamela sekunder, yang terdiri dari lembaran tengah sel pilar dengan sisi cekung yang membentuk ruang darah. Respon ikan terhadap konsentrasi oksigen yang rendah adalah melalui dua cara: aliran darah dapat naik dengan membuka lamela sekunder untuk meningkatkan efektifitas area pernapasan dan konsentrasi sel darah merah dapat ditingkatkan untuk menaikkan kapasitas oksigen di darah per volume. Selanjutnya dapat dijangkau dengan mengurangi volume plasma darah di waktu yang singkat dan dengan melepas kelebihan sel darah merah dari limpa untuk jangka waktu yang panjang. Saat yang bersamaan, karbondioksida berdifusi dari darah ke ruang interlamela dan pada saat ikan beristirahat, cadangan pernapasan lebih dari cukup untuk kebutuhan oksigen dalam darah. Saat itu juga, kecepatan ventilasi naik untuk membawa lebih banyak air untuk kontak dengan insang.

 


Mekanisme pernafasan. (A) Sebuah ilustrasi skematis dari morfologi insang. Plat seperti filamen yang tergantung di lengkungan branchial yang dilapisi dengan lamela untuk menutupi jaringan kapiler darah. Panah biru menunjukkan arah aliran air dari jaring insang ke operkulum . Lamella memerintahkan untuk  menyediakan susunan dari microchannels di mana oksigen berdifusi ke pembuluh kapiler (B) Sebuah ilustrasi skematis dari saluran interlamela. Dalam kotak  diremukkan sesuai untuk kontrol volume untuk  analisis transfer massal (Park et al., 2014).

 

Menurut Rahmawati 2012 dalam Putra et al. 2014, proses respirasi pada ikan adalah dengan membukanya mulut, sehingga terdapat sedikit tekanan negatif dalam rongga mulut maupun rongga insang. Begitu mulut ditutup, tekanan dalam rongga mulut meningkat (menjadi positif), air didorong masuk rongga insang dan selanjutnya mendorong operkulum sehingga air keluar rongga insang. Tekanan dalam rongga mulut dari rongga insang menjadi lebih kecil daripada tekanan air di luar tubuh, sehingga tutup insang menutup kembali. Pada saat air masuk ke dalam rongga maka oksigen yang terlarut dalam air masuk berdifusi ke dalam pembuluh kapiler darah yang terdapat dalam insang dan karbondioksida di keluarkan.

 

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Respirasi

 

Faktor Internal

Menurut Putra et al. (2014), insang merupakan komponen penting dalam proses pertukaran gas yang terbentuk dari lengkungan tulang rawan yang mengeras dengan beberapa filamen insang didalamnya. Setiap filamen insang terdiri atas banyak lamela yang merupakan tempat pertukaran gas. Kerusakan struktur mikroanatomi insang menyebabkan ikan sulit bernafas sehingga kandungan oksigen dalam darah menjadi berkurang. Akibatnya ikan mengalami kekurangan oksigen dan mengalami hipoksia sebagai akibat kerusakan lamela sekunder insang.

 

Menurut Neelima et al. (2016), respirasi akuatik adalah suatu sistem untuk memenuhi kebutuhan serapan O2 dalam kondisi yang bersekala. Respon yang senantiasa berubah dalam pernapasan mungkin disebabkan oleh kesesakan bernafas sebagai akibat dari gangguan metabolisme oksidatif. Karena insang adalah organ pernapasan utama bagi ikan jika adanya racun yang berada pada perairan tersebut, maka insang akan terpengaruh pertama. Faktor internal respirasi pada ikan adalah organ pernapasan ikan itu sendiri yaitu insang.

 

Faktor Eksternal

Menurut Ikeda (2016), faktor eksternal merupakan faktor yang berkaitan dengan lingkungan tempat hidup ikan serta dapat mempengaruhi kehidupan dari ikan tersebut. Pada penelitian diungkap bahwa massa tubuh dan suhu adalah faktor utama untuk menilai tingkat pernapasan, kedalaman habitat juga merupakan faktor tambahan untuk menilai tingkat pernapasan ikan mesopelagic dan ikan bathypelagic. Untuk beberapa ikan, tekanan hidrostatik dapat memberikan efek kecil pada tingkat pernapasan jika melebihi rentang dari kondisi habitat alami. Perairan yang asam akan kurang produktif karena kandungan oksigen terlarutnya rendah, yang berakibat aktivitas pernapasan ikan meningkat dan nafsu makan menurun.

 

Menurut Francis dan Floyd (2009) dalam Sipahutar et al. (2013), temperatur air mempengaruhi kelarutan oksigen. Kenaikan temperatur dapat menyebabkan menurunnya kelarutan oksigen di perairan. Apabila ikan mengalami kekurangan oksigen maka sistem fisiologis dalam tubuhnya tidak akan berfungsi dengan baik sehingga dapat menyebabkan stres. Stres dapat berdampak pada keadaan jaringan dan menimbulkan efek patologis pada hati, limpa, dan insang sebagai alat pernapasan ikan.

 

Sumber Oksigen dalam Perairan

Menurut Patty (2014), oksigen terlarut merupakan unsur senyawa kimia yang sangat penting untuk mendukung kehidupan organisme dalam suatu perairan. Oksigen juga merupakan salah satu penunjang utama kehidupan serta indikator kesuburan perairan. Sumber utama oksigen dalam perairan adalah dari udara melalui proses difusi dari hasil proses fotosintesis fitoplankton. Oksigen terlarut digunakan oleh organisme perairan dalam proses respirasi. Kadar oksigen terlarut dalam suatu perairan akan menurun akibat proses pembusukkan bahan organik, respirasi, dan reaerasi terhambat. 

 

Oksigen adalah salah satu faktor paling penting di semua jenis ekosistem. Sumber utama oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) adalah berasal dari atmosfer dan fotosintesis. Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) merupakan parameter penting yang mempengaruhi proses metabolisme seluruh organisme air bernafas dengan respirasi aerobik (Wetzel, 1975 dalam Ravindar et al., 2013).

 

Pengaruh Suhu Terhadap Respirasi

Menurut Enzor et al. (2013), suhu merupakan salah satu faktor yang penting dalam pengaturan seluruh proses kehidupan dan penyebaran organisme dan proses metabolisme tejadi hanya dalam kisaran tertentu. Sebagaimana peningkatan suhu lingkungan, kebutuhan oksigen juga meningkat dan organisme harus meningkatkan konsumsi oksigen untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan ini. Jika kebutuhan tidak terpenuhi, jaringan menjadi hipoksia, menyebabkan sintesis protein melambat, pada akhirnya menghentikan pertumbuhan dan reproduksi. Penggunaan metabolisme anaerobik telah didokumentasikan sebagai alat umum untuk melawan stres fisiologis yang mengiringi suhu lingkungan yang meningkat. Mengingat kapasitas glikolitik terbatas dari notothenioids, bisa ada sedikit keraguan bahwa respon stres awal melibatkan restrukturisasi penyimpanan energi, dan karenanya, peningkatan tingkat metabolisme, sampai homeostasis seluler dapat lagi tercapai.

 

Menurut Aboagye dan Allen (2014), suhu akan sangat berpengaruh pada proses respirasi di suatu perairan. Ada saat dimana suhu sangat tinggi dan menyebabkan hipoksia. Beberapa penyebab hipoksia antara lain adalah meningkatnya suhu yang berakibat pada global warming dan kelebihan nutrien yang masuk dari lahan pertanian. Hipoksia dalam lingkungan perairan bisa membuat stres ikan dan akan berpotensi membunuh ikan tersebut. Suhu yang tinggi menyebabkan permintaan akan konsumsi oksigen meningkat dan menurunkan kadar oksigen terlarut. Hal ini membuktikan bahwa semakin tinggi suhu di perairan maka kadar oksigen terlarutnya akan semakin menurun.

 

Perbedaan Respirasi Ikan Demersal dan Ikan Pelagis

Menurut Brown (2013), ikan demersal adalah ikan yang sebagian besar hidupnya menempati dasar perairan, sedangkan ikan pelagis adalah ikan yang hidupnya di permukaan air. Beberapa ikan laut (pelagis) membiarkan mulutnya terbuka dan menggunakan gerakan majunya untuk mengalirkan air melalui insang. Pada spesies pelagis ditandai dengan berkurangnya branchiostegial yang bergantung pada gerak maju mereka saat berenang untuk membasahi insang mereka, ada permukaan pernafasan luas yang dibagi secara halus untuk ventilasi dengan sebuah lorong yang relatif lambat dari air. Ikan demersal yang memiliki alat pernapasan tambahan akan melakukan gerakan naik ke permukaan untuk mengambil oksigen langsung ke udara saat kandungan oksigen di perairan rendah. Ikan demersal di sisi lain memiliki area insang lebih kecil tetapi ini cenderung terlihat lebih luas, tubulus lebih panjang yang secara  kuat mendapat irigasi dari pompa branchiostegial.

 

Menurut Hughes (1965), beberapa ikan tidak membuat gerakan pernapasan aktif saat berenang, namun mengandalkan arus yang masuk mulut sebagai hasil dari gerakan mereka. Mekanisme ini ditemukan di beberapa ikan dimana mereka tidak mampu mempertahankan oksigenasi yang penuh dalam darah ketika tidak bisa berenang aktif dalam akuarium. Dalam hal ini, maka aliran air di insang kebanyakan disebabkan oleh tekanan yang lebih besar dalam mulut dan dianalogikan sebagai mekanisme tekanan-pompa. Ikan pelagis memang tidak bergantung pada arus yang dihasilkan dari gerakan renangnya. Mereka bergantung jauh lebih banyak pada tekanan pompa buccal daripada pompa hisap untuk ventilasi insangnya. Pada ikan ekstrim lain yang menghabiskan sebagian atau seluruh hidup mereka di dasar laut sangat bergantung jauh lebih besar pada mekanisme pompa hisap.

 

Penulis

Gery Purnomo Aji Sutrisno

FPIK Universitas Brawijaya Angkatan 2015

 

Daftar Pustaka


Abigail, W., M. Zainuri, A. T. D. Kuswardani dan W. S. Pranowo. 2015. Sebaran nutrien, intensitas cahaya, klorofil-a dan kualitas air di selat Badung, Bali pada Monsun Timur. Depik. 4 (2): 87-94.

Aboagye, D. L. and P. J. Allen. 2014. Metabolic and locomotor responses of juvinile paddlefish Polyodon spathula to hypoxia and temperature. Comparative Biochemistry and Physiology, Part A. 169: 51 – 58.

Brown, M. E. 2013. The Physiology of Fishes: Metabolism. Academic Press Inc London. 462 p.

Enzor, L. A., M. L. Zippay and S. P. Place. 2013. High latitude fish in a high CO2 world: synergistic effects of elevated temperature and carbon dioxide on the metabolic rates of Antarctic notothenioids. Comparative Biochemistry and Physiology, Part A. 164: 154 – 161.

Farrell, A. P. 2011. Encyclopedia of Fish Physiology. London : Elsevier. 2266 p.

Fernandes, M. N., A. L. da Cruz, O. T. F. da Costa and S. F. Perry. 2012. Morphometric partitioning of the respiratory surface area and diffusion capacity of the gills and swim bladder in juvenile Amazonian air-breathing fish, Arapaima gigas. Micron. 43: 961-970.

Hughes, G. M. 1963. Comparative Physiology of Vertebrate Respiration. Harvard University Press. Cambridge:. 145 p.

Ikeda, T. 2016. Routine metabolic rates of pelagic marine fishes and cephalopods as a function of body mass, habitat temperature and habitat depth. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology. 480: 74-86.

Mahyuddin, K. 2007. Panduan Lengkap Agribisnis Lele. Penebar Swadaya.  Jakarta. 287 hlm.

Neelima, P., N. G. Rao, G. S. Rao and J. C. S. Rao. 2016. A study on oxygen consumption in a freshwater fish Cyprinus carpio exposed to lethal and sublethal concentrations of cypermethrin (25% Ec). International Journal of Current Microbiology and Applied Sciences. 5 (4): 338-348.

Pandey, K dan Shukla, J.P. 2005. Fish & Fisheries. Rastorgi Publications. India. 640 p.

Park, K.,  W. Kimb and Ho-Young, Kim. 2014. Optimal lamellar arrangement in fish gills. PNAS. 111 (22): 8067–8070.

Patty, S. I. 2014. .Karakteristik fosfat, nitrat dan oksigen terlarut di perairan pulau Gangga dan pulau Siladen, Sulawesi Utara. Jurnal ilmiah Platax. 2 (2):74-84.

Putra, D. A., Lisdiana dan T. A. Pribadi. 2014. Ram Jet Ventilation, perubahan struktur morfologi dan gambaran mikroanatomi insang ikan Lele           (Clarias batrachus) akibat paparan limbah cair pewarna batik. Unnes Journal of Life Science. 3 (1): 53-58.

Ravindar, B. K., R. Narasimha and G. Benarjee. 2013. Study on hydro-chemical

parameters and their influence on ichthyofauna diversity in a lentic water body : a model in Warangal district of Andhra Pradesh. Asian Journal of  Environmental Science. 8 (1): 18-21.

Saputra, H. M., N. Marusin dan P. Santoso. Struktur histologis insang dan kadar hemoglobin ikan Asang (Osteochilus hasseltii C.V) di  danau Singkarak dan Maninjau,  Sumatera Barat. Jurnal Biologi Universitas Andalas. 2 (2): 138-144.

Sipahutar, L. Wahyu., D. Aliza, Winaruddin dan Nazaruddin. 2013. Gambaran histopatologi insang ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang dipelihara dalam temperatur air di atas normal. Jurnal Medika Veterinaria. 7 (1): 19-21.

Small, K., R. K. Kopf, R. J. Watts and J. Howitt. 2014. Hypoxia, blackwater and fish kilss: experimental lethal oxygen thresholds in juvenil predatory lowland river fishes. PLOS ONE. 9 (4): 1-11.

Svobodová, Z., R. L, J. Máchová and B. Vykusova. 1993. Water Qualilty and Fish Health. EIFAC Technical Paper. Rome. 67 p.

Post a Comment for "Respirasi Ikan (Fisiologi Hewan Air)"